29. Let Me Assist You

21 4 3
                                    

"Sekolah ada acara apa lagi?"

Jingga menoleh ke sumber suara saat sebelumnya otak gadis itu dipenuhi oleh bayangan tentang, bangunan semi gothic yang menjulang tinggi, para putri berpakaian cantik tak lupa dengan tiara di kepalanya. Lalu ia membatin, 'pangerannya udah datang.'

Keenan duduk di depannya, kini mereka tengah ada di perpustakaan tanpa peduli dengan kegiatan yang tengah berlangsung di luar sana.

"Program osis, tapi gak tau apa." Jingga baru menjawab begitu Keenan bangkit kembali untuk memilih buku yang akan dibaca.

"Berisik, mana playlist lagu nya gak enak." Gerutu laki-laki itu sambil terus membaca judul buku.

"Bukan gak enak, bukan selera aa aja."

"Kamu suka denger lagu kayak gini?"

"Aku gak pemilih soal lagu."

Mereka kembali duduk berhadapan, Keenan sudah mendapat buku yang ingin ia baca.

"Iya? Kamu bisa dengerin dangdut?"

Jingga mematung sesaat. "Bisa, kalo ke hajatan kan suka denger dangdut." Ia terkekeh setelahnya

"Ah..." Keenan turut terkekeh.

Perbincangan acak tersebut terhenti, mereka mulai fokus pada buku masing-masing. Mencoba membuat film sendiri dalam kepala begitu mata membaca kata dalam buku, meski bising di luar mengharuskan mereka dua kali lebih fokus.

Rentetan tembakan dari senjata berapi, ketegangan yang terjadi antara dua kubu dan masyarakat yang ketakutan. Mata milik Keenan dengan cepat membaca kata dalam buku tersebut, dia turut terjun ke dalamnya, merasakan ketegangan yang berlangsung. Namun setelah beberapa saat fokusnya mulai terbagi, antara tulisan dan gadisnya di depan. Dia begitu hening, tak terdengar suara halaman terbuka, bahkan kepalanya tenggelam dibalik buku.

Ia sudah tak bisa fokus pada tulisan di buku, dia mulai penasaran dengan seseorang di depannya. Buku itu ia ambil, dibaliknya Jingga tengah terlelap dengan rahang yang menganga. Melihat itu, Keenan memiliki ide jahil. Dia merogoh ponsel dalam saku kemudian membuka kamera untuk mengambil gambar gadis tersebut. Dalam aksinya ia terkekeh pelan, jangan sampai Jingga terbangun dulu sebelum ia puas memotret.

Laki-laki itu begitu asik dengan dunianya, sampai tak sadar pintu perpustakaan itu terbuka dan seseorang masuk ke dalam sana lalu menyaksikan mereka. Mematung dengan alis mengkerut, Laurens enggan menegur sampai Keenan sendiri yang sadar akan keberadaannya.

Namun apa yang tengah dilakukan? Memotret Jingga dengan keadaan terlelap, Laurens baru tahu Keenan mempunyai sisi jahil. Dan melihat hal tersebut, hatinya sedikit merasa ngilu. Ia menoleh ke arah jendela yang sedikit meredam suara dan kebisingan di luar, lalu kembali lagi pada dua orang itu. Mereka memilih membaca buku alih-alih turut bergabung dalam acara di luar sana, hal itu disengaja atau tidak?

Hingga Keenan selesai dan kembali memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku, dia belum menyadari kehadiran Laurens.

"Ikut aku."

Tangan kirinya ditarik, kejadian itu terlalu cepat untuk dirinya berpikir-sejak kapan Laurens datang?

Dia kesal seseorang menariknya tanpa permisi, terlebih lagi saat sedang membaca. Air wajah itu terus berubah ketus saat sebelumnya dia penuh tawa sebab jahil pada Jingga.

Laurens membawanya ke luar perpustakaan, tepatnya dibelakang bangunan tersebut. Matahari bersinar terang menerpa tempat tersebut, Keenan sampai menyipit karenanya.

"Kamu gak ngerasa punya hutang sama aku?" pertanyaan itu semakin membuat mengernyit.

"Hutang apa?"

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang