2. Impossible

270 20 0
                                    

jangan lupa pencet bintang yah

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~~

Wirang cover Guyon Waton

~~~~~

“Uang memang tidak dibawa mati tapi tidak ada uang rasanya seperti ingin mati.”

~~~~~

Hari libur merupakan hari yang ditunggu oleh sebagian banyak orang untuk beristirahat ataupun sekedar berkumpul dengan keluarga tercinta, hal menyenangkan sepanjang hari itu sepertinya tidak berlaku kepada Rani sang pencari pejuang cuan. Di Minggu pagi yang cerah ini dia pergunakan untuk berjualan es teh terjangkau di sepanjang jalan car free day.

Banyaknya pembeli yang mengantri membuat senyuman terukhir manis di bibirnya, usaha yang dia jalani hampir setengah tahun ini nyatanya mampu menambah tabungannya untuk masa yang akan datang.

“Es batunya masih banyak nggak Dek?” tanyanya kepada sang adik yang senantiasa membantunya.

Pemuda tampan itu melihat persediaan es batu kristal yang mereka bawa di mobil, memeriksa dengan sekilas. “Tinggal satu plastik Kak, mau beli lagi kah?”

“Ini yang terakhir aja deh, udah setengah sembilan juga. Langsung buka aja Dek biar ngga repot,” ujar Rani menyuruh adiknya.

Diantara banyaknya pekerjaan sampingan yang bisa menjadi pilihan entah mengapa Rani lebih suka berjualan seperti ini, bahkan dia memiliki mimpi membangun gerai-gerai es teh miliknya hingga beberapa cabang.

“Mba es tehnya berapaan?”

“Empat ribuan Bapak, Bapak mau beli berapa?” tanya Rani ramah kepada calon pembelinya.

“Mau dua aja Mbak, low sugar yah.”

“Baik Pak, ditunggu yah.”

Kedua kakak beradik tersebut sibuk melayani pembeli yang berdatangan, Rani berpikir keberadaan Reno disini juga mengutungkan karena mungkin ciwi-ciwi di depannya ini tengah terpesona dengan Reno. Rani akui adiknya itu memang manis, bukan tampan seperti cowok-cowok wattpad namun manis seperti mas-mas Jawa.

“Awas aja lu Ren punya cewe spek ani-ani bakal kakak colok pakai garpu matamu,” ucap Rani lirih mengingat siapa cewe yang akan menjadi pasangan sang adik nanti.

Melupakan Reno dengan pasangannya, Rani memberikan pesanan kepada pria paruh baya di sampingnya itu. “Ini Bapak totalnya delapan ribu.”

“Selalu ramai ya Mbak dagangannya,” ujar pria itu sembari memberikan uang.

Alhamdulillah Bapak.”

“Anak saya juga seusia kamu Mbak, tapi dia kuliah.”

Kegiatan Rani yang mengambil uang kembalian harus terhenti sejenak, tubuhnya tidak bisa bergerak mendengar perkataan pria tadi. Apa kata bapak tadi? Kuliah?

“Ayah saya juga seusia Bapak, tapi saya suruh istirahat di rumah. Bapak pasti capek di usia ini masih bekerja, ini baju dari kantor kan Pak?” tanya Rani dengan menunjuk baju yang dipakai bapak di sampingnya.

“Saya jual es teh aja udah bisa beli mobil Pak, kemarin baru pelunasan rumah KPR, insyaallah bulan depan gerai es teh saya nambah dua cabang. Ya walaupun saya nggak kuliah, es teh saya ini bisa buat adek saya kuliah loh Pak.”

Rani seolah jumawa setelah mengatakan itu semua, dirinya bagaikan orang yang haus akan pujian. Perempuan manis itu menggelengkan kepala dengan cepat, oh ayolah siapa yang tidak enak hati jika pekerjaanmu dianggap rendah? Lagipula sombong terhadap orang sombong merupakan ibadah bukan?
Seseorang di belakang sang kakak itu merasa terkesima, ia terkesima atas keberanian Rani untuk speak up bukan atas kecapaian sang kakak. Reno tahu benar jika yang dikatakan kakaknya itu tidak sepenuhnya benar, perempuan muda di depannya itu lulus dengan gelar summa cumlaude dan paling bagus seangkatan, jelas tidak mungkin jika dia tidak kuliah.

“Ah kasar banget lu Kak, dibawa santai aja kenapa si,” bisik Reno kepada kakaknya setelah kepergian bapak tadi.

“Orang kayak gitu emang harus dikasih paham Ren, mereka tuh seakan lupa kalau di atas langit masih ada langit. Orang kakak loh nggak nyenggol sama sekali tiba-tiba disenggol, gila kali.”

Reno mengangkat bahu ke atas pertanda tidak tahu. “Ya siapa tahu bapak tadi emang diatasnya kita, Kak.”

“Nggak peduli gue mah, kaya harta tapi nol attitude di mata gue tetep nol Ren. Amit-amit dah gue punya mertua kayak gitu, setiap hari yang ada dibanding-bandingin terus sama menantunya yang lain.” Rani berucap dengan mengetuk kening dan meja secara berulang dengan mengucap istighfar sebanyak yang dia bisa.

“Eh Kak by the way soal kakak ipar emang belum ketemu?” tanya Reno penasaran.

Rani menggeleng.

“Yaelah Kak pilih-pilih amat soal suami, yang ada aja kenapa sih.”

“Dibayar berapa lo sama Papa berani bilang gitu ke gue?” tanya Rani balik.

“Hahaha apa sih Kak, gue kan sebagai adik yang baik hanya memberi saran toh kalau Kakak gamau juga gapapa. Lagian pilihan Papa juga yang terbaik buat lo, Kak.”

Rani tidak habis pikir melihat wajah polos Reno saat mengatakan semua kalimat tadi, bagaimana bisa dia dijadikan tumbal agar keluarganya senantiasa kaya?

“Heh Ren lo sadar ga sih Kakak mau dijodohin sama siapa? Lo sadar nggak siapa calon kakak? Tega lo liat kakak tercantik dan terbaik di dunia bersanding sama tua pria hidung belang? Istrinya aja udah dua Ren, kakak nih calon yang ketiga,” ujar Rani menggebu-gebu.

“Brondong aja kakak tolak Ren apalagi tua bangkotan.”

Reno tidak bisa menyembunyikan senyumannya, dia ingin tertawa terbahak-bahak namun takut menjadi pusat perhatian. Dia memang belum tahu calon kakak iparnya seperti apa namun dia sudah mendapat bocoran jika umur calon kakak iparnya tidak berbeda jauh dengan kakaknya. Ia memang sengaja tidak memberitahukan ini kepada Rani karena dia sangat senang jika sang kakak mulai membahas umur calonnya.

Reno senang melihat ekspresi geli sang kakak saat membayangkan calonnya, yah bisa dibilang alay namun itu lucu baginya. Dia juga sudah tahu jika di keluarganya semua dijodohkan, maka dari itu dia tidak pacaran karena pada akhirnya akan dipisahkan. Di umur mudanya ini Reno sudah berdamai dengan keadaan yang ada mengingat semua yang dia minta dituruti oleh sang Papa.

“Lo tuh buang-buang waktu tahu Kak, lima bulan yang lalu seharusnya sekarang udah seserahan. Lagian Kakak sih pakai acara nolak-nolak segala kalau ujungnya juga sama. Adanya cinta tuh karena terbiasa Kak, ingat pepatah Jawa yang bilang witing tresno jalaran soko kulino.”

“NGGAK!”

“Eh santai napa Kak, bikin orang kaget aja.”

Rani menggebrak meja dagangannya dengan keras, menunjuk Reno dengan jarinya dan melihatnya dengan intens. “Lo jangan remehin kemampuan kakak lo ini Ren, kerja di bawah tekanan aja bisa masa nyari jodoh di bawah tekanan nggak bisa. Gue ya lebih baik nggak nikah daripada harus sama calonnya Papa.”

“Udah suaminya tua, jadi istri ketiga, hidup menderita lagi aku di sana. Ngebayangin aja udah nggak kuat coy, amit-amit ya Allah,” ujar Rani penuh harap kepada sang maha kuasa.
.
.
.

STAY SAFE

witing tresno jalaran soko kulino = cinta ada karena terbiasa

aku gatau pepatahnya bener atau ngga, tpi yg pasti intinya kmu cinta seseorang karena setiap hri ketemu, ada kedekatan, ada interaksi setiap hri mknya setiap hri mkin nambah rasa sayangnya. mka dri situ pula bnyk kasus perselingkuhan yg rata” di dominasi rekan kerja, eh upss sorry emang fakta wkwkwkw 😙

semangat puasanya yeorobun 🤗

29 March 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang