13 - Buku Diary Langit

706 77 11
                                    

Langit rela dipukul ayah selama ayah anggep Langit sebagai anak. Pukul aja Langit ayah. Maki aja Langit ayah, lakuin semua itu. Asal bikin Ayah sayang sama Langit. Jangan benci Langit ayah. Langit juga anak ayah.

****

Michelle terdiam menatap buku harian Langit. Ketika pulang sekolah, ia piket dan menemukan buku itu di kolong meja milik Langit. Buku harian itu berwarna biru seperti biru langit. Ia penasaran apa isinya. Lebih baik ia bilang terlebih dahulu pada Langit. Cowok itu pasti juga sedang mencari bukunya.

Michelle.

- Langit buku kamu ketinggalan di kelas, aku bawa

- Besok aku kasih ke kamu atau kamu mau ambil di rumah aku

"Kalau aku baca gak papa kali, ya? Aku penasaran banget."

"Maaf Langit aku ijin baca bukunya." Padahal tidak ada Langit, tapi Michelle tetap nekat membaca buku harian tersebut.

Untuk ayah

Setiap ayah marah, ayah akan pukul langit. Bahkan ayah nggak akan segan untuk menyabet punggung langit pakai sabuk. Sakit tapi langit cuma diam. Bahkan disaat langit pikir, kalau Langit ikut taekwondo ketika di pukul ayah nggak akan sakit lagi dan langit akan tersebiasa dengan pukulan ayah, tapi itu salah. Ternyata tak peduli sejago apa beladiri, kalau dipukul ayah mau itu pelan atau kencang rasanya sama bikin langit sakit

Walaupun Langit sakit tapi Langit tetap saang sama ayah. Langit masih anak ayahkan?.

Membaca itu membuat Michelle sedih. Jadi luka di punggung itu pukulan dari ayah langit. Ada ya ayah yg tega sama anaknya. Lalu Michelle kembali membaca halaman berikutnya. Hatinya ikut sakit, ia pikir keluarga Langit begitu baik. Terlebih Langit memiliki kekurangan ternyata pemikirannya salah. Langit sendirian ia tak punya siapa-siapa. Pantas saja dia selalu murung dan sedih.

Bukan hanya itu Langit jadi pribadi yang tidak mau berbaur dan takut berteman dengan orang-orang. Ternyata itu semua akibat dari perlakuan keluarganya.

Untuk ayah...

Asal ayah tahu Langit gak pernah minta dilahirin di dunia ini. Langit juga gak bisa memilih untuk terlahir cacat. Langit gak bisa memilih kehidupan yang seperti ini.

Langit rela dipukul ayah selama ayah anggep Langit sebagai anak. Pukul aja Langit ayah. Maki aja Langit ayah, lakuin semua itu. Asal bikin Ayah sayang sama Langit. Jangan benci Langit ayah. Langit juga anak ayah.

Terasa memberatkan untuk Langit. Michelle sedih ketika tahu kehidupan Langit. Ia jadi ingin memeluk cowok itu dan meminta Langit untuk bercerita padanya. Ia ingin menjadi tempat di mana Langit akan pulang.

"Kamu kuat sekali Langit hidup di keluarga sepert itu, aku kagum kamu bisa bertahan sejauh ini."

Rasanya Michelle tidak akan sanggup untuk membuka lembaran buku itu lagi. Namun ia paksa ia ingin tahu kehidupan Langit yang selama ini tidak ia ketahui.

Apa itu keluarga?

Katanya keluarga adalah rumah yang paling nyaman tapi kenapa itu tak berlaku untukku. Tak pernah ada rasa hangat, sambutan atau tempat untuk berbagi cerita. Ayah tak pernah memperlakukan aku sebagai anaknya. Ia hanya mencintai senja dan Laut. Sedangkan aku hanya dianggap sebagai aib untuknya karena aku terlahir cacat.

Gimana rasanya punya saudara? Meski senja dan laut sudah minta maaf atas apa yang dulu mereka perbuat, tapi rasanya masih sakit kalau ingat kenangan dulu. Mereka selalu kemana-mana berdua tanpa aku. Mereka malu main sama aku. Meraka enggan mengakui aku sebagai saudara. Maaf itu gampang tapi melupakan rasa sakitnya yang susah.

Ternyata hidup Langit sangat berat. Dia selalu ingin sendiri karena tidak ingin jadi beban siapapun. Bahkan Michelle sampai menangis membaca apa yang ditulis oleh Langit. Padahal baru tiga lembar, tapi rasanya sakit sekali. Apa lagi jika ia membaca sampai akhir. Ini lebih sedih dari pada novel genre angst atau sad ending yang tokoh utamanya meninggal.

"Pesan aku belum di balas. Biasanya Langit kalau balas cepet banget walau pake acara marah-marah." Michelle tersenyum mengingat Langit yang suka memarahinya.

"Langit kamu ke mana? Aku khawatir," ujar Michelle sambil memeluk buku diary milik Langit.

****

Ketika pertama kali, Langit membuka mata yang ia lihat adalah sebuah ruangan serba putih. Tubuhnya terbaring lemah dengan infus dan alat pernapasan.

Langit kira ia sudah mati, namun ternyata salah. Ia masih hidup. Orang yang pertama kali ia lihat adalah ayahnya. "Ayah." Langit memanggil dalam hati. Ada rasa senang ketika tahu bahwa ayahnya menjaganya ketika sakit. Apa ayahnya sudah mulai sayang dan kehilangan dirinya.

"Kamu sudah sadar? Kenapa kamu gak mati aja? Kamu pikir kalau kamu mati ayah peduli?"

Sakit! Langit yang baru sadar jadi sedih. Air matanya mengalir tanpa sadar. Apa yang ayahnya katakan benar. Kenapa ia tidak mati saja? Siapa yang tidak sakit ketika baru bangun langsung diberikan kata-kata seperti itu. Untuk mencerna saja masih sulit.

"Ayah jangan bicara begitu. Langit baru bangun. Dia koma seminggu."

Senja datang meminta ayahnya untuk tidak berkata sembarangan.

"Ayah gimanapun Langit itu anak ayah juga. Dia baru sadar, dia hampir mau mati. Senja ingin ayah peduli Sama Langit sedikit aja. Paling gak disaat dia lagi sakit."

"Gak usah atur saya kalau kamu masih mau saya anggap anak. Sampai kapanpun saya gak akan peduli sama anak sialan itu. Udah cacat gak tau diri. Pakai acara bunuh diri segala. Malah nambah biaya rumah sakit. Dia kira nyari uang gampang?"

Senja hanya bisa menghembuskan napas. Ternyata bujuk ayah susah. Pasti Langit sedih mendengar semua itu.

Langit tidak tuli untuk mendengar semua perkataan sang ayah. Ia berusaha untuk menahan tangisnya. Segitu bencinya ayah hingga mengharapkan kematiannya. Bahkan masih saja perhitungan mengenai biaya rumah sakit. Padahal ia anaknya.

Kenapa ia hidup? Ia ingin mati. Kejam sekali hidup ini padanya. Apa mati begtu sulit untuknya. Ia hanya ingin menghilang dari dunia ini.

Hendra berdiri dari kursi yang ia duduki. Ia sudah muak terlalu lama di sini.

"Senja ayo kita pulang. Kamu bilangin ke Laut, jangan ada yang berani jagain Langit di rumah sakit. Siapapun itu, mau itu kamu atau Laut. Ini hukuman buat dia. Kalau ada yang datang ke rumah sakit ayah gak akan anggap kalian anak lagi. Biar dia di rumah sakit sendirian. Anak gak tahu diri kayak gitu, kenapa gak mati aja."

"Dia cuma anak pembawa sial. Karena dia saya kehilangan cinta saya. Kalau lebih memilih saya berharap dia saja yang mati dari pada istri saya. Mau dia mencoba bunuh diri seribu kalipun ayah tidak akan peduli."

Setelah mengatakan hal yang menyakitkan itu Hendra Airlangga pergi bersama Senja meninggalkan Langit yang masih tak berdaya sendirian. Senja hanya bisa menurut sambil menatap nanar sang adik.

Langit sedih ditinggal sendiri. Padahal ketika ayahnya sakit ia selalu ada. Sekarang giliran ia di rumah sakit semua pergi meninggalkannya.

"Ma, ayah jahat sekali. Langit mau sama Mama."

***

Gimana perasaan kalian baca cerita langit?

menurut kalian bagus atau nggak?

aku lanjut atau berhenti aja?

tolong like dan komen ya bantu aku biar aku semangat nyelesain naskah ini

makasih semuanya yang udah baca

Follow instagram aku wgulla_ yaaaaa



Langit juga anak ayah | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang