13. Penolakan

166 12 0
                                    

mari berteman di ig author = @echanwifeys dm aja nanti di follback kok

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Perayaan Mati Rasa – Umay Shahab ft Natania Karin

~~~~~

“Dewasa adalah ketika kamu marah namun lebih memilih untuk memahami apa yang sedang terjadi.”

~~~~~

"Ayo Pak Imam kelanjutan hubungan ini seperti apa, lihatlah sepertinya sudah ada benih-benih cinta yang tumbuh diantara anak kita."

Benih cinta dari mana? Benih-benih amarah yang ada!

Rani sangat ingin menimpali perkataan Waluya yang tidak cocok dengan realita yang ada. Benih apa yang dimaksud Pak Waluya jika ia dan anaknya saja tidak pernah berinteraksi. Apalagi semingguan ini sudah hilang semua rencana yang dia susun karena pria itu mengeluarkan kata kuncinya sendiri.

“Saya harap juga seperti itu Pak Waluya,” ucap Imam menimpali, “baiklah kita tanyakan saja kepada orang yang akan menjalani hubungan rumah tangga Pak, tugas kita hanya menemani saja,” tambahnya.

“Bagaimana sayang mau lamaran di bulan apa?”

Perempuan muda yang tengah ditanya hal begitu to the point seperti tadi mulai mengambil napas dalam berusaha tegar dengan apa yang akan dia katakan.

“Mengenai hubungan baik seperti ini harus dilaukan jauh-jauh dengan persiapan yang matang, kedua manusia yang tidak mengenal harus mengalahkan ego masing-masing agar hubungan senantiasa berjalan bukan?”

Bola mata Rani bergerak menatap lekat pria di depannya yang tengah tersenyum manis, lihatlah pria itu begitu bahagia saat tidak melakukan apapun namun tujuannya tersampaikan.

“Rani berpikir bahwa semua ini berjalan terlalu cepat, Rani berpikir bahwa bersama Mas Tama merupakan hal mustahil yang tidak semua orang bisa rasakan. Rani sangat berterimakasih kepada Tuan dan Nyonya Waluya yang sudah mempersilahkan Rani bergabung ke dalam keluarga besar Waluya, terimakasih banyak.”

Senyuman lebar terpampang jelas wajah Tama, pria itu sudah menduga jika Imam akan kembali tunduk kepadanya dan memaksa anaknya untuk menerima perjodohan ini. Lagipula siapa yang menolak pesona dirinya?

“Mohon maaf Rani tidak bisa menerima pertunangan ini.”

Kalimat singkat yang keluar dari bibir manis Rani membuat semua orang yang berada di sana terkejut bukan main. Bahkan Imam sebagai ayah dari Rani sendiri juga ikut terkejut, Rani yang melihat sandiwara sang papa hanya bisa memberikan acungan jempol di bawah meja makan.

“Rani kamu bilang apa, Nak?” Imam bertanya kepada sang anak dengan raut muka terkejut.
Gelengan pelan terlihat dari kepala Rani, ia menggeleng sejenak mendengar pertanyaan sang papa. Rani akui keluarganya ini memang banyak drama yang tidak diketahui orang-orang, namun begitu sudah berakting semua orang akan terpana.

“Kamu sudah yakin dengan pilihan kamu, Nak?”

Waluya menghembuskan napas lelah saat lagi-lagi anaknya tidak jadi melangsungkan pernikahan untuk yang kesekian. Dirinya cukup terkejut dengan penolakan dari Rani karena biasanya Tama yang menolak, namun sekarang kebalikannya. Keinginannya untuk menggendong cucu harus terhenti dan bersabar lagi menunggu perempuan yang mau dengan anaknya.

“Rani masih butuh untuk kehidupan Rani sendiri di masa yang akan datang, masih banyak impian Rani yang belum dapat dicapai hingga sekarang. Rani harap Tuan dan Nyonya Waluya menerima keputusan saya.”

Rani mengalihkan pandang terhadap ibu dari Tama yang menatapnya kecewa, ah dirinya jadi merasa bersalah.

“Rani merasa tidak ada kecocokan dengan Mas Tama ja-”

“Kecocokan itu dibuat bukan dicari.”

Mampus, ngomong juga nih kulkas dua pintu.
Semua mata tertuju kepada seseorang yang baru berbicara tadi, menatapnya lekat seolah bertanya ada apa.

“Kecocokan dan kenyamananitu dibuat bukan dicari, jika dua insan saja belum pernah menghabiskan waktu bersama dan bertukar kabar. Dimana kecocokan bisa dicari?” tanya Tama menatap perempuan di depannya lekat.

“Saya ingin mengenal lebih dalam lagi Pak Imam, ijinkan saya berbicara empat mata dengan Rani,” pintanya terhadap Imam yang juga menatapnya.

Rani segera menatap sang papa dengan pandangan penuh harap agar tidak diijinkan dan segera pergi dari sini, apa yang ingin dilakukan Tama sebenarnya? Ia hanya bisa menghela napas melihat sang papa yang sepertinya rela jika dia kembali bersama dengan Tama.

“I-iya tentu, silahkan jika kalian ingin berbicara serius,” ucap Imam sedikit terbata-bata tidak bisa membaca situasi yang ada.

“Terimakasih Pak Imam, mari Rani,” ajak Tama beriringan dengan berdirinya dia menuju lantai dua dimana di lantai tersebut ia dapat melihat pemandangan kota Jakarta.

Waluya dan juga sang istri menatap kepergian dua orang itu dengan pandangan penuh tanya, mungkinkah anaknya itu sudah sadar bahwa kenikmatan dunia ada pada seorang istri? Tidak biasanya dia mencegah seseorang yang menolaknya, namun apa yang terjadi saat ini?

Beralih kepada dua orang yang saling diam enggan memulai pembicaraan terlebih dahulu, Tama menatap intens Rani sedangkan Rani yang ditatap seperti itu memilih mengalihkan pandangan menatap gemerlap kota Jakarta. “Langsung to the point saja Tuan Muda Waluya, penyakit alergi dingin saya membuat saya tidak betah berada di luar,” ucap Rani sinis.

“Kenapa kamu bisa sedingin ini ke aku, Ran? Padahal kita baru kenal tapi kenapa kamu bisa buruk banget nilai aku? Seburuk itukah aku di mata kamu?” cecar Tama.

Perempuan itu mengerutkan kening bingung mendengar tuduhan yang dilayangkan kepadanya. “Aku gak nilai buruk Mas Tama, siapa yang bilang?” tanya Rani tidak terima.

“Sifat kamu udah kelihatan Ran, kamu kenapa nolak pertunangan ini coba? Kamu udah ada pacar?”
Rani menggeleng.

“Ada cowo yang kamu suka?”

Rani menggeleng.

“Kamu lesbian yah?”

Rani menggelengkan kepalanya brutal mendengar pertanyaan terakhir, apa-apaan Tama ini? Dia ini masih suka batang guys!

“Kamu perempuan pertama yang tidak tergiur dengan uang aku Ran, pria mana lagi yang kamu suka hingga kamu berani nolak aku?”

Baiklah dia sudah tahan menahan semua amarah yang ingin memuncak, pria di sampingnya ini terlalu angkuh dan begitu sombong memamerkan harta kekayaannya. “Itu yang bikin aku gak suka sama Mas, kamu itu terlalu angkuh dan percaya diri jika aku akan tunduk dengan uangmu Mas. Memang di zaman sekarang semua butuh uang, tapi uang bukan nomor satu dalam kamus hidup aku Mas. Mas itu terlalu ngeremehin seseorang dan aku gak suka, aku gak suka punya suami yang memandang orang sebelah mata.”

“Kamu bisa ngomong seperti itu karena sedari kecil kebutuhan kamu juga tercukupi, Ran,” ujar Tama menanggapi.

“Terus salahnya apa? Kalau Mas cari yang gila uang sebaiknya Mas pergi mencari kupu-kupu malam karena mereka butuh uang.” Rani meninggal Tama setelah mengatakan kalimat pedas itu, entahlah dia juga bingung dengan kemauan Tama yang seolah mempermainkannya.

Tama menatap kepergian Rani dengan mata memicing dan napas yang susah untuk dikendalikan, ia tersulut emosi mendengar kelimat terakhir dari Rani yang menusuk dadanya. Perempuan itu memang beda, mungkinkah Rani yang dia cari selama ini?
.
.
.

STAY SAFE

janlup mampir ke cerita ayy yg lain yah

6 May 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang