27. Cerah dan Biru

7 3 0
                                    

Awan putih yang menutupi langit perlahan hilang, berganti dengan warna biru dan matahari yang terik. Perjalanan yang memakan waktu kurang dari satu jam itu sampai tujuan tanpa hambatan, entah kemana perginya semua orang di akhir pekan kali ini. Keadaan jalan begitu lengang, atau mereka yang pergi terlalu pagi?

Sampai sekitar pukul delapan lebih dua puluh, mereka menjadi pengunjung pertama dari tempat yang memiliki spot bermain, berfoto, dan memiliki pemandangan hijau sejauh memandang itu.

“Hahaha~ kita pengunjung pertama.” Gelak pak Tisna, supir yang membawa enam orang tersebut.

“Kepagian ya pak, kita…” imbuh Keenan. “Kamu sih, gak sabaran.” Sambungnya pada Evelyn.

“Ya gak apa-apa dong? Justru enak kalo belum banyak orang kayak gini.” Evelyn membela diri.

“Iya dah, gak ada yang menang kalo debat sama kamu.” Kalandra melenggang mendahului orang-orang yang masih berdiri di pintu gerbang itu.

Meski dengan berdecak, gadis itu mengekor dibelakang Kalandra untuk memasuki tempat tersebut, diikuti yang lainnya.

“Bapak mau ikut?” tanya Keenan pada pak Tisna.

“Nunggu di sini aja bapak mah, ngopi nih sama si mang nya.”

Keenan mengangguk, ia menjadi orang terakhir yang memasuki tempat tersebut. Sementara Kalandra sudah heboh di depan sana melihat beberapa wahana kesukaannya. Hari ini Keenan dan perintilannya akan menghabiskan waktu bersama, mungkin dia akan kehabisan banyak tenaga, dehidrasi, migraine, lemah, letih, lesu dan banyak lagi. Untuk itu dia menyiapkan P3K dalam tas gendongnya.

Sungguh, migraine itu sudah mulai menyerang meski baru beberapa saat mereka memasuki tempat itu. Lima orang itu menyebar mencoba berbagai keseruan yang ada di sana, sementara dia kebingungan sambil bertolak pinggang.
Penyesalan datang padanya kini, mengapa dia tak membawa Ridho untuk turut menghandle anak-anak ini?

“Eve! Hati-hati!”

“Kal jangan ngebut-ngebut!”

Suara Evelyn yang menjerit sebab berada diketinggian, Kalandra yang ugal-ugalan dengan ATV nya, mereka berdua sudah membuat pusing sejak masih berada dalam perjalanan. Kemudian ia melongo melihat Elsa yang setengah berlari di atas ketinggian, ingin menegur namun ia lupa nama gadis itu.

“Sa?! Gak usah lari!” Keenan mendengar Evelyn memanggil nama gadis itu demikian.

Keenan menghela napas, dia sudah lelah padahal belum memulai apapun. Kini ia berjalan sendiri menuju danau buatan untuk menenangkan diri sejenak. Di sana terdapat beberapa perahu yang bisa di naiki, dilengkapi dua buah dayung pula. Sekitar lima menit ia terdiam sembari beberapa kali menenggak air mineral, akhirnya dia beranjak untuk menaiki perahu tersebut.

Dia mendayung sendiri menuju tengah, sedikit merasa jengah, banyak merasa lelah. Tapi jika dipikir lagi mengapa ia begitu repot memikirkan anak-anak itu? Mereka sudah besar, tahu mana yang membahayakan atau tidak. Kembali menghela napas, kini ia tak mau direpotkan dengan perasaan tanggungjawab.

Pikirannya berganti, mengingat rangkulan yang sudah beberapa kali dia lihat. Rain sengaja melakukan itu dihadapannya? Dia menyukai Jingga? Atau bagaimana?

Perahunya sudah berada di tengah, Keenan berhenti mendayung untuk melihat pemandangan dari sana. Hijau sekitarnya, memang membuat sejuk, namun tak membuat berisik di kepalanya mereda. Jingga bilang, untuk apa dia bertahan? Keenan merasa sedikit khawatir, perasaan gadis itu padanya berkurang sementara perasaannya semakin berkembang. Melihat senyumnya dari kejauhan, apakah pernyataan nya tadi malam sangat terlambat?

Dia kembali mendayung perahu tersebut menuju tepi, perlahan, membiarkan angin yang berhembus menerbangkan rambutnya. Seketika ia tak mendengar suara dari anak-anak itu, dia sudah menuju ketenangan yang sesungguhnya.

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang