12. Mini Soccer

15 6 0
                                    

“Menurut aku, kamu harus nanya ke Laurens soal itu.”

Elsa dan Jingga tengah melakukan perjalanan menuju pedagang es boba, siang hari yang mentereng di hari sabtu, sangat cocok dengan minuman manis nan segar itu. Seharusnya hari ini, Jingga melakukan latihan, namun katanya Evelyn ada urusan mendadak, alhasil kegiatan itu mundur pada hari minggu.

“Feeling wanita itu, kuat, Ji…” Elsa berbicara, tak lupa tangannya turut bergerak untuk memperkuat argumen. “Kalo kamu punya feeling begitu, pasti gak akan meleset.” Sambungnya.

“Aku, harus nanya apa?” tanya Jingga.

“Tanya aja semua hal tentang a Keenan, aku yakin, kamu bisa bedain orang yang suka atau enggak. Lagi pula, mulut sama hati manusia tuh gak pernah sama.”

Kalimat terakhir dari Elsa sebelum mereka memesan es boba, Jingga sedikit heran, apa yang temannya makan tadi pagi? Kenapa tiba-tiba jadi pandai menasehati?

Tapi kalimat itu ada benarnya, haruskah dia menjadi banyak tanya meski pada akhirnya nanti, Laurens akan menebak bahwa ia suka pada Keenan?

Dalam duduknya setelah memesan, ia menunggu sembari melihat beberapa kendaraan yang berlalu-lalang. Matanya menyipit tatkala ia melihat pesepeda yang sepertinya ia kenal.

“Rain!” teriak Jingga tanpa ragu. Elsa di sampingnya turut mencari keberadaan seseorang yang temannya panggil itu.

Hingga akhirnya ia mendekat, “Iya?”

“Dari mana?” Tanya Jingga.

“Dari sana, mau pulang.” Jawaban itu hanya membuat Jingga dan Elsa mengikuti arah telunjuk laki-laki itu, tanpa tahu lokasi sebenarnya.

“Mampir aja dulu, beli es boba.” Seru Elsa.

Rain terlihat berpikir, “Boleh deh…”

Berakhir mereka bertiga menunggu pesanan bersama. Setelah selesai, mereka berjalan beriringan dengan sepeda Rain dituntun, menuju alun-alun. Meski cuaca terik, berlindung di bawah pepohonan di sana akan membuat panas tersebut hilang sebab udara yang ada cukup sejuk.

“Menurut kalian, terkenal itu, menyenangkan gak?” pertanyaan itu keluar saat terdengar desir dedaunan yang tertiup angin. Mungkin Rain terbawa suasana, hingga dapat bertanya hal yang mungkin saja terus mengganjal dipikirannya.

“Menyenangkan, banyak privilege yang terjadi setelah itu.” Jawab Elsa.

“Gak semua orang bisa dapat privilege itu, kadang, sebab terkenal seseorang bisa merasa trauma.” Imbuh Jingga.

“Trauma?” Rain mengernyit.

“Terkenal yang membawa obsesi seseorang, di untit, diganggu, sampai trauma.”

“Ohh, kalo itu, sisi gelap terkenal.” Elsa sedikit terkekeh menanggapi kalimat Jingga.

Segala hal memang selalu memiliki sisi baik atau buruk, tergantung pandainya kita untuk memilih mana baik, dan menjauhi yang buruk. Namun, jika hal buruk datang tanpa terprediksi, hanya ada satu jalan, yaitu hadapi. Percaya hikmah baik akan datang setelahnya, dapat memperkuat diri tatkala hal buruk sedang menerjang.

“Kamu tiba-tiba nanya itu, emang lagi terkenal ya, Rain?” kini Elsa bertanya.

Rain menggeleng, “Aku, cuma mau tau aja.”

Pendapat dari Elsa dan Jingga tak mampu membuatnya tenang, Kalandra terus bersikeras tentang video yang diam-diam ia ambil tanpa sepengetahuan Keenan. Sungguh, hal tersebut membuat Rain begitu kepikiran, ia sangat tidak setuju dengan itu. Tapi jika ia memberi tahu Keenan, Kalandra akan marah padanya, jika tidak diberitahu akan terjadi sebaliknya.

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang