03 - Langit mendung seperti itulah hidupku

957 75 30
                                    


Hidup yang aku punya itu ibarat warna hitam, hanya ada penderitaan.

Bel istirahat berbunyi, beberapa anak keluar untuk istirahat di kantin. Berbeda dengan Langit yang memilih di dalam kelas, karena uangnya tidak cukup untuk jajan, disaat Langit sedang merapikan buku-bukunya. Ada seorang gadis duduk di sebelahnya. Langit tahu kalau gadis itu anak baru di kelas. Untuk apa gadis itu menghampirinya? Apa dia belum tahu kalau ia adalah anak yang tidak pantas untuk ditemani. Seharusnya ia dijauhi, atau gadis itu mau ikut membully dirinya?

"Hai, aku Michelle Alexandra biasa dipanggil Michie atau Michel terserah kamu panggil apa." Michelle mencoba memperkenalkan diri pada Langit. Bahkan ia tersenyum lebar berharap Langit akan menyambut dirinya.

Namun ternyata balasan Langit tidak sesuai dengan apa yang Michelle harapkan. Wajah Langit terlihat tidak bersahabat. Bahkan cowok itu tidak menyambut uluran tangannya untuk kenalan. Cowok itu malah menulis sesuatu di kertas.

"Gue udah capek, gue nggak mau nambah masalah lagi dengan kenal sama orang. Gue bisa ngelakuin apapun sendiri."

Membaca itu Michelle jadi sedih, karena ia ditolak menjadi teman Langit. Padahal ia hanya ingin berteman. Ia merasa kasian karena Langit tidak memiliki teman di kelas.

"Tapi gue pengen banget jadi temen lo, mau berangkat bareng besok. Gue tunggu di halte."

"Gak usah ganggu gue."

Ternyata sesulit itu berteman dengan Langit. Apa Langit trauma memiliki teman? Hingga berkata seperti itu. Michelle merasa Langit memendam sesuatu. Ia bisa melihat kesedihan dan kesepian dari tatapan Langit.

Langit tidak peduli dengan ajakan Michelle yang ingin berteman lebih dekat dengannya. Bagi Langit hidupnya itu ibarat warna hitam, cuma ada penderitaan. Ia tidak mau kehadiran Michelle membuat hidupnya semakin rumit.

"Gue cuma mau bilang, gue nggak suka dikasihanin, kalau lo mau temanan sama gue karena kasian mending lo pergi. Walaupun gue cacat tapi gue bisa ngelakuin apapun sendiri tanap repotin orang lain."

Membaca tulisan langit membuat wajah Michelle murung, meski begitu ia juga tak akan menyerah semudah itu. Ia ingin menjadi teman Langit tak peduli jika ia ditolak sekalipun. Ia ingin Langit sadar meskipun Langit cacat, tidak semua orang benci dia, tapi masih ada yang sayang dia.

"Kamu beneran nggak mau berteman sama aku?"

"Enggak."

"Itu, pipi kamu lebam kenapa? kamu habis berantem?"

"Gak usah peduli sama gue."

"Kamu baik-baik aja, kan. Ini plaster luka buat kamu."

"Pliss, berhenti khawatirin gue. Lo cuman nambah beban hidup gue."

"Langit, aku cuman pengen jadi temen kamu aja itu udah cukup."

"Gue nggak butuh temen. Lagian nggak ada manfaatnya temenan sama gue. Lo nggak bakal bisa cari kebahagia di gue, yang ada hanya penderitaan."

"Kamu jangan gitu, itu artinya masih ada yang peduli sama kamu."

"BACOT!! GAK USAH CAPER SAMA GUE!! PERGI LO!! GUE BISA SENDIRI. BAGI GUE, GUE CUMA PUNYA DIRI GUE SENDIRI. GUE NGGAK BUTUH TEMEN, SAHABAT ATAUPUN KELUARGA."

'Sakit baca tulisan yang ditulis langit. Dia kasar, tapi aku ngerasa Langit memang sengaja ngelakuin hal itu sam aku, biar aku menjauh. Karena dia nggak mau aku ngerasain luka di hidup dia. Padahal aku peduli sama dia,tapi dia seolah-olah bisa ngelakuin semuanya sendirian.' Michelle mengatakan itu dalam hati. Ia tersenyum kecil.

Michelle kemudian pergi dari sana. Meski sudah dikasari Langit, tapi ia malah membuatnya makin tertarik. Ia ingin tahu lebih dalam tentang langit.

****

Langit berada di tempat latihan taekwondo. Ia baru saja beristirahat. Hari ini melelahkan sekali, ditambah anak baru bernama Michelle yang selalu mengejarnya ingin berteman. Langit berusaha mengabaikan gadis itu. Langit menyeka keringat dari dahinya. Disaat itu pula ada pesan dari ayahnya.

Apalagi? Entahlah setiap ia membaca pesan ayahnya selalu saja berisi tentang beliau yang memakinya. Hal itu membuat Langit sedih. Tak pernah ayahnya mengiriminya pesan baik-baik.

Hendra.

- Dasar idiot, capek ayah bilangin kamu berapa kali, dibilang jangan cari masalah

- Kamu berantem lagi, dan ayah disuruh ke sekolah lagi, ayah itu sibuk bukan cuma ngurusin anak idiot kayak kamu Nanti malam temuin ayah di ruang kerja, kamu perlu ayah kasih pelajaran biar nurut.

Ayah akan memberikannya pelajaran, Langit tahu maksud dari kalimat itu. ayahnya akan memukulnya kalau ia tidak menurut. Hal itu bukanlah hal yang baru buat dirinya. Ia sudah terbiasa dipukul ayahnya.

Kadang ia merasa Tuhan tidak adil. Buat apa ia hidup? Kalau ia tidak bisa berbicara. Bahkan untuk membela diri sendiri saja ia tidak bisa. Padahal Langit adalah korban, tapi ia yang dibully tapi ia yang dituduh sebagai pelaku dan tidak ada satupun orang yang percaya sama dirinya termasuk ayahnya sendiri.

Langit menghembuskan napas, ia rasa ia mulai lelah dengan semua ini. Ia ingin berhenti.

***

Pulang sekolah bukannya disambut dengan pelukan, namun pukulan. Seperti itulah langit. Ia habis dipukuli ayahnya dengan ikat pinggang di ruang kerja. pukulan tersebut menyisakan bekas luka berwarna merah dan juga cairan darah di punggugnya. Sakit, tapi ia hanya bisa diam.

Ketika setiap pukulan itu mengenai punggungnya, ia hanya bisa menangis tanpa suara. Ingin sekali ia berteriak. 

"Ayah, sakit," ujar Langit dalam hati. Hanya itu yang ia bisa. Ia hanya bisa terisak tanpa suara. Menangis tanpa suara adalah hal yang paling menyakitkan.untuknya.

"Sakit, kan? Makannya jadi anak nurut!!" Hendra memaki Langit sambil menyabet putranya itu, ia tak peduli dengan Langit yang kesakitan. Ia meluapkan semua emosinya pada anaknya itu. Ia kesal karena omongannya tak pernah dipedulikan.

"Mulai besok kamu nggak ayah kasih uang jajan lagi, ini pelajaran buat kamu biar nggak bikin masalah lagi."

"Ayah malu Langit, ayah malu harus datang ke sekolah ngurusin anak kayak kamu."

"Nurut sama ayah apa susahnya?!! Apa kamu nggak usah sekolah aja!! Atau kamu mati aja. Ayah udah capek ngerawat kamu!!"

"Kenapa kamu harus ada!!! Ayah malu punya anak kayak kamu!"

Dari semua anak ayah, hanya ia yang selalu dipukul, sedangkan Senja dan Laut tidak pernah. Ia selalu bertanya-tanya kenapa hanya langit? Sakit, tapi lebih sakit hati langit, karena hanya ia saja yang diperlakukan ini. Padahal mereka sama-sama anaknya.

"Kak maafin ayah, tadi ayah emosi makannya kehilangan control sampai pukul kakak," ujar Laut setelah melihat kakaknya keluar dari ruang kerja.

"Kenapa lo yang minta maaf? Yang mukul ayah, seharusnya ayah yang minta maaf. Sedangkan orang yang lo belain nggak merasa bersalah."

"Laut juga minta maaf, karena hanya bisa diam dan nggak bisa berbuat apapun untuk bela kakak." Laut sedih karena ia hanya bisa diam.

"Gue mau istirahat."

Langit tak peduli dengan ituu, ia memilih untuk kembali ke kamar. Ia sangat rindu mamanya. Andai mamanya di sini pasti mamanya akan membelanya. Mamanya tidak akan membiarkan ayahnya memukulnya seperti ini.

"Ma, langit capk, kapan ayah sadar, kalau langit juga anaknya, Ma?"

*****

****

Gimana part ini?

follow instagram aku yaaa namanya wgulla_

next or no?

100 koment baru lanjut ya

Langit juga anak ayah | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang