22 Red Butterfly, Akira Chika

34 7 26
                                    

Mobil hitam yang dikemudikan Eve berhenti di depan gerbang besar sebuah mansion megah. Bangunan bergaya Victoria itu berdiri angkuh dengan cat putih gading yang kontras dengan langit senja yang mulai menggelap. Eve keluar dari kursi setir, bersiap untuk memencet bel ketika suara deru motor mengalihkan perhatiannya. Sebuah motor delivery berhenti tepat di belakang mobilnya. Pengendaranya, seorang pemuda dengan jaket kurir berwarna oranye terang, melepas helmnya dan tersenyum lebar. Eve langsung mengenali wajah familiar itu.

"Eve!" sapa Sakata riang.

Belum sempat Eve membalas, pintu belakang mobilnya terbuka dengan tergesa. Urata, yang sedari tadi duduk diam di kursi belakang, melompat keluar dan berlari menghampiri Sakata dengan wajah dipenuhi kekhawatiran.

"Sakata! Kau tidak apa-apa? Ada yang mengikutimu?" tanya Urata cepat, matanya menelusuri seluruh tubuh Sakata, mencari tanda-tanda cedera.

Sakata mengerjap bingung. "Eh? Aku baik-baik saja kok. Malah bawa makanan lebih, nih, karena tadi ada chat dari Eve yang katanya mau diajarin resep masakan. Biar gak cepat bosan, kan?"

Eve dan Urata bertukar pandang sejenak sebelum keduanya menghela napas dan tertawa kecil. Ketegangan yang sempat menyelimuti mereka perlahan mencair.

"Yah, baguslah kamu bawa makanan lebih. Soalnya sedang tidak ada banyak orang di dalam."

"Ya, kan~?" Sakata melebarkan senyum hingga deretan giginya terlihat.

Mendadak Urata teringat akan seseorang yang tadi duduk di kursi depan mobil Eve. Dia menoleh ke arah mobil dan terkesiap mendapati kursi itu telah kosong. Samurai dengan topeng shiro hannya yang telah menyelamatkan nyawanya beberapa jam lalu itu sudahpergi begitu saja. Urata menelan ludah gugup, memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu lebih jauh.

Gerbang mansion terbuka secara otomatis dan ketiga orang itu melangkah masuk. Di ruang depan, mereka disambut oleh Mafu yang tersenyum cerah. Rambutnya yang keperakan berkilau ditimpa cahaya lampu kristal yang menggantung megah di langit-langit.

"Lho, kalian mampir?" sapa Mafu. "Ada apa ini?"

Eve yang sempat terkesiap karena tak menyangka Mafu sudah berganti penampilan itu menjelaskan dengan cepat. "Aku terpikir untuk mengobrol sambil makan setelah sekian lama."

"Yah, mau bagaimana lagi. Kita sudah lama tidak kumpul juga. Hey, Sakata! Perhatikan sikapmu!"

Sakata yang sedang asyik-asyiknya terpukau dengan seisi rumah tersentak kaget dan buru-buru memperbaiki sikap. "Eh, iya, iya! Kita udah lama gak makan enak— eh, maksudnya kumpul kayak begini."

Mafu memberi isyarat pada seorang pelayan untuk mengantar Urata dan Sakata ke ruang makan terlebih dahulu. Setelah keduanya menjauh, raut wajah Mafu berubah serius. Dia menarik Eve ke ruang tengah untuk berbicara empat mata.

"Sekarang, aku khawatir Madotsuki akan semakin gencar mengincar mereka," ujar Mafu dengan suara rendah. "Terlebih dengan kita yang sudah tahu Urata diancam dan Madotsuki yang mengincar Sakata."

Eve mengangguk. "Urata mungkin bisa kita ajak kerja sama. Tapi Sakata... aku tidak tahu harus bagaimana menjelaskan kalau dirinya dalam bahaya. Kita bahkan belum tahu motif apa yang Madotsuki punya dengan mengincar Sakata."

"Bagaimana kalau kita biarkan Urata yang menjelaskan pada Sakata?" usul Mafu. "Sakata tipe yang mudah cemas, apalagi soal keselamatan Urata. Mungkin akan lebih baik jika dia mendengarnya langsung dari Urata."

"Kalau begitu, baiklah," Eve menghela napas. "Ayo ke ruang makan sebelum mereka curiga."

Di ruang makan yang luas, Eve dan Mafu segera bergabung ke meja makan dan keempatnya mulai menyantap makanan yang disuguhkan para pelayan. Di sela-sela makan, Sakata bercerita terkait kenaikan harga bahan makanan di pasar sata dia belanja tadi. Tangannya bergerak-gerak ekspresif saat mengeluhkan pedagang langganannya yang terpaksa menghentikan pemberian diskon karena hal itu.

My Precious Thief  ||  SakaUra [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang