"Sekali-kali gunakan dan libatkan saja perasaanmu dalam hal apapun. Tapi, jangan sampai membutakan jalan pikirmu. Kamu boleh mempunyai perasaan, asal jangan bodoh saja. Tetap gunakan logikamu dalam setiap keadaan dan tindakan."
***
Tepatnya pukul tujuh malam hari ...
Beberapa belas menit sebelumnya, Ailline telah sampai di rumahnya. Dengan raut wajah yang tidak bersahabat, perempuan itu kembali memasuki kamar pribadinya. Tubuhnya terasa berat, kepalanya begitu pening, ditambah dengan rasa sesak dan nyeri pada pernapasannya kini kembali ia rasakan. Keadaan tubuhnya sangat mendominasi kondisi perempuan itu saat ini, ketimbang dengan wajah lelah dan rasa cape yang begitu menggerogoti dirinya.
Jangan ditanyakan lagi bagaimana mood perempuan itu saat ini. Kondisi tubuhnya terasa begitu lemah, ditambah dengan perasaan lelah sehabis mengikuti rangkaian acara besarnya di Paris. Lalu, sekarang ia harus menghadapi kenyataan jika suaminya telah berhasil membuatnya seperti orang bodoh. Allvhi sudah berbohong dan mengingkari janjinya, pikir Ailline.
Bukan ... Ailline bukan marah akan harapannya terhadap pria itu. Melainkan, ia begitu teramat kesal karena dirinya sudah seperti orang dungu yang rela menghabiskan waktu puluhan menitnya untuk menunggu seseorang yang sampai saat ini belum juga kelihatan bentuk wujudnya. Bahkan pesan-pesan yang Ailline kirim pun hanya dilihat saja. Membuang-buang waktu saja!
Di keadaan yang seperti sekarang, Ailline tidak bisa bertindak dengan santai. Buktinya semua isi yang ada di dalam sebuah koper dan juga isi tas milik perempuan itu sudah terlihat acak dan semerawut di lantai kamarnya. Entah apa tujuannya, karena sosok perempuan itu sedari tadi sibuk mencari sesuatu di dalam sana, sembari sesekali memegang dadanya dan memejamkan matanya beberapa saat. "Di mana obat itu?" gumam Ailline dengan frustrasi.
Nihil ... Ailline tidak menemukannya. Dengan kondisi tubuhnya yang sudah begitu lemah, perempuan itu menyandarkan tubuhnya pada ranjang tempat tidurnya, sembari memegang dadanya yang terasa semakin menjadi-jadi ... bahkan saat setiap kali mencoba meraup oksigennya dengan pelan, Ailline benar-benar meringis tidak tahan dengan nyeri yang timbul dari setiap tarikan napasnya. Dirinya mencoba tidak mengehela napas selama lima detik, agar ia tidak merasakan reaksi mematikan itu. Tapi, ia tidak tahan. Ailline merasa pengap dan sesak.
"Arghhh, sak—kit ..." Ailline sudah tersiksa selama 25 menit, ia sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya yang semakin mengancam pada setiap tarikan napasnya yang ia ambil. Ailline sekarat.
Ia tidak bisa membiarkan tubuhnya mati hanya karena terus berdiam diri tanpa usaha. Dengan perasaan yang begitu kacau, ia menarik tubuhnya dari sandarannya. Perlahan dirinya berdiri dengan hati-hati, lengkap dengan tangannya yang sedari tadi memegang dadanya, dan sesekali memejamkan matanya. Merasakan setiap sakit yang semakin mengancamnya ... dengan sangat pelan, Ailline membawa tubuhnya pada sebuah laci yang tidak jauh dari jangkauannya. Ia sibuk mencari sesuatu di dalam sana. Namun, tetap saja ... tiga laci yang telah ia geledah, nampak tidak berisi sesuatu yang sedang ia cari saat ini. "Sial, ini sangat sakit ... shhh." Ailline terdengar terus meringis tatkala ia tidak menemukan obat tersebut. "Allvhi ... iya di kamar pria itu." gumanya, saat pikirannya mengingat pada situasi sebelumnya. Ailline pernah melihat dan mendengar perkataan pria itu. Jika stok obat Ailline, ia simpan di dalam kamarnya. Di kamar Allvhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Business Marriage
RomanceTentang pertarungan antara tiga perusahaan. Sebuah kasus peretasan sistem keuangan disalah satu perusahaan yang membuat seorang pria memiliki misi dan proyek besar. Ia akan mewujudkan apapun yang dirinya inginkan. Karena sejauh ini, perusahaan dan u...