Iri sama adik atau kakak kita bolehkan? Aku cuma mau disayang kayak mereka.
Malam itu Langit kelaparan, namun ia tak menemukan lauk apapun. Langit mendesah apa ia harus makan nasi dengan kecap atau garam saja? Namun ia tiba-tiba melihat semangkuk piring berisi kuah dan sisa-sisa mie rebus sedikit, tapi masih layak untuk di makan. Perutnya yang terasa lapar, membuat Langit terpaksa memakan itu. Entah itu milik siapa yang tidak dihabiskan.
Setelah mengambil piring berisi nasi, Langit duduk makan menggunakan sisa-sisa kuah mie itu sebagai lauk. Ini lebih baik dari pada makan hanya dengan kecap atau garam. Rasanya enak dan nikmat, mungkin karena lapar, apalagi kalau makan ayam atau daging pasti lebih enak lagi. Langit tersenyum miris karena ia tidak disisakan satu pun lauk di meja makan.
"Kak, jangan bilang kakak makan kuah mie sisanya punyaku?" tanya Laut. Ia kaget karena Langit memakan makanan sisanya. Ada sedikit rasa iba dan kasihan.
Langit mengambil ponselnya di saku, lalu mengetik sesuatu di notenya agar Laut bisa membaca pesannya.
"Iya, gue yang makan, gue lapar." Terpaksa langit makan itu, karena ia sudah lapar.
"Astaga, Kak, tu makanan sisa baru mau aku buang. Kalau kakak lapar, bilang ke aku nanti aku beliin makanan."
"Gak apa-apa makan itu aja cukup."
Laut menatap kakaknya itu iba. Kasian sekali kakaknya itu harus sampai makan makanan sisa. Gara-gara dihukum ayah, bahkan tidak diberikan uang saku selama seminggu.
"Gue ke kamar dulu."
"Kak tunggu, besok mau bonceng aku, gak? Kita berangkat bareng sekolah bareng." Laut tahu kalau Langit tidak memiliki uang yang cukup untuk naik busway.
"Gak usah, gue naik busway aja."
"Tapi, kak, uang kakak cukup. Laut takut kakak kesusahan karena hukuman ayah. Aku sebagai adik peduli, nggak mau kakak sendirian ngadepin ini."
"Gue bisa sendiri, ingat kata ayah, jangan terlalu deket sama gue, gue nggak mau lo dibenci ayah karena selalu perhatian sama gue, cukup gue yang dibenci sama ayah."
Langit tidak iri, ketika Laut dikasih ayah motor atau Senja yang dikasih mobil. Sedangkan dirinya tidak dikasih apapun. Ke mana-mana Langit hanya menggunakan kendaraan umum. Langit hanya iri, karena meraka sangat disayang ayah, paling tidak ayah kalau tidak memberinya sesuatu, ia hanya ingin dianggap anak bukan beban.
****
Langit berdiri di depan halte, hendak pulang menggunakan bus. Halte terlihat sepi, hanya ada beberapa orang saja di sana. Disaat itu tiba-tiba ada seorang bapak-bapak tua yang menghampirinya.
"Kamu tau kalau ke rumah sakit harapan, ke arah mana?" orang itu bertanya pada Langit.
Langit bingun mau menjelaskan. Ia tidak bisa berbicara. Ia hendak mengambil buku benriat menulis atau memberikan arahan ke rumah sakit tersebut. Rumah sakit itu lumayan dekat dari sini.
"Ditanya bukannya jawab malah sibuk nulis. Punya mulut itu dipake buat ngomong. Bisa ngomong nggak sih?"
Bapak-bapak tersebut tidak sabaran karena Langit yang lama meresponnya. Mendengar perkataan orang itu membuat hati Langit sakit. Ia tahu ia salah karena lama, tapi ia tak berharap kalau ia akan di hina.
"Bapak mau ke mana?" sebuah suara yang ternyata Michelle datang mendekat. Michelle khawatir melihat Langit dibentak oleh bapak-bapak itu.
Kemudian Michelle membantu orang itu. Michelle berusaha menjelaskan arah. Lalu bapak-bapak itu pergi meninggalkan mereka berdua yang masih tersisa di halte ini.
"Kamu baik-baik aja?"
Langit memilih diam, ia memalingkan wajah. Kejadian barusan membuatnya sadar. Kalau ia memang tidak berguna. Ayahnya benar, ia itu hanya beban. Langit tahu kalau mulu diciptain buat berbicara, tapi untuk dirinya. Sakit sekali kalau ingat.
"Langit kamu sedih?"
"Lihat ini!!"
Langit yang awalnya tak tertarik dengan Michelle, jadi memperhatikan gadis itu. ia takjub ketika gadis itu bisa menggunakan bahasa isyarat. Melalui bahasa tangan Michelle mengutarakan pada Langit untuk tidak sedih dan terus semangat.
Hal itu membuat Langit terpesona, karena ada orang yang bisa bahasa isyarat selain ibunya.
"Kamu bisa bahasa isyarat?" tanya Langit menggunakan bahasa isyarat. Ia senang karena akhirnya ia bisa berkomunikasi dengan orang yang paham akan bahasanya.
"Dikit, dulu kakak aku bisu dan tuli, jadi aku belajar biar bisa ngomong sama kakak aku. satu-satunya bahasa penghubung aku sama kakak aku hanya bahasa isyarat."
"Kakak kamu juga kayak aku?" Langit antusias karena ada orang yang sama seperti dirinya.
"Iya, tapi dia kayak gitu karena kecelakaan." Mengingat perihal kakaknya membuat Michelle sedih. Kakaknya itu korban tabrak lari hingga kehilangan semuanya.
"Sekarang gimana keadaan kakak kamu?" Langit penasaran, sekaligus ia ingin bertemu.
"Dia udah meninggal."
"Maaf." Langit menyesal telah bertannya hal seperti itu. ia tahu rasanya ditinggal oleh orang yang ia sayang. Sama seperti ketika ia ditinggal mamanya, pasti seperti itu yang Michelle rasakan. Langit tahu sakitnya.
"It's okay. Tumben kamu tanya-tanya kamu mau temenan sama aku?" tanya Michelle penasaran, ia suka melihat Langit yang ramah seperti ini, dari pada Langit yang emosian, dan kasar.
"Cuma penasaran aja kamu bisa bahasa isyarat."
"Kalau aku bisa kamu mau temenan sama aku?"
Mendengar kata temanan membuat Langit terdiam. Temenan? Entahlah Langit merasa belum yakin, dan belum pantas jika ia memiliki teman. Langit hanya keingat mamanya saja waktu Michelle menggunakan bahasa isyarat. Di rumah hanya mamanya saja yang rela belajar bahasa isyarat agar bisa berbicara padanya. Berbeda dengan keluarganya yang lain mereka tidak peduli. Mereka tidak peduli harus seperti apa bisa berbicara atau berkomunikasi dengannya. andai keluarganya sama seperti Michelle yang rela belajar demi orang yang disayang. Bahkan kakaknya atau adiknya saja tidak peduli. Tapi ia masih bersyukur karena dulu mamanya masih peduli padanya.
Hal itu membuat Langit murung dan teringat mamanya. Langit rindu sosok Indah mamanya.
'Langit kangen mama, di sini langit hanya sendirian. sampai kapanpun Lanit akan selalu dianggap ayahnya sebagai penyebab kematian mama. Padahal Langit juga nggak mau itu terjadi. Langit sayang mama, Mana tega Langit biarin mama mati.'
'Ayah benci langit, sampai kapanpun ayah nggak akan maafin langit, ayah udah nggak sayang langit lagi.' Langit mengatakan itu dalam hati.
"Kamu kenapa tiba-tiba nangis?" tanya Michelle melihat mata Langit yang tiba-tiba berkaca-kaca. Apa langit sedih karena di hina bapaknya tadi. Ia saja yang mendengarnya sajja tidak tega apa lagi Langit yang harus menerima cacian itu.
"Gak papa." Langit menggunakan bahasa isyarat sambil menggelengkan kepalanya.
Lalu bis yang mereka tunggu datang. Langit masuk diikuti oleh Michelle. Mereka duduk di tempat yang terpisah karena tidak semua bangku kosong. Namun Michelle masih bisa mengamati cowok itu. Gadis itu menatap ke arah Langit, ia penasaran apa yang membuat Langit menangis sampai seperti itu? apa yang dipikirkan oleh Langit.
****
Gimana part ini?
cerita sebagus ini sepi hiksss gpp hehe makasih yang udah mau baca
follow instagram aku yaaa namanya wgulla_
next or no?
100 koment baru lanjut ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit juga anak ayah | Tamat
Teen Fiction"Gue gak pernah minta dilahirin, di dunia." -Langit. "Anak ayah bukan hanya Laut dan senja saja, tapi yang ayah sayang hanya mereka, langit juga nggak pernah minta untuk terlahir cacat." Langit seorang anak disabilitas yang tidak bisa berbicara, mem...