Bagian Dua Puluh

70 13 15
                                    

"Hidup itu perjalanan, bukan tujuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hidup itu perjalanan, bukan tujuan. Maka, nikmati dan terima saja dengan setiap persinggahannya."

***

Esok harinya, Ailline benar-benar pulang dari rumah sakitnya. Jenis gas yang telah masuk ke dalam sistem pernapasannya merupakan jenis racun yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, tentunya. Sampai-sampai membuat Ailline merasakan begitu sesak pada bagian pernapasannya, dan ia benar-benar kesusahan dalam meraup oksigennya. Kondisi pernapasannya saat ini memang tidak normal seperti biasanya. Hanya dibantu dengan sebuah resep obat dari dokter, barulah perempuan itu bisa merasakan normal dalam pernapasannya. Namun, hal itu hanya sementara, sewaktu-waktu Ailline akan kembali lagi kambuh juga sesak napas.

Allvhi sudah menjelaskan dan menceritakan mengenai kodisinya itu kepada Ailline. Bukan panik atau sedih, yang Allvhi dapatkan dari respon istrinya itu, melainkan hanya dengusan kesal perempuan itu terhadap tragedi yang menimpanya saat itu. Sampai-sampai membuat kondisi fisiknya seperti ini sekarang. Sasaran emosi perempuan itu saat ini tertuju kepada seseorang. Hanin, Ailline bersumpah akan menjumpai wanita gila itu setelah ini, pikirnya.

Keduanya saat ini sudah duduk di dalam mobil. Allvhi merasa khawatir sendiri melihat kondisi istrinya saat ini, sesekali ia melihat bagaimana saat Ailline berusaha menarik napasnya ... mereka belum kembali membahas tentang kasus tragedi kemaren. Karena hal ini bersangkutan dengan Khael, pria itu tidak ingin membuat Ailline memikirkan lagi hal yang lebih dari masalah ini.

"Aku tidak bisa bernapas seperti ini" keluh Ailline, membuka suaranya. Perempuan itu terduduk dengan lesu di sebelah Allvhi. Ailline merasakan begitu ngilunya saat dirinya setiap kali menarik napasnya.

Allvhi yang tengah menyetir, kini menoleh, melihat kepada istrinya yang sedang bersandar dengan raut wajahnya yang begitu lesu. "Sudah meminum obatnya?" tanya pria itu, dengan satu tangannya ia alihkan untuk merapihkan rambut istrinya yang meghalangi wajah perempuan itu.

Ailline mengalihkan atensinya kepada pria yang ada di sebelahnya, perempuan itu menatap malas, sesekali ia meringis merasakan begitu sesaknya jika ia berusaha bernapas seperti biasanya. "Aku bukan perempuan penyakitan yang setiap saat harus menelan berbagai jenis obat!" ketus Ailline, menatap kesal kepada suaminya.

Ayolah, kapan terakhir kali Ailline berbicara lembut kepada suaminya? Tentu saja jawabannnya tidak pernah. Perempuan itu selalu saja berbicara kesal, emosi, sarkas, datar, dan sesekali dingin. Tentunya Allvhi sudah biasa dengan sipat istrinya itu, ia juga tidak mempermasalahkannya, justru dirinya merasa ada sedikit hiburan disela-sela penatnya pekerjaan yang membuat kepala pria itu begitu pening. Setelah menikah dengan Ailline, dirinya merasakan sesuatu hal yang baru dan suasana yang tidak pernah pria itu rasakan. Bukan perasaan, melainkan sesuatu yang konkret yang sering ia lihat dan istrinya perbuat.

"Bersabarlah, obatnya mungkin masih dalam tahap pengembangan, dan mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama" sahut pria itu, sembari membelokan arah laju mobilnya, dan berhenti disuatu tempat. Kini dirinya beralih menatap perempuan itu sepenuhnya, dengan tangannya yang kini beralih menggenggam dan mengusap punggung tangan perempuan itu. "Mau ke taman dulu tidak?" tawar Allvhi, menatap istrinya.

Business MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang