Di hadapan mereka bertiga, delapan pasang mata berkilat penuh nafsu membunuh. Tiga ekor singa dengan bulu kusam dan cokelat kemerahan yang ternoda debu mengambil posisi terdepan. Tulang rusuk mereka yang menonjol dan air liur yang menetes dari taring kuning mereka. Di kiri dan kanan mereka, dua ekor macan dengan bulu belang kusam dan tiga ekor harimau dengan tatapan bengis mengambil formasi setengah lingkaran, cakar-cakar mereka mencakar tanah dengan tidak sabar, meninggalkan goresan dalam di permukaan tanah yang retak.
Yang paling mengkhawatirkan adalah tiga beruang di belakang mereka. Beruang-beruang itu jauh lebih besar dari ukuran normal, dengan otot-otot yang menonjol di balik bulu kusut mereka. Setiap hentakan kaki mereka membuat tanah bergetar, dan geraman rendah mereka terdengar seperti guntur yang mengancam. Mata merah mereka yang tidak natural menandakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Sou," suara berat Mafu terdengar dari belakangnya, "mundur perlahan. Jangan buat gerakan mendadak."
Tanpa menoleh, Sou mulai melangkah mundur dengan mata yang tak lepas dari para hewan buas di depannya. "Apa kamu ada rencana?"
"Lihat saja situasinya," Mafu mengambil kuda-kuda, pedangnya terangkat dalam posisi siap menyerang. "Tapi yang jelas, kita harus menghabisi mereka sebelum—"
"TUNGGU!" Suara lantang Sakata memotong ucapan Mafu. Pria itu melangkah maju, setiap gerakannya penuh perhitungan. Matanya menganalisis situasi dengan cepat. "Mereka aneh. Biar kulihat dulu!"
"Hei, hei! Kau serius?!" gerutu Mafu.
Sakata menggenggam cambuknya erat, kulit hitam cambuk itu berkilat berbahaya. Dengan gerakan secepat kilat, ia menyabetkan cambuk ke tanah. Suara ledakan keras memecah ketegangan, membuat debu dan kerikil berterbangan. Normalnya, hewan liar akan mundur ketakutan mendengar suara sekeras itu.
Tapi tidak kali ini.
Raungan marah memenuhi udara, begitu keras hingga membuat telinga berdenging. Para hewan itu bukannya mundur, tapi justru semakin liar. Mata mereka yang merah semakin berkilat berbahaya, dan postur mereka berubah menjadi posisi siap menerkam.
"LARI!" teriak Sakata, wajahnya memucat. "SEKARANG! Kembali ke arah kita datang!"
Ketiga orang itu berbalik dan melesat secepat yang mereka bisa. Suara derap kaki hewan-hewan buas di belakang mereka terdengar seperti gemuruh badai yang mengejar. Macan dan harimau, dengan kecepatan yang tidak masuk akal, mulai menyusul. Sou bisa mendengar deru napas mereka semakin dekat, bisa merasakan tanah bergetar di bawah kakinya seiring langkah-langkah berat para beruang.
Seolah ketiganya memiliki telepati, mereka berpencar dengan cara masing-masing. Sou membelok tajam ke sebuah gang sempit di antara dua gedung tua. Tubuhnya bergerak lincah menghindari tong-tong sampah dan puing-puing yang menghalangi dengan mulus. Di belakangnya, suara raungan frustrasi terdengar ketika beberapa hewan terlalu besar untuk masuk ke gang sempit itu. Di luar gang, Mafu mengambil rute yang lebih berani. Dengan kecepatan yang menakjubkan, ia berlari vertikal di dinding gedung tua, memanfaatkan momentum dan teknik parkour yang sempurna. Topeng hannya-nya berkilau setiap kali ia melompat dari satu tonjolan ke tonjolan lain, lalu berhasil masuk ke salah satu jendela dengan sempurna. Sedangkan Sakata memilih untuk melompat ke tiang listrik terdekat. Tangannya yang terampil menggenggam bagian tiang, lalu mengayunkan tubuhnya beberapa kali sebelum melepaskan pegangan di titik tertinggi ayunan. Ia meluncur di udara dengan teknik akrobat sirkus, lalu mendarat mulus di atap rumah dengan keseimbangan sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Thief || SakaUra [ END ]
Short Story♦️Utaite Fanfiction♦️ The Last of Mine Series Usai mendapatkan kertas bersimbol unik, Sou memutuskan untuk menyelidiki hal ini diam-diam seorang diri. Lama tak mendapatkan petunjuk, Sou menunda pencarian dan fokus untuk menjalani keseharian barunya...