06

3.6K 436 129
                                    

Siang harinya di kamar bernuansa putih ini, Zee telah terbangun sejak 30 menit yang lalu. Anak itu hanya melamun dengan tatapan kosongnya, bisa-bisanya saat bangun tadi matanya langsung mencari keberadaan sosok Gracia.

Berbaring dengan posisi menyamping membuat sudut matanya begitu mudah menjatuhkan air mata yang ingin keluar, hatinya sesak sekali. Se tidak bisa itu ia berjauhan dengan Gracia, padahal belum terlalu lama.

"Gue kenapa labil banget sih? Sikap gue tadi pasti nyakitin hati mama lagi." batin Zee teramat sesak.

Tubuhnya belum merasa baik-baik saja, apalagi di masa-masa sakit seperti ini Zee ingin sekali selalu bersama Gracia. Namun saat mendengar pembicaraan Gracia tadi di telpon semuanya berubah begitu saja, kejadiannya begitu cepat.

Gracia pasti tidak mengerti mengapa dirinya tiba-tiba seperti ini, apalagi Zeevara yang selalu berbicara manis bak anak kecil itu berubah menjadi cuek dan dingin.

"Mama pasti nangis." gumam Zee cemas, ia mendudukkan dirinya dan menyurai rambutnya yang berantakan itu ke belakang.

Kakinya menapak ke lantai dan melangkah keluar, niat hati ingin menemui Gracia walaupun hanya sekedar untuk minta maaf.

Tanpa menunda-nunda Zee langsung membuka pintu kamar Gracia. Namun, ternyata pemilik kamar tidak ada didalam membuat bahunya yang tidak semangat itu semakin merosot tidak semangat.

"Iihhh Zee bodoh bodoh! Lagian kenapa sih kalo lagi ngga mood suka ngga mikir panjang hiks..." teriak Zee sembari menghentakkan kakinya, tangisnya membuat wajahnya memerah namun Zee tak peduli. Ia memilih keluar dari kamar itu dan turun ingin menemui sang Oma saja.

Matanya melihat kesana kemari tapi tidak menemukan hasil, otaknya pun berakhir memilih kamar wanita paruh baya itu dan ternyata ada, Shanju ada di dalam sedang merapikan tempat tidurnya yang sedikit berantakan.

"Omaaaa hiks..." rengek Zee manja sambil merentangkan kedua tangannya, ekspresi wajahnya itu benar-benar seperti anak kecil yang menangis karena tidak di belikan mainan.

Shanju spontan menatap orang yang baru masuk ke kamarnya itu. "Lho lho lho... tadi mamanya sekarang anaknya," batin Shanju.

"Oma hiks mau peluk." rengek Zee lagi karena Shanju malah bengong.

"Eh aduh maaf maaf, sini nak..." Shanju pun meraih tubuh Zee dan mereka berdua duduk sambil berpelukan.

"Kenapa hm? Ada yang sakit?" lanjut Shanju bertanya, tangan kanannya aktif mengusap kepala belakang Zee.

"Badan aku masih sakit sih... t-tapi mama hiks ma-mama kemana hiks kok ndak ada di kamarnya?" tanya Zee tersedu sambil mendongak menatap Shanju sedih.

"Kalo masih sakit kok turun? Kamu laper?"

"Ngga, aku nyari mama, mama ngga ada di kamarnya."

Shanju tersenyum kecil, mama maupun anak sama saja. Sama sama tidak bisa berjauhan. "Tadi kamu kenapa sih sayang? Kok tiba-tiba kaya ngambek sama mamanya? Kasian loh dia sedih." memang, tadi saat Gracia keluar dari kamar Zee wanita itu langsung mengadu pada Shanju, bahkan menangis seperti Zee juga.

Mendengar ucapan Shanju, Zee menarik nafasnya dalam-dalam agar ia sedikit lebih tenang dan bisa bercerita. Pelukannya melerai dan Zee menghapus pelan air matanya lalu menatap sang Oma.

"Oma, aku udah besar ya?"

Kening Shanju mengernyit. "Dalam konteks apa ini? Kalo umur ya memang kamu sudah besar nak, tapi kalo badan mah engga ah, kamu masih lucu, imut dan gemes kaya Zee kecil." jawab Shanju dengan kekehan kecilnya.

"Ih Oma aku serius."

"Iya, oma juga serius."

"Aku ngerasa jadi penghambat mama kerja, Oma. Dia jadi lebih sibuk ngurusin aku daripada pekerjaan nya, aku jadi kasian sama mama yang dapet tuduhan jelek dari karyawan lain di rumah sakit, aku tau itu dari omongan kak Feni sama mama di telpon." ujar Zee dengan sedihnya, anak itu menunduk lesu.

Beloved S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang