"Elsa! Ayo udah telat!" Jingga berteriak pada Elsa yang sudah menunggunya di gang depan.
Elsa yang kesal sedikit menghentakkan kaki, "Kok lama sih?!"
"Aku telat bangun, ayo."
Jingga menarik tangan Elsa, keduanya berlari tunggang langgang sampai beberapa kali hampir jatuh karena melewati banyak orang yang juga sibuk di senin pagi itu. Entah akan tepat waktu atau tidak, yang pasti mereka harus cepat. Syukur jika tepat, kalau tidak berarti itu adalah hukuman karena bangun telat, namun Jingga akan merasa sangat bersalah pada Elsa setelah itu.
"Ji bentar..." Elsa membungkuk dengan tangan yang bertumpu pada lutut, ia mencoba menetralkan napasnya.
Gerbang sekolah sudah berada dalam jangkauan mata, sambil terengah— Jingga bersyukur bahwa ia dan Elsa belum telat. Masih ada waktu sepuluh menit lagi, ia kembali mengajak temannya yang masih lelah itu untuk bergegas.
Sejauh ini Jingga sudah berkenalan dengan beberapa teman perempuan, mereka duduk berjejer menantikan kegiatan berikutnya di hari itu. Posisi sebelah kiri sudah pasti ada Elsa, sebelah kanan nya Evelyn— dia teman baru, berasal dari kecamatan yang berbeda, namun katanya ia baru pindah satu minggu sebelum masa pengenalan sekolah dimulai.
Sorak sorai bergemuruh saat beberapa siswa menunjukkan bakatnya pada masing-masing ekstrakurikuler. Dan yang tengah berlangsung sekarang adalah perpaduan dari bernyanyi dan bermusik. Iringan gitar yang dipetik dengan nada minor, disambut dengan suara yang indah membuat yang mendengar otomatis menggerakan kepala mengikuti irama.
"Lagu apa ya ini?" tanya Elsa entah pada siapa.
Sambil terus memanggut, Jingga tengah memikirkan judul lagu yang sedang ia dengar. "Pernah dengar tapi lupa judulnya," hal tersebut disetujui oleh Elsa.
"Lagunya Nadin Amizah, Mendarah." ujar Evelyn.
"Ahh.. iya!" seru Jingga dan Elsa serempak.
Tepuk tangan kembali terdengar saat satu lagu selesai dinyanyikan, rasanya sangat kurang jika hanya mendengarkan sekali. Satu orang dari barisan ujung kanan bersuara agar dua orang di depan itu memainkan lagu kembali, rupanya suara tersebut disetujui banyak orang.
"Oke, satu lagi ya? Nanti eskul lain gak kebagian waktunya," penyanyi di depan barusaha menenangkan para penonton.
Reaksi di lagu kedua ini sama dengan lagu pertama, petikan gitar yang tenang, angin yang sejuk, memang ada rasa kantuk tapi suara indah itu sangat sayang untuk dilewatkan.
"Duh ini mah bisa kali ya sampe pulang, mereka nyanyi terus..." celetuk Elsa.
Jingga terus menoleh, "Kasian atuh cape."
"Haha... nanti kamu ikut eskul nya aja El, lumayan tuh bisa denger pas latihan."
"Ide bagus, Evelyn! Mana yang ngegitarnya ganteng..." dua tangan milik Elsa mengepal kemudian ditaruh dipipi membawa kesan imut saat kedua pipi yang sedikit tembam itu terjepit.
"Emang kamu bisa nyanyi?" pertanyaan Jingga membuat helaan napas keluar dari Elsa. Melihat itu Evelyn kembali terkekeh.
Waktu istirahat tiba, mereka dipersilahkan untuk menyantap bekal yang dibawa. Tempat mereka makan dan menonton persembahan dari kaka tingkat mereka masih sama, di lapang utama sekolah tersebut.
Dalam kegiatan tersebut para panitia penyelenggara memang sedikit kejam, santap siang yang harusnya dinikmati jadi terburu-buru karena harus tepat waktu. Dari mencuci tangan sebelum makan sampai mencuci tangan, setiap langkah yang diambil menuju wastafel mereka hitung. Terbirit-birit lah anak-anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bulan Juni
RomancePada minggu sore di tepi pantai, pada akhir dari bulan Juni, aku tidak bisa mendeskripsikan perasaan yang terjadi. Netra coklat yang terkena bias mentari berwarna jingga, membuatnya sangat indah, meski aku tak mengenalnya. Tapi semenjak itu, aku ter...