25. Kejutan

179 11 0
                                    

mari berteman di ig author = @echanwifeys dm aja nanti di follback kok

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

A Summer Place – Hollywood Strings Orchestra

~~~~~

“Karena bila benar  itu cinta, maka tidak akan ada hati yang terluka.”

~~~~~

“Nyusul ya sebentar lagi.”

“Haha gampang banget kalau ngomong, Kak. Nasib udah ada yang ngatur Kak, jangan jumawa.”

Seseorang menahan tawa mendengar kalimat sindiran yang jelas tertuju kepadanya. Bukan ingin bersikap jumawa namun memang inilah takdirnya. “Aku gak jumawa Dek Sinta, semua yang ada di sini settingan,” ucapnya berbisik.

“Halah mau settingan atau engga hidupmu juga bakal terjamin, Kak.”

“Emang susah ngomong sama orang yang dipenuhi iri dengki.”

Rani mengucapkan kalimat tadi dengan kesal karena pada kenyataanya dia tidak ingin berada di sini dan terjebak di antara orang-orang yang berbahagia ini. Lalu kenapa dia tidak lari dan meninggalkan negara ini? Pecundang, dia akan menjadi pecundang jika lari dari pengakuan Tama Waluya. Bukankah menerima pinangan ini sama saja dengan menyerahkan diri?

Iya.

Memalukan memang jika melihat kenyataan bahwa dirinya saat ini tunduk di bawah perintah Waluya. Namun apa bisa dikata melihat raut wajah bahagia yang terukir dalam wajah sang papa membuatnya merasa bahagia juga.

“Bokap lu kelihatan senen banget beb, dapet saham berapa persen?” tanya Sinta kepada Rani cukup pelan.

Rani menatap Sinta setelah perempuan itu menanyakan hal yang tidak begitu penting. “Tanya aja ke beliau yang menerima, hamba yang hina ini tidak berhak tahu.”

Mendengar perkataan pengantin baru yang begitu cantik di malam ini membuat Sinta tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Raut wajah tertekan dan senyum paksaan itu menghiasi wajah ayu Rani, mau sampai kapan perempuan ini bersikap seperti ini.

“Pak Tama kelihatan sayang banget sama lo beb, by the way pakai dukun daerah mana kok bisa semanjur ini.”

“Aduh lupa kalau itu Dek Sinta, dari daerah Jawa Timur kayaknya. Coba tanyain aja ke Pak Imam, beliau lebih paham masalah beginian,” ucap Rani sekenanya.

Betapa mewahnya pernikahan yang diadakan hari ini membuat dirinya senantiasa menghitung biaya perkiraan dari bunga asli yang dipasang mengelilingi area taman yang telah di sewa ini. Datang dari mana mawar putih sebanyak ini?

Jika boleh jujur kakinya saat ini sudah sangat lelah letih tak berdaya diajak berkeliling dan berkenalan dengan rekan kerja Tama. Orang-orang kaya ini bisa dengan mudah cuti kerja karena kebanyakan dari mereka ada pemimpinnya, tidak heran jika mereka setelah datang di acara ini menambah liburannya di Labuan Bajo.

“Pulang ke hotel hati-hati ya Sin, jangan lupa pakai selimut soalnya malem ini dingin banget.”

Sinta memutar bola matanya medengar itu. “Iya-iya yang sekarang punya selimut hidup,” cibirnya.

Rani tertawa pelan mendengarnya, ia lebih memilih melambaikan tangan ke arah Sinta yang bersiap memasuki kamarnya. Kamar yang di sewakan Tama Waluya terhadap semua tamu undangan yang datang, sungguh memang kaya pria menyebalkan itu.

Matanya menelisik ke seluruh penjuru taman, menyaksikan banyaknya orang yang dia tidak kenal sama sekali. Pria ataupun wanita di sini begitu anggun dan enak dipandang, munkinkah setelah ini dia dituntut berpenampilan seperti mereka?

“Kok anggun-anggun sekali orang disini, masa dari segini banyak gak ada yang suka Mas Tama?” tanya Rani kepada dirinya sendiri.

“Di sini banyak orang China, banyak bule juga masa Mas Tama milih remahan roti kayak aku? Hm patut dicurigai.”

“Kakak.”

Rani memberikan senyum terbaiknya terhadap pria yang dia sayangi, pria yang memanggilnya dengan lemah lembut seolah ada hal yang diinginkan. “Kakak bahagia kan?”

“Sedikit.”

Melihat raut wajah murung sang papa membuat Rani menggelengkan kepala dengan cepat dan tertawa sejenak. “Haha bercanda Papa, kakak bahagia kalau lihat Papa juga bahagia.”

“Papa tidak menginginkan apapun darimu Kak.”

“Ah masa,” ucap Rani dalam hati.

“Papa yakin dari awal kalau kalian memang berjodoh. Terbukti di saat papa sudah tidak melakukan upaya apapun justru kalian sendiri yang memantapkan hati untuk ke jenjang selanjutnya. Papa senang akhirnya Kakak dapat membuka mata dan melihat Tama dari sisi yang lain,” ucap Imam penuh bangga.

“Ah kok nangis sih Pa, siapa yang nyuruh nangis,” ucap Rani tidak terima melihat papanya meneteskan air mata. Oh ayolah dia akan ikut menangis jika seperti ini.

“Papa berdoa kalian langgeng hingga ajal menjemput, papa hanya bisa mendoakan mu Kak.”

Rani mengangguk dengan kepala mengadah ke atas menghalau air mata yang akan jatuh, ia berhambur memeluk Imam dengan erat. “Kakak minta maaf udah nuntut banyak ke Papa, kakak emang gak tau diri jadi anak Papa.”

Kedua orang itu saling mempererat pelukan satu sama lain hingga mengacuhkan kehadiran seseorang yang telah menunggu cukup lama sesi bersedih itu. Imam menepuk punggung Rani saat menyadari sosok mantu tampannya tengah menatap dirinya segan.

“Astagfirullah Kak ini udah ditunggu suamimu, maaf-maaf Nak.”

Rani melepaskan enggan karena merasa malu dan juga takut make up yang dia pakai luntur karena air mata. Haduh kenapa orang ini datang pada saat yang tidak tepat?

“Ada apa Mas?” tanya Rani singkat masih dengan mengusap matanya. Ia mendengarkan apa yang Tama katakan agar tidak tersesat ataupun salah kamar yang justru akan membuatnya malu.

“Mas masih membersamai rekan kerja mas, sayang. Kamu istirahat duluan aja, mas bawa pintu card yang lain. Ponsel kamu jangan mati ya buat jaga-jaga mas juga butuh sesuatu. . Ini ada mbak juga yang bantu kamu bersih-bersih, bilang sama mbak kamu butuhnya apa aja,” ucap Tama panjang lebar dengan memperkenalkan sosok perempuan yang Rani yakini sebagai MUA.

Ia mengangguk sepanjang obrolan yang dikeluarkan Tama, sesekali bertanya hal yang tidak penting agar Tama bosan dan segera meninggalkan kamar. “Dimsum yang di bawah tadi masih ada sisa gak Mas? Aku minta boleh gak?” tanyanya penasaran.

“Boleh masih banyak stoknya.”

“Aku minta seporsi aja jangan banyak-banyak, tolong anterin ke sini ya,” pintanya lembut.
Tama mengangguk paham. “Ada lagi cantik?”
Rani tampak berpikir sejenak dan mengingat hal yang belum dia lakukan. “Astagfirullah Mas aku belum pamit sama adek-adeknya Mas,” ucapnya buru-buru ingin meninggalkan kamar.

“Mereka susah di atur jika sudah bermain dengan sendirinya, besok aja gapapa. Papa sama istrinya udah kan?” tanya sang suami.

“Udah kalau Papa sama Mama, beneran gapapa ini?” tanyanya sekali lagi memastikan keadaan.

“Iya udah gapapa, sayang jangan kecapean.”

Rani menyatukan alis masih merasa tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Pria itu seolah luluh dengan sifat acuh tak acuhnya. Jika ditanya apakah dia selama ini perhatian terhadap Tama, jawabannya adalah tidak. Apakah dia sopan terhadap Tama? Tidak juga, bahkan mungkin beberapa kalimat yang keluar dari bibirnya justru menyinggung perasaan Tama.

Lalu bagaimana bisa pria itu jatuh ke dalam pesonanya?
.
.
.

STAY SAFE

20 June 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang