Anak bersurai abu-abu itu tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar saat berlari di taman bersama ayahnya. Tawa riang memenuhi udara ketika sang ayah mengejarnya, berpura-pura menjadi monster yang menakutkan. Saat itu Luz menjerit gembira, kakinya yang kecil berlari secepat mungkin di atas rumput hijau. Sensasi dari tangan besar dan hangat ayahnya menggenggam jemari mungilnya saat berjalan pulang terasa begitu jelas. Luz merasa aman dan bahagia, berayun-ayun di sisi ayahnya sambil bersenandung riang. Langit sore berwarna jingga keemasan, menciptakan momen yang sempurna.
Seolah waktu diputar begitu cepat, Luz kecil kini berdiri di tepi jalan dengan mata terbelalak ngeri. Di hadapannya, sebuah mobil—mobil ayahnya—terguling di tengah jalan. Api menjilat-jilat dari kap mesin yang ringsek. Jeritan dan klakson memekakkan telinga. Orang-orang berlarian panik. Luz terpaku, tubuhnya gemetar hebat. Matanya tak lepas dari mobil yang terbakar itu. Dalam sekejap, mobil itu meledak dalam kobaran api yang memekakkan. Luz terhuyung mundur, air mata mulai mengalir di pipinya.
Tenggelam oleh suara sirene dan kericuhan, Luz yang ditahan untuk tidak mendekat berteriak memanggil sembari tangan kecilnya menggapai-gapai kearah mobil.
"AYAH!!"
Sepasang mata yang membelalak itu melirik cepat sekitar selagi mengatur napas yang naik turun. Menoleh kearah jendela, Luz menghela napas berat untuk kemudian beringsut lemah untuk meraih gelas minum di meja nakas dekat ranjangnya. Ada sekian menit pria tinggi itu melamun setelah meneguk separuh dari isi gelas. Mimpi yang merupakan kenangan lama itu membuat hatinya kalut. Tapi disaat yang sama, datangnya kenangan itu sebagai mimpi mengingatkannya akan hal penting yang harus ia lakukan hari ini.
Mengeratkan genggaman pada gelasnya, Luz beranjak dari ranjang menuju lemari pakaian. Selesai berbenah diri dan berganti pakaian dengan setelan sederhana –hoodie dan celana hitam panjang— Luz menarik salah satu laci meja dan mengeluarkan hp serta dompet. Tak lupa juga selembar kartu dari Red Parade ia masukkan ke dalam dompet. Berpikir sejenak, Luz membuka laci satunya dan menatap lekat pada apa yang ada di dalam laci tersebut sebelum kemudian mengambilnya dan memasukkannya ke dalam kantong hoodie.
"Mereka pasti juga sudah bersiap. Aku tidak boleh terlambat," ucap Luz sembari keluar kamar dan menutup rapat pintu.
Karena hari ini, ia akan pergi ke tempat dimana game perburuan harta itu dilaksanakan. Yaitu kota seberang dimana perusahaan utama Cielkocka berada.
Memasuki kawasan perbelanjaan, Luz menurunkan tupluk hoodie dan menatap sejenak pintu rumah makan Yamadanuki. Menggeser pintu pelan, Luz menyapa ringan. "Permisi~!"
Di dalam rumah makan itu, semua orang sudah berkumpul. Eve, Sou, dan Reol duduk berjejer di meja sebelah kiri yang berhadapan langsung dengan Urata. Sedangkan Mafu dan Soraru duduk di sisi kanan dan berhadapan dengan Sakata.
"Akhirnya datang juga kau, Luz-kun!" Seru Sakata. "Cepat duduk di sebelah Soraru-san! Kau mau pesan apa?"
"Tempura, miso, dan onigiri untuk dua orang! Lalu nasi dan telur setengah matang!" Seru Urata sembari menyuguhkan tiga piring bersamaan di meja Eve, Sou, dan Reol.
Duduk di sebelah Soraru, Luz meraih gelas kosong yang sudah disediakan dan menuang air dari teko di meja. "Aku ingin nasi dan telur juga," pesannya pada Sakata.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Thief || SakaUra [ END ]
Short Story♦️Utaite Fanfiction♦️ The Last of Mine Series Usai mendapatkan kertas bersimbol unik, Sou memutuskan untuk menyelidiki hal ini diam-diam seorang diri. Lama tak mendapatkan petunjuk, Sou menunda pencarian dan fokus untuk menjalani keseharian barunya...