9. Somasi

173 12 0
                                    

mari berteman di ig author = @echanwifeys dm aja nanti di follback kok

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Wirang – Wawes ft Guyin Waton

~~~~~

“Terakdang ada perasaan mendalam yang tidak bisa diobati oleh waktu dan keadaan.”

~~~~~

Roda kehidupan memang berputar seiring dengan berjalan waktu yang ada bukan, tentu kita tidak tahu seperti apa kehidupan orang lain karena kita bukan seorang peramal yang mampu meramalkan masa depan. Kaya dan miskin terjadi kepada setiap orang karena siapapun bisa jadi apapun.

Rani mengutuk kalimatnya beberapa detik yang lalu setelah menyadari bahwa roda kehidupan Tama sepertinya tidak akan berubah.

“Iya aku tahu, nggak usah sombong karena roda itu berputar.”

Aduh kenapa Rani bisa melupakan roda kehidupannya Tama sudah diganjal dengan batu besar, tidak mungkin bisa berputar.

“Kenapa bilang seperti itu?” tanya Tama dengan heran.

Rani kehabisan kata-kata melawan pria kaya di depannya ini, ada banyak hal yang sebenarnya ingin dia katakan namun sepertinya dia tidak berani. “Nggak papa Mas, lupain aja omonganku barusan.

“Bilang aja Ran, kamu iri kan?” ucap Rani dalam hati merutuki keiriannya terhadap Tama.

“Mas salah denger kali orang aku gak bilang apa-apa kok, ini bajunya buruan dipakai nanti malah masuk angin lagi.”

“Seharusnya kamu tidak perlu membantuku seperti ini Ran, aku malah kayak anak kecil kalau dipakein baju kayak gini,” gerutu Tama saat Rani memasukkan infus melewati lengannya.

“Nggak papa daripada harus nyusahin perawat buat bolak-balik ke sini.”

Tama hanya menaikkan satu sudut bibirnya mendengar cibiran Rani, ia sama sekali tidak menyangka Rani adalah tipe orang yang mengungkit-ungkit masa lalu yang sudah selesai. “Sup iganya udah nyampe?” tanyanya memperhatikan satu kresek besar yang dia duga adalah makanan.

“Udah Mas, aku pindahin dulu ke mangkok biar kamu makannya gak kesusahan.”

Tama memperhatikan dengan seksama bagaimana Rani menuangkan sup iga itu ke dalam mangkok, mengambil sendok, mengambil air dingin, mengambil tisu, dan terakhir mengipasi sup itu dengan sebuah buku pedoman pasien yang berada di dalam kamar inapnya.

Jika ia perhatikan Rani ini memang ulet dalam melakukan suatu hal, tidak hanya saat ini namun dari kemarin saat bersama wanita tua itu dia juga ulet membereskan sisa makanannya. Apa sebaiknya Rani dia rekrut saja menjadi kepala pelayan di rumahnya?

“Nasinya mau dicampur atau dipisah, Mas?”

“Dipisah aja.”

“Makannya mau dibantu atau makan sendiri? Kalau makan sendiri sebaiknya pelan-pelan aja biar infusnya gak banyak geser taku-”

Kalimat Rani yang belum selesai itu harus dipotong dengan sepihak oleh pria di hadapannya, membuatnya sendiri kesal bukan main.

“Perawat itu tidak perlu repot mengkhawatirkanku seperti itu, dia hanya berlebihan takut jika gajinya tidak dia terima sebentar lagi. Aku hanya menawarkan opsi terbaik baginya jika dia ingin menerima gaji lebih awal.”

Rani memutar bola matanya malas mendengar ocehan Tama yang sepertinya begitu sombong terhadap kekayaannya. “Uangmu berapa sih Mas, perasaan orang-orang kaya di luar sana tidak sombong seperti dirimu.”

Cibiran Rani yang terdengar pelan itu didengar oleh Tama yang membuat pria itu menaikkan satu alisnya bingung. Wah perempuan ini belum mengetahui aset miliknya secara penuh sepertinya.

“Papamu tidak akan segila ini memaksa kita menikah Ran jika dia tidak tahu asetku,” ucap Tama sarkas.

Kegiatan Rani yang tengah memasangkan baju kepada Tama berhenti seketika, menatap tangannya yang bergetar setelah mendengar perkataan sarkas Tama kepadanya. “Wah Mas Tama ini kalau ngomong suka bener, by the way ini cahaya apa yah kok terang banget? Aku lupa ternyata cahaya fakta.”

