Laut menghampiri sang kakak yang tengah membaca buku di kamar. Napas Laut terengah-engah, karena berlari dengan cepat. Ia menatap Senja dengan panik. Hal itu membuat Senja mengernyitkan dahi, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa adiknya terlihat seperti ketakutan. Apa ada hal buruk yang terjadi?
"Kak maafin gue, ayah harus tau yang sebenarnya tentang Langit. Gue gak mau nyembunyiin hal ini terus." Laut rasa ia tak mau terus berbohong, setelah melihat berita di televisi tentang pesawat yang dinaiki oleh Langit kecelakaan membuatnya takut dan dipenuhi rasa bersalah.
"Jangan bilang lo mau cerita tentang hal itu, kalau ayah tau dia bakal benci sama kita." Senja mencoba mencegah adiknya itu. Ia tidak mau dibenci sang ayah.
"Gue gak bisa nyimpen lebih lama lagi, atau gue bakal merasa bersalah seumur hidup. Selama ini Kak Langit menderita karena kita, kita yang selalu adu domba Kak Langit sama ayah." Laut merasa bersalah atas dosa yang pernah ia lakukan itu. Ia ingin memperbaiki semuanya sebelum terlambat.
"Lo bener dan bodohnya gue ngelakuin hal itu ke adik gue sendiri, karena dia bisu."
"Kak pesawat Langit jatuh di laut makannya gue lakuin ini atau gue akan menyesal seumur hidup." Perkataan Laut membuat Senja terdiam. Ia tidak bisa berkata-kata lagi.
"Gue mau ke ayah mau kasih tau semua ini."
***
Hendra yang sedang memeriksa laporan di laptop dikejutkan oleh putranya. Ia terkejut menatap Laut dan Senja yang berada di hadapannya. Mereka tampak panik dan ketakutan.
"Kenapa?" tanya Hendra.
"Kita harus ke bandara cepat ayah, pesawat kak langit jatuh di laut." Laut mengatakan itu dengan sedih sambil menunjukkan gambar berita tentang pesawat yang jatuh itu.
"Aku punya firasat buruk takut kak Langit kenapa-kenapa."
Hendra terdiam mendengar itu. Ia bingung harus bereaksi seperti apa. Ia seperti tak mempercayai berita itu. Baru kemarin ia tidak membalas pesan putranya dan sekarang putranya sudah tiada.
Melihat Hendra yang hanya diam saja membuat Laut tiba-tiba bersimpuh. Ia rasa ayahnya tak peduli dengan Langit. Senja terdiam melihat itu, ia bingung harus apa. Kalau ia menngaku ia akan kena marah.
"Ayah sebenarnya waktu itu kecelakaan yang terjadi sama mama itu karena ulah aku sama kak Senja."
"Maksud kamu apa?"
"Aku sama kak Senja pergi main ngajak Langit, kita bohongin Langit. Terus kak Langit ngejar kita ada mobil, dan mama nyelamatin Langit. Maafin Laut sama Kak Senja gak pernah cerita tentang hal ini. Andai dulu kita gak bohongin Langit mungkin kecelakaan itu gak akan pernah terjadi, ayah."
Hendra terkejut mendengar itu. Jadi selama ini apa yang telah ia lakukan. Ia menghukum anak yang tidak bersalah itu. Ia tidak pernah menjadi ayah yang baik buat Langit. Ia selalu kasar dan tidak pernah memberikan kehidpan yang layak.
"Apa yang dibilang Laut itu benar Senja?"
"Benar ayah, maafin Senja dan Laut gak pernah cerita tentang hal ini."
"Kenapa kalian nyembunyiin hal ini, karena kalian ayah jadi benci sama Langit. Kalau Langit beneran jadi korban kecelakaan ayah gak tau lagi harus apa. Selama dia hidup ayah gak pernah kasih sayang yang layak sebagai seorang anak."
"Maafin Senja, Senja nyesal ayah. Senja sama Laut takut ayah benci sama kita, kalau ayah tau."
"Dan kalian ngorbanin Langit atas kesalahan kalian juga. Padahal kalian tahu Langit gak bisa ngomong, dia gak bisa bela diri dia sendiri."
"Bodoh! Saya memang ayah yang tak berguna. Saya ayah yang jahat kenapa bisa-bisanya saya memperlakukan Langit seperti itu, padahal saya tahu kalau dia tidak bisa berbuat apapun selain diam." Hendra merasa bersalah dan menyesal. Rasanya ia tak pantas disebut sebagai seorang ayah.
Tepat saat itu juga ponsel Hendra berdering. Hendra mengangkat panggilan tak dikenal tersebut. Ia rasa telpon ini berkaitan dengan sang anak.
"Halo, ini bapak Hendra. Saya dari kantor kepolisian ingin mengatakan kalau anak anda sekarang berada di rumah sakit kusuma. Anak anda menjadi salah satu korban yang tewas dalam kecelakaan penerbangan Bali- Jakarta. Saya mengucapkan turut berbelasungkawa atas kejadian yang menimpa keluarga. Untuk beberapa barang yang ditemukan milik anda bisa anda cek sendiri nanti untuk memastikan jika dia benar anak anda."
Mendengar hal itu air mata Hendra jatuh. Ini kali pertama ia menangis setelah kematian istrinya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Anaknya tidak mungkin meninggal bukan?
"Benar saya Hendra, mohon maaf Pak.. ini yang anda maksud anak saya yang bernama Langit Airlangga?"
"Iya, Pak diliat dari identitas terakhir yang telah kami selidiki."
"Anda hohongkan anak saya tidak mungkin mati."
"Bapak bisa periksa sendiri di rumah sakit untuk mengidentifikasi kalau mayat yang kami temukan anak anda atau bukan."
Lalu panggilan tertutup. Hal itu membuat tubuh Hendra langsung jatuh ke lantai. Rasanya ini salah, ini tidak benar. Senja dan Laut yang melihat itu juga sama kacaunya.
"Ayah aku siapin mobil buat ke rumah sakit. Ayah jangan panik, kita pastikan kalau itu Kak Langit. Semoga ada keajaiban." Laut mengatakan itu menenangkan sang ayah. Sedangkan Senja bingung harus apa. Ia sedih dan juga merasa bersalah. Ia merasa tak memiliki wajah lagi untuk menatap sang ayah atas apa yang ia perbuat. Padahal ia seorang kakak justru ia menjadi orang yang paling kejam.
"Langit maafin ayah, bilang ke ayah kalau apa yang dibilang polisi itu bohong kamu masih hidupkan. Maaf selama ini ayah gak pernah memperlakukan kamu sebagai anak."
"Nak kamu marah ya sama ayah, makannya kamu pergi ninggalin ayah, ayah janji gak akan pukul Langit lagi. Kamu pasti selama ini menderita karena ayah." Hendra mengirimkan itu melalui pesan suara di ponsel, ia berharap Langit masih hidup dna bisa mendekar perkataannya.
"Jangan bilang pesan terakhir yang kamu kirim kemarin ke ayah adalah pesan terakhir dari kamu, Nak."
"Ayah belum sanggup kehilang kamu, jangan tinggalin ayah."
****
Gimana cerita ini?
sukaaaa
spamm next kalau mau lanjut
100 komen bisa gak nih
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit juga anak ayah | Tamat
Fiksi Remaja"Gue gak pernah minta dilahirin, di dunia." -Langit. "Anak ayah bukan hanya Laut dan senja saja, tapi yang ayah sayang hanya mereka, langit juga nggak pernah minta untuk terlahir cacat." Langit seorang anak disabilitas yang tidak bisa berbicara, mem...