31. Bumbu Pahit

19 3 4
                                    

"A Ridho?"

Fakta yang membuat tercengang, sebelumnya Jingga menebak bahwa Elsa menyukai teman sekelasnya, tapi tebakannya meleset jauh. Saat dirinya masih shok, lalu memikirkan bagaimana gadis itu bisa menyukai teman sebangku dari Keenan—Elsa di sampingnya sudah senyum-senyum.

"Gimana awalnya Sa?"

Cerita Elsa memasuki waktu yang begitu jauh dari hari ini, saat dirinya melamun sendiri di depan kelas sambil menopang dagu kemudian melihat orang-orang berlalu lalang di bawah sana. Tidak ada yang menarik sampai seorang pria bertubuh jangkung lari dengan cepat lalu menaiki tangga yang sepertinya menuju kelasnya. Namun setelah ditunggu-tunggu tak kunjung naik ke atas, justru Rain yang muncul dari tangga dengan kecepatan lari yang sama, ditambah wajah khawatir.

Rain melewatinya dengan cepat, tak lama Evelyn keluar bersamanya. Elsa tidak tahu apa yang terjadi, mengapa dunia terlihat begitu sibuk? Batinnya saat melihat Evelyn kini berlari menuruni tangga.

Dia kembali menopang dagu dan kembali pada kegiatan sebelumnya, namun tak berselang lama—laki-laki jangkung itu terlihat lagi. Tak lagi berlari, tapi berjalan gontai dengan bertolak pinggang lalu mengibaskan rambutnya ke belakang.

Dagu yang ditopang itu terangkat, matanya berbinar, jantungnya berdebar—matanya terus mengekor kemana dia melangkah. Hingga dia menghilang dibalik pintu sebuah kelas, Elsa baru menyadari bahwa dia memasuki kelas yang sama dengan kelas Keenan. Dia tahu itu sebab Jingga selalu menunjukkan dimana kelasnya.

"Jadi, gimana kamu tau itu a Ridho?" tanya Jingga saat Elsa selesai dengan ceritanya.

Elsa membuka ponselnya. "Instagram kelas," ia menunjukkan ponselnya pada Jingga.

Lalu gadis itu sedikit takjub dengan lancarnya otak seorang Elsa jika harus mencari sesuatu, dirinya baru terpikir bisa melakukan hal tersebut untuk mencari seseorang. Dulu dia harus sampai pegal menunggu di perpustakaan untuk mencari tahu nama Keenan, padahal sebenarnya bisa sangat cepat dan mudah tanpa pegal.

Tapi tak apa, ada hikmah dibalik pegal, dia bisa bertatapan langsung lalu mengembalikan kain kacamata milik laki-laki itu.

Cairan infus yang menetes menjadi satu-satunya hal aneh yang dapat Jingga lihat, sunyi sepi, hanya terdengar air dari kamar mandi, katanya Elsa sakit perut. Mama pulang untuk mengambil beberapa barang, ia harus menginap minimal sampai besok. Jika keadaannya baik-baik saja, mungkin dokter akan mengijinkan pulang, jika tidak, mama harus kembali membawa barang tambahan.

Dalam diam pikirannya kembali melayang, tadi sore adalah kali pertama dirinya merasakan pingsan, rasanya—dia tidak mau lagi. Untuk itu dia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga pola makan.

"Permisi..."

Terdengar suara dari dekat pintu dibarengi ketukan.

"Iya!"

Jingga terpereranjat, Elsa dari kamar mandi menjawab kemudian bergegas menuju pintu. Sepertinya dia tidak sadar bahwa ini sedang di rumah sakit saking nyamannya bisa buang air besar. Kalau wc nya duduk, aku bakal tahan sampe pulang ke rumah nanti, ucap Elsa sebelum tadi memasuki kamar mandi.

Tak lama Elsa membawa dua orang masuk ke dalam ruang inap milik Jingga, laki-laki dengan jaket hitam kemudian di dalamnya mengenakan kaos putih, berkacamata, dan celana denim. Hah... tidak ingat kah tadi sore dia menjadi salah satu penyebab kesadaran Jingga hilang? Begitu kiranya pikiran gadis itu.

"Aa gak ajak makan ya tadi? Katanya kamu pingsan sebab maag kambuh, terus lagi pagi nya gak sarapan." Ujar Evelyn tanpa basa-basi.

"Aa ngajak makan kok, begini sebab—ya itu, gak sarapan..." jawab Jingga sedikit membela Keenan.

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang