26. Setelah Bintang Berkelip

16 4 2
                                    

Jumat menjadi hari terakhir berlangsungnya kegiatan belajar dalam setiap minggu, grup yang memiliki anggota tujuh orang itu kembali berisik di malam hari. Evelyn kembali mengusulkan jalan-jalan di akhir pekan, dan tempat yang ada dalam diskusi masih sama. Lalu Kalandra masih menjadi pendebat paling utama rencana tersebut, dan alasan paling kuat yang bisa ia gunakan adalah musim hujan.

Evelyn Sangkara
Liat ke atas langit sekarang! Banyak bintang, itu artinya besok gak hujan.
07.19 PM

Pesan tersebut Jingga baca dari lock screen ponselnya, sengaja ia tak ikut andil dalam perencanaan, dia hanya ikut memberi suara saja jika rencana tersebut jadi atau tidak.

Gadis itu tidur terlentang menghadap langit-langit di kamarnya, pesan dari Evelyn yang terbaca soal cuaca hari esok, benarkah dapat dipastikan dari adanya taburan bintang di malam ini? Ia beranjak menuju jendela, mendongak ke atas melihat bintang mengelip, sekilas seperti ketombe dalam kain hitam.

Kemudian fokusnya berubah pada tanaman di halaman rumahnya, beberapa bunga hias tumbuh subur di sana, warna-warni namun dominan hijau. Semua itu ditanam oleh mama, sekarang kegiatan pagi setelah Jingga dan papa berangkat adalah menyiram tanaman, katanya. Benih tanaman tersebut pula tidak susah didapatkan, katanya lagi, mama saling sharing dengan tetangga. Tak ada hal lain yang dapat dirasakan selain bahagia, rasanya hati itu menghangat saat mama sangat antusias memamerkan benih tanaman dari tetangga.

Sesi melamun itu disudahi, Jingga membanting tubuhnya pada kasur kemudian mengambil ponsel yang tergeletak di atasnya.

Let see, sejauh mana mereka rencanain jalan-jalan itu…” gumamnya setelah membuka grup dalam ponselnya tersebut.

A Keenan
Tolong liat ke luar
07.45 PM

Saat tengah asik scroll dan membaca bubble chat dari teman-temannya di grup, satu notifikasi yang sangat mengejutkan muncul. Jingga terus terbelalak, ponsel itu tanpa sadar terlempar, ia kembali pada jendela tempatnya baru saja melihat bintang.

Dari lantai dua tersebut ia melihat ke bawah, seseorang yang sangat ia kenal membentangkan sebuah tulisan di atas kertas folio. Tulisan tersebut berupa kata : maaf, ditulis dengan huruf capital dan memenuhi satu kertas tersebut.

Jingga belum mengetahui tujuan Keenan berdiri di sana dengan tulisan itu, pikirannya masih sibuk menerka-nerka, sementara laki-laki itu masih dalam posisinya—berdiri dengan mengangkat kertas tersebut seperti seorang mahasiswa yang sedang melakukan aksi demo.

Angin berhembus kencang dalam keheningan tersebut, bulir-bulir kecil turut berjatuhan setelah kedatangannya. Jingga kembali mendongak, kini bintang berkelip itu tertutup awan hitam. Artinya, cuaca besok tidak akan cerah?

Lalu bulir-bulir kecil itu semakin banyak, membasahi apapun yang ada di bumi termasuk laki-laki dengan spanduk kecilnya di bawah sana.  Jingga tak bisa terus mematung dibalik jendela, gadis itu bergegas mencari payung, langkahnya besar tak beraturan sehingga banyak beberapa barang yang tersenggol olehnya. Sampai ia menemukan apa yang dicari, sebuah payung kuning berukuran sedang menggantung dipojok pintu. Lalu ia berlari melewati mama dan papa yang sedang berduaan di depan pintu tanpa mengatakan apapun.

Jingga masih kalang kabut mengingat derasnya hujan yang turun, Keenan di sana pasti sudah sangat basah. Payung dan sandal hiunya turut mempersulit, si kuning susah dibuka, kemudian kaki itu tak kunjung menemukan posisi nyaman dalam selop sandal tersebut. Bergelut beberapa saat, akhirnya masa sulit terlewati, ia bergegas menuju tempat dimana Keenan berdiri.

Setelah melewati gerbang, dengan mata yang menyipit terlihat Keenan masih mengangkat kertas folio tersebut meski sudah sangat lepek karena derasnya hujan. Jingga berlari untuk melindungi laki-laki itu dari hujan meski terlambat. Dia terengah-engah setelah berbagai struggle yang dilalui, namun begitu sampai, ia melihat Keenan tersenyum cerah lalu deretan gigi rapihnya menampakkan diri.

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang