Mendekap hp erat, si pemilik menghela napas lega lalu menoleh kearah dua orang yang duduk di seberang meja. Keduanya mematung dengan ekspresi tegang tercetak di wajah. Mereka saling menatap sebelum kemudian dua orang itu melemaskan bahu.
“Tolong kerja samanya, dong, Uratan! Aku hampir saja menyahut tadi!” keluh Mafu sambil mengusap dada.
Sou mengangguk setuju. Pasalnya dia lumayan sering dilarang makan makanan pedas oleh Eve lantaran lambung yang sedikit lemah. Meski begitu, ia masih amat menyukai sensasi pedas dan panas yang bisa seketika menghangatkan tubuh itu. Jadi, ia setuju untuk ikut Mafu datang ke rumah makan Yamadanuki untuk melepas stress dengan menyantap ramen pedas.
“Yah, namanya juga refleks,” balas Urata santai. Pria surai cokelat hazel itu bergeser ke sisi kanan meja. Tempat dimana peralatan dapur berjajar dan mengambil talenan serta daging sapi yang masih tersegel. Mengambil sebilah pisau dari jejeran peralatan yang menggantung, pria itu membuka bungkus plastik dan memindahkan daging ke atas talenan. “Setidaknya berterima kasih lah karena aku benar-benar tidak memberitahu kelakuan kalian disini.”
“Ugh—“ Mafu yang sudah menyeruput kuah mie hampir tersedak. Bersamaan dengan Sou yang jadi batal menyumpit telur karena kaget.
“Tapi, yah, mau kalian atau pun mereka sama saja. Bayanganku tentang orang kaya itu makan salmon pakai caviar. Apa-apaan dengan tamagohan? Kau yakin Eve benar-benar diurus dirumahnya?”
“Aah ... haha. Sejujurnya dia memang lebih suka makanan yang simpel? Mungkin,” jawab Sou agak ragu.
“Eh? tidak diduga kau tidak seyakin itu.” Urata melirik sesaat.
Menyumpit mie, Sou menggulung mie lalu diam sesaat. “Sudah lama sejak terakhir kami tinggal bersama. Jadi aku tak tahu apa selera makannya sudah berubah atau belum.”
“Benar juga, kamu dan Eve sudah tidak tinggal bersama. Kenapa? Kena talak?”
“Oi!” seru Mafu. Sou hanya terkekeh lalu menyuap mie santai.
Selesai memotong daging, Urata beralih pada sayur-sayuran dan mengambil satu kol besar. “Waktu memang berjalan begitu cepat. Tapi tidak semua hal berubah meski kamu sedang bertapa di ujung gunung Fuji.”
“Kuharap juga begitu,” balas Sou yang kini menyendok kuah, “aku sedikit merasa bersalah karena terlalu fokus bekerja.”
“Ah, itu, sih karena baginda juga selalu bekerja!” kilah Mafu. “Tiap hari ada saja kulihat dokumen menumpuk di mejanya. Melihatnya saja sudah buat darah tinggiku naik.”
“Kata-kata begitu hanya bisa keluar dari mulut pengangguran, sih,” celetuk Urata dingin.
Akan tetapi respon yang diberikan Mafu adalah dada yang membusung dan seulas senyum sombong. “Hehem! Asal kau tahu Uratan, tabunganku itu lebih dari cukup untuk membeli satu pulau.”
“Wah~ luar biasa~ salut deh~ level omong kosongmu meningkat, ya. Hebat,” balas Urata yang jelas tidak percaya.
“Lho! Aku serius, tahu! Tanya Sou, deh! Ya kan?!”
Tapi yang diharapkan kerja samanya malah mengulum senyum canggung lalu melengos sambil menyeruput kuah dari mangkok kecil di tangan. Alhasil, Mafu merenggut sebal dan mendengus lalu lanjut menyantap ramennya.
Sekian menit berlalu, tiga pesanan akhirnya selesai dibuat. Memastikan bungkus sudah rapat agar tetap hangat sampai tujuan, Urata mengangkat sebuah tas kotak yang terbuat dari kayu dan memasukkan satu persatu mangkuk. “Sakatan! Turun dan antar makanan ke rumah Eve!!” teriaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Thief || SakaUra [ END ]
Krótkie Opowiadania♦️Utaite Fanfiction♦️ The Last of Mine Series Usai mendapatkan kertas bersimbol unik, Sou memutuskan untuk menyelidiki hal ini diam-diam seorang diri. Lama tak mendapatkan petunjuk, Sou menunda pencarian dan fokus untuk menjalani keseharian barunya...