06. Kucing Bangun Tidur

20 6 0
                                    

Keenan adalah experience pertama bagi Jingga, sebelumnya ia belum pernah merasakan sesuatu yang membuat wajahnya terus menerus memanas, membuat senyumnya tiba-tiba merekah saat mencoba mengingat hal tentangnya, bahkan saat terlelap diantara gelap yang ia lihat, laki-laki itu berada di sana.

Saat ini ia tengah berpikir, termasuk ke dalam mana kah keberuntungan cinta pertamanya? Kebahagiaan atau kesedihan? Sejauh ini keberuntungan itu terus mengarah pada bahagia, meski belum jelas kedepannya akan seperti apa. Setidaknya, Keenan membawa kehidupan yang sepi itu sedikit berwarna.

Seperti saat hujan hari ini, kedua tangan menyangga pipi, duduk di atas meja menghadap ke luar jendela. Kegiatan belajar pagi itu terlewat, mungkin guru yang mengisi jam tersebut berhalangan datang sebab hujan yang cukup deras. Murid di kelas Jingga sangat bahagia dengan itu, begitupun dirinya. Hanya saja ia tak bisa pergi kemana-mana dengan hujan yang tak kunjung henti itu.

"Ngapain sih? Turun sini."

Jingga menengok hanya untuk mendapati ketiga temannya tengah duduk di atas lantai sembari melingkar, entah apa yang mereka bicarakan.

"Enggak ah, dingin." Jingga tak menghiraukan ajakan Laurens, ia kembali memandang ke luar jendela.

Bersamaan dengan langit yang terus mengabu, cuaca seperti itu turut membawa perasaan mendung. Hari ini ia belum melihat pujaan hatinya, ditambah hujan yang tak kunjung henti, semakin murung gadis itu.

Ia memandang satu persatu pintu kelas yang bersebrangan dengan kelasnya, baik itu yang berada di lantai dua atau lantai satu, tak banyak orang yang keluar dari sana. Hingga akhirnya satu pintu kelas di sebrang sana terbuka lebar, satu persatu orang yang ada di dalam sana keluar, sepertinya mereka ada pelajaran yang mengharuskan meninggalkan kelas.

"Uh? Kak Keenan?" gumam Jingga, kedua tangan yang memegang pipinya itu berganti tempat, ia memegang kaca jendela yang berada di depannya.

Dapat dilihat dari jauh, laki-laki itu banyak dirangkul oleh teman sekelasnya, namun tetap saja wajahnya begitu datar. Seorang teman yang tinggi badannya lebih dari Keenan tampak bermain-main dengan air hujan, kemudian mencipratkannya pada wajah laki-laki itu. Baru setelah itu senyuman merekah di wajah Keenan.
Jingga yang melihat itu dari jauh mulai merasakan kehangatan dalam hatinya, dia tak jadi murung, tak jadi pula galau, senyum laki-laki itu bak obat mujarab untuk hatinya yang mengabu.

"Aa aku?"

Gadis itu terkejut saat Evelyn tiba-tiba berbisik, dia kikuk karenanya, dia tertangkap basah oleh adik dari Keenan.

"Apa?" Jingga bertanya demikian untuk menutupi hal yang sudah ketahuan.

Evelyn berdecih, dia suka gaya menipu gadis itu. Wajahnya yang terlihat sangat polos seakan tak pernah berbohong dalam hidupnya, setiap orang pasti akan percaya dengan apa yang ia katakan. Beruntung saja Evelyn sebelumnya sudah tahu, jadi ia tak terperdaya.

"Dia waktu itu pernah tiba-tiba nanyain kamu, sambil pegang kain kacamata. Tapi gak ngasih tau alasan dia nanyain kamu. Aku gak banyak tanya lagi, soalnya aku inget kamu pernah nanya tentang liburan di pantai. " Evelyn menoleh pada Jingga, "Itu ada hubungannya, kan?"

Setelah itu, Jingga tak dapat lagi mengelak. Apa yang dikatakan dan ditanyakan oleh Evelyn semuanya benar dan berhubungan. Rencananya untuk memberitahu gagal, Evelyn sudah menebak terlebih dahulu.

Gadis itu menghela napas, "Iya, aku suka aa kamu. Aku gak tau, ini terlalu berani atau emang aku gak tau malu..."

Evelyn terkekeh, "Kenapa harus malu? Gak ada salahnya menyukai seseorang, Jingga."

Jingga mengangguk, "Kamu tenang aja Eve, aku gak bakal manfaatin kamu buat deketin aa kamu. Aku bakal berjuang sendiri."

"Kok gitu? Aku malah ngerasa seneng kalo kamu mau libatin aku."

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang