34. Tiang Lalu Lintas

11 3 2
                                    

Jam yang melingkar di tangan menunjukkan pukul empat sore, Jingga kini masih berada di satu ruangan yang berisi sepuluh orang siswi, ia tengah mengisi sebuah formulir pendaftaran untuk memasuki organisasi. Organisasi yang dimaksud adalah madding, dimana setiap anggota wajib mengisi sebuah papan besar yang terletak di koridor dekat perpustakaan. Mereka diberi ruang untuk menempelkan segala hal berbentuk tulisan di samping info tentang sekolah tersebut.

Tadi siang saat Jingga dan Evelyn baru saja keluar dari perpustakaan, seorang siswi menempelkan sebuah pengumuman tertulis di madding tersebut. Isinya berupa penerimaan anggota baru, setelah membacanya dengan seksama mereka tertarik dan berakhir mengisi formulir.

"MBTI itu, apa?" bisik Jingga pada Evelyn.

"Kamu belum tes?" Jingga menggeleng. "Yaudah dikasih strip aja," sambung Evelyn.

"Emang MBTI kamu apa?" Jingga menyondongkan tubuhnya untuk melihat kertas milik Evelyn. "ENTJ? Apa itu? Aneh betul."

Evelyn sedikit terkekeh. "Nanti sampe rumah coba kamu search cara tes MBTI, kalo udah ada hasilnya kasih tau aku ya."

Jingga hanya mengacungkan jempolnya mendengar usulan dari Evelyn, selanjutnya ia tengah berpikir apakah dia ketinggalan zaman sebab tidak tahu MBTI?

Formulir yang telah diisi kemudian diambil satu persatu oleh panitia, dimulai dari ujung kiri, Evelyn yang berada di ujung kanan berkesempatan mengecek kembali formulir tersebut. Kemudian setelah dirasa tidak ada yang salah, ia memberitahu Jingga untuk melakukan hal sama.

"Oh? Ulang tahun kamu dua hari lagi?" gadis itu justru fokus pada tanggal lahir yang ada di formulir temannya.

Jingga mengangguk semangat. "Dua hari lagi, aku 17 tahun!" ia memekik dengan suara berbisik.

Evelyn turut bersemangat, keduanya berpegangan tangan kemudian menggoyangkan tangan masing-masing untuk menyalurkan rasa bahagia. Hingga akhirnya satu orang yang bertugas menarik formulir mendekat, mereka terus terdiam.

Setelah selesai dengan formulir mereka diberi informasi kemudian pulang, tidak ada seleksi khusus untuk masuk organisasi tersebut. Mereka berdua berjalan menuju gerbang bersama dengan membicarakan banyak hal tentang kenangan ulang tahun sebelumnya yang sudah terlewat.

Seperti saat Evelyn berulang tahun ke 15, Keenan mengguyurnya dengan air campur tepung sehingga gadis itu terlihat seperti adonan yang siap digoreng. Beberapa menit setelahnya Keenan mungkin bisa tertawa lepas kemudian terus memotret Evelyn yang sudah tak berbentuk itu, namun setelahnya ia tertunduk lesu sebab dimarahi mama. Mendengar itu Jingga tertawa hingga kakinya merasa lemas, pasalnya Evelyn turut memperlihatkan foto saat dirinya menjadi adonan pada Jingga.

Asik bercerita hingga tertawa bersama, sampai tidak sadar mereka sudah berada di luar gerbang. Begitu Evelyn mematikan layar ponselnya, ia melihat ujung sepatu yang tidak asing—lalu netranya perlahan naik untuk melihat siapa pemilik sepatu itu.

Evelyn lalu bertolak pinggang. "Aa mau jemput aku atau Jingga?"

"Jingga. Tuh kamu sama dia," Keenan menunjukkan Kalandra yang sudah nyengir di atas motornya.

Kini Evelyn menganga. "Kenapa harus sama dia?!"

"Gak tau, dia yang mau. Ayo, Ji."

Jingga melirik Evelyn. "Aku, duluan ya?"

Berakhir Evelyn harus melihat motor kakak laki-lakinya yang melaju menjauh dari tempatnya semula, ia menghela napas kemudian menengok Kalandra yang masih melambaikan tangan pada Keenan dan Jingga.

"Kamu kenapa sinis terus sih ke aku?" ujar Kalandra setelah sadar Evelyn memperhatikannya.

Gadis itu tak menjawab, ia berdecak kemudian menduduki jok belakang motor Kalandra yang kosong. Tangan Evelyn melingkar pada pinggang, Kalandra sedikit terkejut sebelum akhirnya senyum salah tingkah lepas begitu saja dari bibirnya.

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang