Di hari rabu pukul sembilan, jam tersebut menunjukkan akan adanya pergantian pelajaran, dua jam lagi sebelum sesi istirahat. Pelajaran bahasa Inggris menjadi pembelajaran pertama di kelas Jingga hari itu. Ada satu tugas yang mengharuskan murid kelas itu mengumpulkan buku tugasnya untuk diperiksa.
Setelah semua terkumpul— Miss. Anna(guru bahasa Inggris), meminta bantuan pada Jingga untuk membawa buku tugas teman-temannya itu ke meja miliknya di ruang guru. Gadis itu menurut, ia mengekor dibelakang Miss. Anna.
"Oh iya, Jingga?"
"Yes, Miss?"
"Bisa minta tolong bawain ini ke kelas 11-B? Miss, ada kelas di sana tapi mau ke toilet dulu."
"My pleasure..."
"Thank you, Jingga."
Sebenarnya gadis itu juga harus mengikuti kelas berikutnya, tapi tak apa, dia memiliki alasan yang jelas untuk telat beberapa menit. Dengan sok tahu, gadis itu berjalan menyusuri koridor membaca setiap nama kelas yang tertulis pada papan di atas pintu.
Setelah ia menemukan kelas yang menjadi tujuan, diketuk perlahan pintu tersebut karena keadaan di dalam kelas itu seperti hening.
Salah satu siswa di dalam kelas itu mendongak untuk melihat siapa yang masuk.
"Permisi kak, mau nyimpen peralatan punya Miss. Anna..."
Setelah meminta izin, ia kembali berjalan untuk menyimpan apa yang dibawanya pada meja guru, orang-orang di sana juga terlihat cuek, sangat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tangan itu menaruh benda yang dibawanya, namun ia tak terus beranjak dari sana— ekor matanya melihat sesuatu.
Jingga menengok perlahan, kemudian tanpa sadar senyumnya merekah, deretan gigi rapihnya tak sanggup ia sembunyikan, rasa ingin berjingkrak kembali muncul. Tapi tidak, ia terus berjalan dengan cepat keluar dari kelas tersebut. Baru setelah itu, dia berlari menuju kelasnya dengan senyum yang masih merekah.
Sering ia idak mengerti kenapa segalanya begitu mudah, dari saat mereka bertemu di tempat yang cukup jauh dari tempat tinggalnya, saat mencari tahu hal lain tiba-tiba saja hal tersebut berkaitan dengan mereka, kemudian dipertemukan kembali, dan seterusnya berada dijangkau pandang. Jingga merasa sedikit takut, segala sesuatu yang sangat mudah di awal, kemudian berujung menyulitkan. Tapi apapun itu, ia harus berusaha menimalisir hal tersebut.
"Tell me what happend? Kamu kayak orang gila dari kemarin." Laurens menyilangkan kedua tangannya, lalu dengan kompak Evelyn dan Elsa melakukan hal yang sama.
"Jangan-jangan, kamu lagi jatuh cinta?" tebak Evelyn. Hal tersebut kembali membuat Jingga senyum-senyum sendiri.
"Bener kayaknya..." meski Elsa sudah tahu, tetap saja ia penasaran gadis itu sudah sejauh mana.
Jingga memperhatikan ketiga temannya itu, ia lihat satu-satu, lalu memikirkan banyak hal. Untuk Laurens, ia rasa belum terlalu dekat dengannya untuk menceritakan hal tersebut. Evelyn— akan diberitahu jika ia sudah mengetahui nama si nomor punggung 17 itu, dia tak sabar melihat reaksi Evelyn. Dan Elsa, ia akan memberitahunya nanti saat di rumah.
"Gak apa-apa..."
Jawaban dari Jingga hanya membuat tiga orang itu menghela napas kemudian melengos.
"Kayaknya kamu bener, dia lagi jatuh cinta." ujar Laurens pada Evelyn.
"Tapi dia belum bisa bicara ke kita..." timpal Evelyn.
Kemudian Elsa dan Jingga saling melempar senyum, rasanya lucu melihat dua orang itu kebingungan serta penasaran. Meski banyak orang yang Jingga temui di setiap langkahnya, namun tetap saja Elsa selalu menjadi tempatnya berbagi banyak hal. Karena orang-orang yang di temui di luar tersebut hanya untuk memperluas koneksinya, menurutnya berteman dengan Elsa sudah sangat cukup. Saling memahami, mengerti banyak hal, sebab sudah lama berteman, belum lagi jarak rumah mereka tak jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bulan Juni
RomancePada minggu sore di tepi pantai, pada akhir dari bulan Juni, aku tidak bisa mendeskripsikan perasaan yang terjadi. Netra coklat yang terkena bias mentari berwarna jingga, membuatnya sangat indah, meski aku tak mengenalnya. Tapi semenjak itu, aku ter...