1.1

687 130 46
                                    

Tujuh hari pengajian almarhum sudah selesai. Para tamu sudah pulang. Raka beserta keluarga besar Ayu duduk melingkar di sofa.

"Kita semua udah berkumpul. Tadi Raka minta waktu sama Papa. Ada yang mau di bicarakan kata nya." Abram membuka suara obrolan.

Ayu melirik Raka yang duduk di samping nya.

"Raka mau bicara apa?" tanya Lia mewakilkan pertanyaan dari Ayu juga.

"Saya mau membicarakan terkait hubungan pernikahan saya sama Ayu."

Lagi lagi Ayu kembali di buat penasaran dengan perkataan Raka. Apa yang mau di bahas oleh Raka sebenarnya.

"Pengajian almarhum Pak Surya sudah selesai. Besok saya akan balik ke kampung. Saya minta izin untuk membawa Ayu sebagai istri saya."

Atu terperanjat di tempat duduk nya. Ia tidak bisa menyela karena semua anggota keluarga sedang berkumpul.

Ayu mengepalkan tangan nya merasa marah karena sejak terakhir mereka membicarakan masalah ini mereka belum membahas lebih lanjut.

Abram menatap Raka. "Apa tidak bisa kamu tinggal di sini saja Raka? Papa akan kasih satu perusahaan untuk kamu pimpin di sini. Kamu pindah saja ke sini."

Raka menggeleng. "Maaf Pa. Untuk yang itu saat ini saya belum bisa. Pekerjaan saya banyak di kampung yang harus saya kerjakan."

"Memang apa pekerjaan kamu di kampung? Paling bertani. Jangan sombong lah. Udah untung di kasih perusahaan di sini untuk kamu pegang malah nggak di terima." Tiba-tiba suara perempuan nyeletuk. Hani, tante Ayu. Adik Mama Lia.

Raka tersenyum sarkas. "Ya benar pekerjaan saya bertani. Tapi saya sangat menyukai nya. Anda tidak bisa menilai saya seperti itu. Karena passion setiap orang berbeda. Banyak hal di kampung yang harus saya kerjakan. Dan untuk anda ketahui saya tinggal dan hidup di sana." Jangan bilang Raka takut sama perempuan mode nenek sihir tersebut.

"Hani jangan ikut campur. Kamu diam!" ujat Lia pelan namun di setujui Raka dalam hati nya.

"Papa masih berharap kalau kamu saja yang pindah ke sini. Papa tahu seorang istri harus ikut kemana di bawa suami nya tapi Papa meminta kamu yang pindah ke sini. Ayu satu-satu nya anak perempuan Papa. Terlalu cepat dan tiba-tiba rasanya kalau kamu bawa secepat ini."

"Maaf Pa. Tapi itu udah keputusan saya." Raka tidak akan goyah.

"Ayu kamu mau ikut sama suami kamu?" Lia bertanya kepada Ayu yang malah diam sejak tadi.

"Sebenarnya kita belum bahas lebih lanjut masalah ini berdua. Tapi tiba-tiba sekarang kita membahas ini. Tapi aku rasa apa yang Papa bilang benar. Kamu aja yang pindah kesini."

Ayu menoleh menatap Raka. Hani tersenyum sinis.

"See? Istri kamu saja tidak mau ikut. Siapa juga yang mau tinggal di kampung."

Raka mengangguk. "Kamu tidak mau ikut?"

Raka malah balik bertanya dan menatap netra Ayu.

"Kalau kamu tidak ikut. Tidak masalah. Kamu bisa di sini. Saya akan balik ke kampung. Saya tidak memaksa. Namun sebelum saya mengucapkan ijab qabul saya sudah membuat perjanjian dengan almarhum Pak Surya."

"Janji? Janji apa?" Ayu terkejut.

"Setelah menikah kamu harus ikut saya."

"Aku nggak tahu mengenai perjanjian tersebut. Itu perjanjian dua belah pihak antara kamu dan kakek. Harus nya kalian melibatkan aku. Yang kalian bahas tentang persetujuan ku."
Tolak Ayu tegas.

Abram memijit kepalanya. "Papa tahu perjanjian ini. Almarhum Kakek juga bilang kalau kamu memang harus ikut Raka."

"Pa! Tadi Papa minta Raka pindah ke sini. Terus sekarang aku harus ikut Raka. Kok jadi nya begini sih?"

JEJAK RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang