Gak ada yang lebih sakit dihina dan diraguin sama ayah sendiri
Michelle Alexandra adalah anak pindahan dari Yogyakarta, lalu ia pindah ke jakarta di sekolah SMA Permata, sekarang ia duduk di kelas XI IPA dua. Ia pikir di hari pertamanya, ia akan merasa bahagia, nyatanya ada satu anak yang mengganggu pemikirannya. Namanya Langit, dia duduk menyendiri di belakang. Sepanjang hari tidak ada satupun yang mau mendekat ke arahnya, baru ia sadari kalau Langit itu berbeda dari anak-anak lainnya. Dia penderita tuna wicara. Michelle iba melihat Langit yang tidak memiliki satu temanpun, apa karena dia memiliki kekurangan jadi tak ada yang mau berteman dengannya.
"Kenapa banyak anak-anak yang jauhin langit, apa karena dia bisu?" tanya Michelle.
Saat ini ia berada di kantin bersama dengan Letta. Dia adalah teman pertamanya di sekolah ini. Ia penasaran tentang langit.
"Ya, begitulah."
"Seharusnya karena dia banyak kurangnya, kita sebagai temen bantu dia biar dia nggak kesusahan. Maaf aku anak baru, jadi aku kaget aja Letta waktu tau anak-anak pada jauhin Langit."
"Kalau aku mah biasa aja sama langit, nggak ikut bully juga. Cuma aku diem aja nggak mau tau, takut dijauhin temen-temen karena peduli sama langit." Letta menjawab itu sambil memakan somay yang ia pesan.
"Nggak ngerti aku sama orang-orang yang suka bully langit, padahal temen sekelas." Michelle mengelengkan kepalanya memikirkan hal itu.
"Namanya juga hidup, yang kuat berkuasa dan yang lemah ditindas. Kamu kenapa tanya-tanya langit, kamu naksir?"
"Enggak naksir, aku cuma kasian aja. Aku ngerasa walaupun dia agak dingin, tapi dia hidup dia berat."
"Entahlah, aku juga nggak mau tau tentang dia, aku cari aman, kamu mending cari aman aja, dari pada nanti jauhin anak-anak. Nanti kamu dikira sok pahlawan, apalagi kamu masih anak baru, Michelle."
"It's okay aku nggak selemah itu." Michelle tidak pernah takut jika ada yang memusuhinya.
"Gue udah ngingetin."
***
Langit baru pulang dari latihan taekwondo. Ketika sampai di rumah, terasa sepi. Tidak ada ayah dan saudara-saudaranya. Sepertinya mereka pergi lagi meninggalkannya. Ia tidak pernah diajak setiap mereka pergi ke manapun.
"Gue ditinggal lagi?" ujar Langit dalam hati.
Langit pikir mereka adalah keluarga, tapi setiap mereka makan malam di luar, ia tak pernah diajak. Sakit, tapi langit bisa apa? Selain menangis. Langit kira, ia bakal diterima di keluarga ini, nyatanya tidak, ia hanya dianggap beban karena kekurangannya.
Ketika Langit duduk di kursi belajarnya, ia membaca pesan yang dikirim ayahnya di grup keluarga. Hati langit sesak membaca itu.
Hendra
- Ayah mau pergi sama senja dan laut, kamu jaga rumah kalau mau makan. makan saja sisa tadi pagi.
Lihat betapa tega ayahnya, yang menyuruh dirinya makan makanan sisa tadi pagi. Sedangkan mereka bertiga makan enak di luar. Tapi Langit tetap bahagia, karena ayahnya masih mengingat dan mau mengingatkan ia untuk makan.
Langit
- Makasih ayah, udah ingatin langit makan, walaupun cuma makanan sisa, tapi langit senang ayah udah inge sama langit, kalian have fun, langitkan bagi ayah anak yang ngak berguna
Hendra
- Nggak usah mikir yang aneh-aneh, kamu belajar aja yang piter
- Ayah udah keluar uang banyak buat nyekolahin kamu, kamu tanpa saya, kamu nggak bisa apa-apa!!!
Langit terdiam membaca itu, ia tahu tanpa ayahnya, ia tak bisa apapun. Hanya saja ia iri karena tidak mendapatkan kasih sayang seperti laut dan Senja. Ia hanya iri dan ingin makan bersama mereka. sedangkan ia hanya di rumah sendirian, makan-makanan sisa. Ia rindu hangatnya keluarga, terakhir kali ia rasakan ketika mamanya masih ada, tapi semenjak kematian mamanya semua berubah, ia hanya seorang diri, tanpa ada hangatnya keluarga yang memeluknya.
"Ayah, apa karena aku terlahir cacat ayah membenciku, berbeda dengan kak senja dan laut, yang selalu ayah sayang, langit juga mau disayang ayah." Langit menulis itu dalam buku diarinya sambil menangis, berharap kalau ayahnya bisa berubah dan juga menganggapnya sebagai anak.
***
Langit baru saja selesai cuci piring, ia makan. makanan sisa tadi pagi. Tidak ada daging, ayam atau ikan, hanya ada sayur yang rasanya sudah masam dan juga beberapa potong tempe dan sisa sambal. Namun ia tetap makan karena ia lapar. Membayangkan keluarganya yang makan enak di luar membuatnya menangis.
Langit juga mau makan enak, langit mau makan daging juga. Kapan ya ia bisa makan enak? Ia juga tak memiliki uang untuk beli. Uangnya hanya cukup untuk ongkos sekolah, sedangkan untuk jajan kekantin saja ia hanya bisa beli roti dan air. Sakit sekali membayangkan hal itu. sedangkan Laut dan Senja selalu diberikan uang lebih.
Ketika pukul sembilan malam, mereka pulang, tiba-tiba Senja datang ke kamarnya. Ia pikir Senja ingin membawakan makanan atau oleh-oleh dari kepergian mereka. nyatanya kakak pertamanya itu malah mengomelinya. Lagi pula untuk apa mengharapakan hal seperti itu pada mereka.
"Pliss jaga ketikan lo sama ayah, dia itu ayah kita lo harus punya hormat!!"
Langit kemudian menulis di sebuah kertas memberikannya pada senja.
"Ayah kita? Ayah lo doang, dia Cuma peduli sama lo dan laut. Sedangkan gue selalu dibilang anak cacat, anak nggak berguna, dan anak pembawa sial, beda sama lo anak kesayangan dia."
"Gue bilang kayak gini biar ayah nggak makin benci sama lo, gue sebagai kakak nggak mau lo sama ayah ribut terus." Kadang Senja juga lelah melihat ayah dan adiknya ini terus bertengkar, ia harap Langit mau memaklumi ayahnya.
Langit kembali menulis, ia mencurahkan isi hatinya sebagai anak tengah selama ini, ia berharap kakaknya itu juga tahu perasaannya. Ia harap kakaknya itu bisa simpati dan peduli dengannya.
"Gue sebagai anak tengah yang cacat bisa apa, kak? Bisa mati."
Senja terdiam membaca tulisan itu, lalu ia keluar tanpa mengatakan apapun. Ia juga dilemma, hatinya tiba-tiba jadi kasian pada Langit, tapi ia tak punya pilihan jika ia membela Langit pasti ayahnya akan membencinya.
Langit melihat kepergian Senja dengan tawa miris dalam hati. Tidak ada yang peduli dengann dirinya di keluarga ini.
Namun tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari adiknya Laut. Entahlah Langit harus senang atau tidak. Namun rasanya masih sakit jika mengingat mereka yang pergi tanpa dirinya. Seharusnya mereka juga iba dan ingat dirinya yang di rumah sendiri.
Laut.
-Kak jangan ambil hati apa yang dichat ayah tadi di grup
- aku tahu kok sebenarnya ayah juga sayang kakak, cuman caranya salah aja
Langit
-Nggak tau, gue udah capek sama keluarga ini, gue punya keluarga berasa nggak ada keluarga.
Laut.
-Laut peduli kok sama kakak
Langit.
- Brisik! Nggak usah sok peduli sama gue, lo sama aja kayak Kak Senja.
Langit menaruh ponselnya, ia benci saat-saat ini. Ia jadi merindukan mamanya, Langit ingin bersama mamanya, apa ia ikut saja mamanya, pergi ke surga. Apa ia mati saja?
****
Gimana part ini?
follow instagram aku wgulla_
next or no?
100 koment baru lanjut ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit juga anak ayah | Tamat
Roman pour Adolescents"Gue gak pernah minta dilahirin, di dunia." -Langit. "Anak ayah bukan hanya Laut dan senja saja, tapi yang ayah sayang hanya mereka, langit juga nggak pernah minta untuk terlahir cacat." Langit seorang anak disabilitas yang tidak bisa berbicara, mem...