30. Saturday Hectic

12 3 2
                                    

“Aku nanya Sa, kenapa kaget?”

Yang bisa dilakukan Elsa selanjutnya hanya cengengesan, hal tersebut membuat kedua alis Jingga mengkerut. Bukan sebab apa dia bertanya hal tersebut pada Elsa, namun selama ini dia tak pernah mendengar curhatan sahabatnya itu tentang kisah cintanya. Tidak jauh dari keributan dan kehebohan di rumahnya, itu saja yang sering Elsa ceritakan.

Dan saat ia bertanya demikian, gadis itu terkejut, apakah dia sekarang tengah menyukai seseorang?

“Aku… sebenernya udah agak lama aku suka seseorang, tapi aku gak berani cerita ke kamu.” Elsa mengerucutkan bibirnya.

“Kok gak berani? Ayolah Sa, kita temenan bukan sebentar…” Jingga mengambil tangan Elsa untuk digandeng lalu gelendotan pada bahunya sampai sang empu terhuyung-huyung.

“Nanti aku kasih tau.”

“Kenapa gak sekarang?!”

“Udah nyampe sekolah."
Elsa melenggang mendahului.

“Kan bisa bisik-bisik?!” Jingga tak terima ia ditinggalkan begitu saja.

“Bisik-bisik apa?”

“Ayam!”

Gadis itu terkejut dengan suara orang disampingnya, sementara orang tersebut tak terima dirinya disebut ayam, lalu ia bertolak pinggang.

“Lagian aa ngagetin.”

Keenan terkekeh kecil, “Iya, maaf…”

Berjalan beriringan melewati lapang, menyusuri koridor, lalu berpisah akan dipertigaan sebuah lorong, Jingga berani sebab belum banyak orang yang datang pagi itu.

“Besok jadi, a?” pertanyaan tersebut keluar sebelum mereka melangkah ke arah yang berbeda.

“Jadi, gak sabar ya?”

“Kok tau?"

“Keliatan.”

Jingga sebenarnya malu untuk mengaku bahwa ia tak sabar, namun apa boleh buat, Keenan menebak itu dengan tepat. Dia melihat laki-laki itu tergelak sampai mendongak setelah berhasil membuatnya salah tingkah, kemudian ia turut tersenyum rekah saat menyadari bahwa ia menjadi penyebab gelak tersebut keluar dengan lepas.

Pikiran lain tentang Keenan muncul, apakah dia tipe orang yang mudah tertawa dengan hal kecil?

Entah, nanti akan Jingga buktikan sendiri, dia harus segera menuju kelas dan berusaha menghentikan senyumnya.

Saat ia memasuki kelas, dia tahu Elsa sedang menghindar dengan berpura-pura membaca buku. Tapi dia tak ingin kalah, Jingga duduk di bangkunya dengan menghadap belakang, pada meja Elsa. Menopang dagu dengan tatapan intens, Elsa sedikit gelagapan.

Namun Elsa tak mau kalah, ia menutup wajahnya dengan buku yang sedang ia baca. Lalu terdengar helaan napas dari Jingga, buku itu ia simpan.

“Beneran Ji, kamu pasti tau.” Ucapnya.

“Ya siapa? Kalo gak ngasih tau, gimana aku tau?” Jingga sedikit kesal. “Satu kelas?”

“SELAMAT PAGI DUNIA! HARI YANG INDAH MENGINGAT BESOK ADALAH HARI SABTU!!”

Jingga dan Elsa tidak terkejut sama sekali dengan suara yang menggelegar di satu kelas itu, mereka sudah tahu siapa yang berteriak.

“Serius banget keliatannya, ada ujian kah?” dia mendekat pada dua gadis itu.

“Bisa gak gak usah teriak-teriak, Kal?” ujar Jingga setelah menarik napas dalam-dalam sebelum menghadapi anak itu.

“Hah… kamu terlalu serius untuk dunia yang sering bercanda ini, Ji.” Kalandra mengangkat kedua tangannya ke udara, berlagak seperti orang yang paling merasakan kebebasan.

Jingga menggeleng kemudian memijat pelipisnya, sambil mendengarkan Kalandra yang terus mengoceh, matanya tertuju pada Elsa. Gadis di depannya itu seperti tidak berkedip menyimak seluruh kalimat yang keluar dari mulut Kalandra. Hingga Evelyn datang lalu menyumbat mulut laki-laki itu dengan satu potong sandwich coklat.

“Eve!” suara Kalandra tetap terdengar keras meski mulutnya disumpal.

Di Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang