Seseorang kalau udah cinta sama kita, dia gak akan ngeliat kekurangan kita sebagai aib, justru dia akan ngeliat kurangnya kita sebagai keistimewaan.
Laut berada di rumah sakit, bersama kakaknya. Lukanya tak parah, hanya saja tadi ia pingsan. Ketika kakaknya pergi keluar. Ia tadi tak sengaja membaca pesan di ponsel kakaknya itu yang dikirim oleh Langit. Ia jadi merasa bersalah, karena dirinya sakit, kakaknya yang Bernama Langit harus menjadi pelampiasan kemarahan sang ayah. Ia ingin membicarakan perihal Langit kepada kakaknya itu. Ia rasa semua ini sudah keterluan. Perlakuan keluarganya sudah di luar batas. Bagaimanapun Langit juga saudaranya.
Meski Langit tidak sempurna, dan terlahir cacat, tapi kakaknya itu selalu membelanya ketika di sekolah. Hal itu membuat Laut tahu kalau kakanya itu sayang padanya, bahkan memberikannya hadiah ulang tahun. Bodohnya ia tak pernah tahu kapan hari ulang tahun kakaknya itu.
"Kak, kayaknya kita udah keterlaluan sama Kak Langit, kita gak bisa diem aja ngeliat dia disiksa sama ayah terus-terusan." Laut mengatakan itu dengan sedih.
"Gue juga udah tahu, tapi gue bingung harus apa." Senja tak harus berbuat seperti apa lagi. Semuanya terasa serba salah di matanya. Kalau ia membela Langhit, pasti akan terlihat seperti melawan sang ayah.
"Dia saudara kita juga, kak." Laut mengingatkan, ia sedih pasti ibunya di surga sana kecewa pada dirinya karena jahat pada saudaranya sendiri.
"Gue gak bisa ngelawan ayah, meski di sisi lainnya gue kadang juga kasian sama Langit." Senja juga bingung harus apa, Ia tak bisa melakukan apapun termasuk melawan ayahnya. Ia takut kena imbas juga.
"Kak Senja, aku takut kalau Kak Langit bunuh diri lagi. Jujur Kak Langit suka nolongin aku waktu aku di bully di sekolah." Laut berusaha untuk memberitahu Senja, kalau Langit baik. Langit selalu menganggapnya sebagai seorang adik. Bahkan kakaknya itu selalu menjaganya ketika ada yang menyakitinya di sekolah.
"Kakak bakal cari cara buat nyelesain ini, semoga ayah bisa sayang sama Langit." Laut terdiam mendengar itu. Ia berharap ada keajaiban untuk kakaknya yang satu itu. Ia tidak bisa melihat kakaknya itu terus hidup menderita. Langit berhak mendapatkan kebahagiaannya.
***
Jam istirahat, biasanya Michelle yang akan menghampiri Langit tapi hari ini yang terjadi sebaliknya. Hal itu membuat Michelle senang. Hatinya berbunga-bunga, bahkan ia tak bisa untuk tidak tersenyum menatap sosok lelaki yang ia cintai.
'Ada waktu nanti habis pulang sekolah?' tanya Langit menggunakan bahasa isyarat.
"Ada, Kenapa?"
'Mau ajak kamu nonton bioskop.'
"Kamu serius?" Senang sekali ketika tahu Langit mengajaknya menonton. Ia merasa Langit manis sekali hari ini. Tidak seperti biasanya. Jarang-jarang Langit mengajaknya. Walaupun dia kadang cuek sama aku, tapi gak apa-apa yang penting dia diem-diem perhatian sama aku.
'Kalau gak mau yaudah.'
"Ih cepet banget ngambeknya, jelas dong aku mau. Apalagi yang ajak pacar aku yang jaim ini." Michelle mengatakan itu dengan antusias. Ia tidak peduli dengan tatapan anak-anak di kelas yang menatap mereka iri dan sirik. Ia ingin menunjukan kalau ia bahagai pacaran sama Langit, meski mereka bilang kalau Langit itu cacat. Namun di matanya Langit itu sempurna.
'3 Hari lagi, aku mau turnamen ke Bali. Sebelum aku pergi, aku mau ajak kamu nonton bioskop. Biar kayak orang pacaran pada umumnya." Mendengar itu membuat Michelle tersenyum senang. Ia senang karena Langit mau berusaha untuk menyenangkannya meski cowok itu tak tahu cara berpacaran.
"Semangat turnamennya, semoga kamu bisa menang biar semua orang yang ngerendahin kamu tahu kalau kamu itu berharga, My sky." Mungkin itu akan menjadi panggilan sayang Michelle untuk Langit.
Mendengar kata terakhir Michelle yang diucapkan untuknya membuat Langit salah tingkah. Ia merona, wajahnya memerah. Namun ia tak mau Michelle sampai tahu hal ini. Jadi ia berusaha untuk mengalihkan perhatian.
'Kemenangan aku cuma buat Mama, bukan siapa-siapa.' Langit membalas menggunakna bahasa isyarat, ia menoleh ke samping enggan menatap sosok Michelle.
"Iya, apapun itu, kamu harus menang dan semangat."
'Makasih udah dukung aku.'
****
"Ini gaji kamu, saya lebihkan dua ratus ribu."
Langit menerima beberapa lembar uang ratusan ribu dari bosnya. Ia terharu sekali karena bisa menghasilkan uang dengan usahanya sendiri.
Bosnya bernama Pak Ryan. Dia adalah pemilik restoran tempat ia bekerja. Sebelumnya mereka bertemu disaat Pak Ryan hendak dicopet. Langit yang menolongnya. Setelah itu mereka saling dekat, ketika Pak Ryan tahu Langit sedang mencari kerja, ia menawarkan kerjaan pada anak itu.
Tangan Pak Ryan kemudian menepuk pundak Langit. Ia terharu melihat Langit yang masih banyak kekurangan, tapi tidak malu untuk mencari uang. Jarang sekali ada anak muda seperti Langit. Biasanya mereka hanya tahu menghabiskan uang.
Langit mengeluarkan ponsel, lalu ia mengetik sesuatu di ponselnya untuk disampaikan kepada bosnya itu. Bosnya itu tidak bisa bahasa isyarat, satu-satunya komunikasi hanya bisa melalui ponsel.
Kata "Terima kasih."
Lalu ia menunjukkan itu paada Pak Ryan. Entahlah meski begitu, perlakukan Pak Ryan sangat baik padanya. Kadang beliau memberikannya makanan ketika ia sampai ke sini. Beliau seakan tahu kalau ia belum makan siang, mengingat ayahnya tidak memberikan uang saku. Ia juga diperhatikan sudah makan atau belum.
Apa yang beliau lakukan seperti seorang ayah pada anaknya. Hal yang tak pernah ia dapatkan dari ayahnya. Bahkan perhatian kecil seperti ini, ayahnya tak pernah bisa. Setelah itu Langit ijin mau turnamen Ke Bali pada Pak Ryan. Ia pikir ia akan dimarahi, tapi nyatanya sebaliknya. Bosnya itu malah memujinya. Hal itu membuat mata Langit berkaca-kaca. Ia terharu sekali.
"Kamu hebat sekali, bapak doakan kamu menang dan bisa mewakili Indonesia di tingkat Internasional, Bapak bangga sama kamu." Kalimat sederhana yang tak pernah ia dapatkan dari sang ayah. Ayahnya tak pernah bangga memilikinya, bahkan selalu menganggapnya sebagai pembawa sial.
Namun sekarang ada sosok yang seperti seorang ayah yang memuji prestasi dan bangga mengenalnya. Mata Langit berkaca-kaca, andai yang mengatakan hal seperti itu adalah ayahnya, pasti ia akan sangat senang. Namun hal itu tidak akan pernah terjadi. Ayahnya tidak akan pernah bangga memiliki anak cacat seperti dirinya. Hal itu membuat Langit sadar diri.
"Nanti kalau udah jadi atlit terkenal jangan lupa sama bapak, okey?" tangan kanan Pak Ryan menepuk-nepuk kepala Langit bagai ayah dan anak. Lalu Langit menulis di ponselnya dan menunjuukan pada Pak Ryan.
"SIAP!!!"
Disaat itu juga Langit meyakini apa yang pernah Michelle katakan. Gak semua orang membenci dirinya. Ternyata masih ada orang yang peduli dan sayang padanya. Ia merasa semangat kembali untuk hidup. Ia tidak sendiri sekarang.
***
Halo semoga sukaaa
part cerita ini memang jarang bahagia soalnya ini cerita angst
siapin tisu
spam next untuk updatee
makasih udah dukung akuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit juga anak ayah | Tamat
Teen Fiction"Gue gak pernah minta dilahirin, di dunia." -Langit. "Anak ayah bukan hanya Laut dan senja saja, tapi yang ayah sayang hanya mereka, langit juga nggak pernah minta untuk terlahir cacat." Langit seorang anak disabilitas yang tidak bisa berbicara, mem...