Langkah kaki Sou bergema pelan di koridor lantai dua yang remang-remang, setiap tapaknya penuh perhitungan. Hoodie hitamnya menyatu dengan bayangan, sementara rambut peraknya berkilau samar tertimpa cahaya bulan yang menembus jendela. Debu beterbangan di udara yang pengap, menciptakan kabut tipis yang memantulkan sinar rembulan.
Mantel panjang hitam Madotsuki melambai pelan saat dia berdiri angkuh di ujung koridor. Topi fedora hitamnya menutupi sebagian wajahnya yang penuh gurat pengalaman. Postur tubuhnya yang tegap menyiratkan kewaspadaan tinggi, tangan kanannya santai namun siap menarik senjata dalam sepersekian detik.
"Sepertinya melawan Silvana terlalu berat bahkan untuk seorang Manjushage. Sungguh malang nasibmu, ya, kan?" suara berat Madotsuki memecah keheningan, bergema di dinding-dinding koridor. Setiap kata yang diucapkannya mengandung ancaman tersembunyi.
Sou tidak menjawab. Kedua bayonet di tangannya tergenggam erat, sementara pistol di pinggangnya siap digunakan. Matanya mengawasi setiap gerakan Madotsuki, mencari celah sekecil apapun. Dalam hitungan detik, dia melesat maju. Kedua bayonet terayun dalam gerakan mematikan dengan satu mengarah ke leher, satu lagi ke arah jantung.
TRANG! TRANG!
Suara logam beradu memekakkan telinga saat Madotsuki menangkis serangan itu dengan pistolnya. Gerakan tangannya begitu cepat dan presisi, seolah sudah membaca gerakan Sou sejak awal. Percikan api kecil tercipta dari gesekan logam yang beradu.
"Terlalu mudah dibaca," ejeknya, sebelum melontarkan tendangan berputar yang nyaris mengenai rusuk Sou. Angin dari tendangannya bahkan bisa dirasakan menyapu wajah Sou. “Sudah kuduga, kamu tidak sebanding dengan pendahulumu.”
Sou melompat mundur, napasnya sedikit terengah. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. “Tutup mulutmu.”
Sou memutuskan mengubah taktik, mencoba kombinasi serangan bayonet dan tembakan pistol. Gerakan zigzag cepat, tembakan ke arah kaki, diikuti tusukan bayonet ke arah perut. Namun semuanya sia-sia. Madotsuki bergerak seperti bayangan, setiap peluru Sou hanya mengenai udara kosong atau dinding di belakangnya, meninggalkan jejak-jejak lubang mengepul.
DOR! DOR!
Dua tembakan balasan Madotsuki menyerempet lengan dan pipi Sou, meninggalkan garis merah yang memanas dan perih. Darah segar mengalir tipis, kontras dengan kulitnya yang pucat. Madotsuki tersenyum dingin, matanya berkilat berbahaya di bawah bayangan topi fedoranya.
“Omong-omong, apa Park Sia tidak akan membantumu?” ejeknya.
Sou mengisi ulang amunisinya. “Hanya untuk membunuhmu? Buang-buang waktu,” ejek Sou balik.
Menyadari posisinya yang tidak menguntungkan, Sou mundur ke dalam salah satu kamar. Kegelapan menyambutnya dengan furniture yang berserakan –meja kayu yang sudah dimakan rayap, kursi-kursi tua yang terbalik, dan lemari besar yang miring menjadi tempat berlindung sempurna. Debu tebal beterbangan saat dia bergerak, napasnya yang memburu terdengar keras di ruangan sunyi itu.
BRAK!
Pintu menjeblak terbuka dengan suara memekakkan dan Madotsuki masuk dengan tenang, seolah sedang berjalan-jalan santai. Sinar bulan yang masuk dari jendela menciptakan siluet mengancam dari sosoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Thief || SakaUra [ END ]
Historia Corta♦️Utaite Fanfiction♦️ The Last of Mine Series Usai mendapatkan kertas bersimbol unik, Sou memutuskan untuk menyelidiki hal ini diam-diam seorang diri. Lama tak mendapatkan petunjuk, Sou menunda pencarian dan fokus untuk menjalani keseharian barunya...