Tama menggelengkan kepala pelan mendengar Rani yang berucap seolah mengecek dirinya, perempuan itu bahkan memakaikan baju pasien rumah sakit kasar kepada dirinya.

“Mas Tama kan udah tahu sendiri tujuan Papa kayak apa, yaudah tolak aja daripada hartanya Mas nanti aku kuras habis,” ujar Rani bermaksud memberi saran.

“Kalau kamu gak mau nguras yaudah tolak aja usulan Papamu.”

Rani menggeleng kepala menjawab ucapan Tama, berbicara dengan Papa tidak semudah yang dibayangkan saudara-saudara apalagi jika ini menyangkut masa depan dia dan keluarganya beserta Reno. Ia tahu benar seperti apa keinginan sang papa, apalagi papanya juga ingin mencarikan uang saku tambahan untuk adik tercintanya itu.

“Kuras semampumu jika bisa,” ujar Tama memberi perlawanan.

Rani menggigit bibir bawahnya tidak suka melihat respon Tama yang justru menantangnya seperti itu, hei seberapa kaya pria ini hingga mampu menantang dirinya? Tidakkah dia tahu jika dia ini maling yang handal dan tidak meninggalkan jejak jika mengambil sesuatu.

“Jangan menantangku Mas, lagipula aku juga tidak berniat mengambil uang harta yang tidak jelas asal usulnya itu.”

“Kamu pikir aku korupsi?”tanya Tama tidak percaya.

Who knows?”

Tama menggertakkan gigi tidak terima bahwa pengorbanan untuk mengambil harta sang mama dianggap sebagai uang tidak halal. Semua uang yang dia dapat selama ini selalu jelas asal usulnya dan bagaimana cara mendapatkannya. “Jangan menyimpulkan sesuatu yang tidak kamu ketahui asal usulnya Ran, kemarin kamu baru saja menasehatiku seperti itu namun sekarang kamu sendiri yang bilang. Jadi orang kok gak konsisten.”

“Aku cuma bercanda Mas.”

“Bercandaan kamu itu salah, gak sopan bikin bercandaan kayak gitu.”

Rani seketika menyadari kesalahannya, ia mendudukan diri di seberang sofa dengan perasaan campur aduk. Sepertinya dia memang sudah keterlaluan, tidak seharusnya dia mengucapkan hal seperti tadi. “Maaf Mas.”

Tama menghembuskan napas mendengar kata maaf dari seseorang yang bahkan belum dia kenal sepenuhnya, membuatnya juga merasa bersalah karena mengatakan bahasa sedikit kasar kepada Rani. “Aku juga minta maaf udah ngomong kasar ke kamu Ran, pulang aja keburu malem,” ujar Tama sembari membenarkan letak bajunya.

Keadaan canggung membelenggu kedua orang berbeda jenis itu, entah dari kapan situasi canggung ini mulai melanda. Keduanya diam dengan Tama yang kembali berbaring dan Rani yang menunduk memainkan jari-jemarinya. Pria itu mengangkat kepala mendengar ucapan Rani yang membuatnya sedikit merasa tidak nyaman.

“Aku minta maaf Mas udah nyinggung perasaan Mas, aku nggak bermaksud sama sekali. Untuk kedepannya biar aku yang bilang ke Papa sama Papanya Mas Tama mengenai hubungan kita kedepannya seperti apa, sekali lagi maaf.”

Pria tampan itu menatap kepergian Rani dengan raut wajah yang sulit ditebak, hatinya seolah tidak rela ditinggalkan oleh perempuan yang digadang-gadang akan menjadi istrinya kelak. Pikiran aneh yang menyambangi kepalanya itu segera ia tepis dengan segera saat melihat tingkah laku Rani yang sepertinya tidak akan berani berbicara dengan sang papa membuat ia yakin perempuan itu akan kembali kepadanya dan menuntut uangnya seperti yang akan dilakukan Imam.

“Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya Rani, aku yakin kau besok akan kembali.”
.
.
.

STAY SAFE

king indo dicurangi mulu waktu main sma negara timur tengah, mna mas ridho gw kena kartu merah lgi ih sebel

30 April 2024

Garis LakonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang