Senja
Laut
***
Gue juga bagian dari keluarga, tapi kenapa cuma Senja dan Laut yang ayah sayang.
****
Langit sedang menali Sepatu di depan pintu. Tiba-tiba ayahnya datang. Langit senang, ia pikir ayahnya ingin pamit padanya. Namun nyatanya perkataan ayahnya membuatnya sakit.
"Nanti ada rekan bisnis ayah yang ke rumah, kamu di dalam kamar aja atau kamu main keluar, main aja nggak usah pulang." Hati langit teriris mendengar itu, sakit sekali rasanya. Segitu malunya ayah dengan kehadirannya di keluarga ini hingga ayahnya tak mau memperkenalkannya.
Langit menulis sesuatu di buku catatan agar, ayahnya membaca tulisannya.
"Ayah takut rekan bisnis ayah tau, kalau ayah punya anak cacat kayak aku, makannya ayah suruh aku pergi?"
"Ayah malu punya anak kayak kamu."
Singkat, pada tapi menyakitkan. Langit hanya bisa tersenyum kecil. Ia ingin menangis namun ia tahan. Ia tidak boleh cengeng. Mamanya selalu bilang ia harus jadi anak yang kuat seberat apapun cobaannya. Ayahnya selalu menyakitinya bukan hanya dengan pukulan tapi juga dengan kata-kata menyakitkan.
Langit ingin membalas, tapi ayahnya pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun. Langit hanya bisa menulis di selembar kertas lalu menaruhnya di atas meja. Berharap ayahnya akan membaca tulisan itu.
"Anak ayah bukan cuman kak senja dan laut aja, tapi aku juga. Aku juga anak ayah, darah daging ayah. Aku juga ingin diperlakukan sama seperti kakak dan adik aku. aku juga bagian dari keluarga Airlangga."
Entahlah ayahnya akan membaca itu atau tidak, namun Langit masih berharap ayahnya akan menganggap dirinya sebagai anak. Dari ketiga anaknya, hanya ia yang tak pernah dikenalkan ke rekan bisnisnya. Ayah malu jika ada orang yang tahu kalau punya anak cacat sepertinya. Sedih, dan juga capek. Tapi apa yang bisa Langit harapkan, ayahnya terlalu malu memiliki diirnya yang hanya dianggap sebagai beban dan aib keluarga.
***
Langit lupa kalau di rumahnya masih ada tamu dari rekan bisnis ayahnya. Kakinya sakit karena latihan taekwondo hari ini. Tadi ia sempat berpapasan dengan ayah dan rekan bisnisnya. Namun ia memilih untuk langsung naik ke atas masuk ke dalam kamar. Sampai di kamar Langit langsung tiduran di kasur karena lelah. Ia lapar, tapi ia tahan.
Sepuluh menit kemudian tiba-tiba ayahnya masuk ke dalam kamar. Langit terbangun dari tidurnya. Ia menatap ke arah ayahnya yang terlihat kesal. Ada apa? Kenapa ayahnya kesal padanya? Apa ia melakukan kesalahan lagi?
"Kamu lupa yang ayah bilang, tadi pagi?" tanya Hendra pada anaknya, padahal ia sudah memberitahu untuk tidak pulang ke rumah jam segini.
"Ayah udah bilang jangan muncul di rumah, gara-gara kamu tadi rekan bisnis ayah jadi tanya kamu siapa. Ayah udah capek nyembunyiin identitas kamu, tapi kamu malah ngerusak semua itu." Hendra marah karena perbuatan yang dilakukan oleh Langit.
Langit kemudian menulis di kertas biasa ia gunakan. Ayahnya tak bisa berbahasa isyarat. Begitu juga seluruh keluarganya jadi ia hanya bisa menulis ketika mau berbicara.
"Maafin langit ayah, tadi langit baru pulang latihan taekwondo. Kaki langit kebentur jadi langit cepet-cepet mau istirahat di rumah."
"Kamu pikir ayah peduli? Kamu sakit atau kecelakaan ayah nggak peduli. Gara-gara kamu ayah jadi malu, jadi anak selalu ngelawan. Emang apa yang udah kamu kasih ke ayah selama ini? Nggak ada kan? Yang ada ayah ngeluarin banyak uang, tenaga dan waktu cuma buat ngurus anak cacat kayak kamu."
"Maafin langit ayah."
"Terserah percuma juga ngomong sama anak yang nggak bisa ngomong kayak kamu." Setelah mengatakan itu Hendra pergi dari kamar itu sambil membanting pintu dengan keras.
Sedangkan Langit hanya bisa diam, ia ingin menangis tapi ia sudah lelah. Ia hanya bisa menghembuskan napas. Ia harus kuat. Langit tau kalau ia belum bisa balas semua apa yang ayahnya kasih untuknya, tapi apa ada orang tua yang perhitungan sama anaknya? Kenapa ayahnya tega bilang gitu sama langit? Untuk apa ia ada jika setiap ada masalah biaya sekolah dan ngerawat anak kandungnya sendiri masih suka dihitung-hitung dan diungkit.
Langit memandang beberapa piala dan mendali yang ia punya di kamarnya. Ayahnya tak menghiraukan itu dan hanya jadi pajangan. Padahal ia selalu berusaha keras latihan, ia ingin jadi atlit sukses agar bisa mengganti semua biaya yang ayahnya keluarkan darinya. Ia sadar ia harus bisa mengganti apa yang ayahnya berikan, karena ia tidak mau disebut anak durhaka. Dan juga membanggakan ayahnya, kalau memiliki anak berbakat seperti dirinya. Hanya saja ayah nggak pernah peduli dengan apa yang ia lakukan. Bahkan tak pernah datang disetiap lombanya.
***
Laut masuk ke dalam kamarnya, sambil membawa kotak obat. Awalnya langit ingin menolak tapi adiknya itu memaksa. Jadi ia hanya bisa pasrah ketika kakinya diobati. Jujur ia sedikit menghangat dengan perhatian Laut. Meski kadang Laut tak peduli padanya, tapi kadang Laut baik padanya.
"Ini kakak luka karena latihan bukan karena berantem?" tanya Laut, ia merasa aneh dengan luka yang berada di wajah Langit. Ia tidak sengaja melihat luka itu.
Langit kemudian menulis di kertasnya, memberitahu Laut. Jujur luka di wajahnya itu bukan karena latihan, tapi karena ia dibully di sekolah. Namun ia tidak memberitahu ayahnya. Untung ayahnya juga tidak melihat luka di wajahnya, kalau ayahnya tahu pasti ia akan kena marah.
"Berisik nggak usah banyak tanya, kalau karena berantem kamu mau ngadu ke ayah biar gue diomelin dan makin dibenci ayah."
"Nggak kak, aku hanya tanya aja. Aku nggak ada niat adu domba kakak. Aku nggak sengaja liat luka di wajah kakak, mau aku obtain sekalian?" ujar Laut.
"Terserah."
"Kak, kenapa kakak nggak pernah mau ngakuin aku adik di sekolah?" tanya Laut, sambil mengobati wajah langit yang ada beberapa luka kecil.
"Kalau orang-orang tahu aku adik kakak, pasti mereka nggak akan bully kakak."
"Kamu lupa kata ayah, ayah bilang jangan sampai ada yang tahu kalau kita itu keluarga. kalau ada yang tahu nanti gue makin dibenci ayah."
Sebenarnya Laut baik, tapi Langit tidak mau kerena rasa peduli Laut padanya, bikin hidupnya makin rumit. Langit tidak mau orang-orang ikut benci Laut karena dirinya. Bagi Langit, Laut terlalu polos untuk hidup di dunia yang kejam ini.
Setelah Langit menulis itu Laut terdiam. Apa yang dikatakan kakaknya itu ada benarnya. Ayahnya pernah mengomelinya karena mendekati Langit. Ia tidak boleh terlalu dekat dengan Langit. Entahlah apa yang dipikirkan ayahnya itu.
"Maaf, kak, kalau selama ini Laut cuma bisa diem setiap ayah mukul atau ngomelin kakak. Laut nggak bisa bantu apa-apa."
"Gue udah terbiasa sendiri jadi lo nggak usah khawatir."
****
Gimana part ini?
follow instagram aku wgulla_
next or no?
100 koment baru lanjut ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit juga anak ayah | Tamat
Teen Fiction"Gue gak pernah minta dilahirin, di dunia." -Langit. "Anak ayah bukan hanya Laut dan senja saja, tapi yang ayah sayang hanya mereka, langit juga nggak pernah minta untuk terlahir cacat." Langit seorang anak disabilitas yang tidak bisa berbicara, mem...