Bab 10

530 124 19
                                    

Dengan nafas terengah Raka membelah kerumunan.

"Kenapa?"

Ia segera menghampiri Ayu yang tampak pucat dan ketakutan.

"Abaaanng." Ayu segera memeluk tubuh Raka. Badan nya masih gemetar.

"Itu tadi ada ular sawah, Bang Raka. Uni nya sampai ketakutan begitu.

"Terus ular nya dimana?"

"Sudah di bunuh dan di buang si Jeno."

"Oh ya sudah terima kasih Pak."

"Untung saja Uni cepat sadar ya." ucap si Ibuk yang mulai kembali ke pekerjaan nya. Tinggal Raka yang masih memeluk Ayu.

"Sudah. Ular nya sudah tidak ada lagi."

"Aku takut. Beneran takut sekali. Iiiihhhh." Ayu berjingkat dan semakin memeluk leher Raka dengan Erat.

"Nggak perlu takut lagi. Sekarang lepas dulu tangan nya. Nanti saya nggak bisa nafas."

Ayu terdiam lalu segera melepas pelukan dan mundur. Namun kembali memegang kaos yang di gunakan Raka.

"Nggak mau di sini lagi. Kita pulang yuk!" Ayu merengek. Ia takut kalau seandainya ada ular lagi.

"Sebentar saya perbaiki air dulu di sana."

"Antar aku pulang dulu nanti ke sini lagi."

"Jauh bolak balik. Di bawah itu sawah nya kering. Di masukin air dulu."

"Suruh orang aja. Nanti bayar. Atau suruh bapak bapak di sana saja," ujar Ayu menunjuk ke para pekerja panen bawang.

"Mereka juga lagi kerja. Tunggu di sini atau ikut saya!" Ayu cemberut mendengat suara Raka yang kembali berubah.

"Ikut," cicit Ayu pelan.

Raka mengangguk. Ia bernafas lega Ayu baik baik saja.

"Lihat jalan!"

"Iya." Ayu mendumel.

"Di sini nggak ada ular lagi kan?"

"Tidak ada," sahut Raka tidak mau menakuti Ayu. Kasihan juga dia melihat Ayu yang wajah nya sampai pucat ketakutan dengan badan bergetar.

Raka mengambil cangkul dan turun ke banda.

"Tunggu di sini!" Titah Raka pelan. Ayu tidak menjawab ia hanya melihat apa yang di lakukan Raka.

Tidak lama sawah yang kering itu mulai di aliri air. Ayu tampak terkesima karena memperhatikan apa yang di lakukan Raka sejak tadi.

Raka kembali naik. Kaki nya basah dan berlumpur.

"Ayo ke pondok."

"Kaki nya nggak di cuci dulu?"

"Nanti saja."

Ayu mengangguk. Mereka pun kembali ke pondok.

Mereka langsung pulang dan harus melewati jembatan itu lagi.

Ayu menyebrangi jembatan tidak setakut sebelumnya namun ia tampak hati hati melangkah.

Sebelum naik motor Ayu bicara.

"Aku serius loh mau nyumbang duitku buat jembatan itu. Kira-kira gimana?"

Raka terdiam. Ia menatap Ayu dengan alis terangkat.

"Kenapa kamu harus repot? Sejak dulu orang sudah biasa melalui nya tanpa keluhan."

"Nggak mungkin nggak ada yang mengeluh. Bisa saja ada tapi mereka nggak mengutarakan. Aku tuh peduli. Kasian mereka bisa jatuh nanti apalagi kalau air nya tinggi."

JEJAK RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang