Setelah jalan-jalan santai tadi, Zee kini duduk di tempat tidurnya, jari-jarinya menggenggam erat handphone Gracia, tetapi matanya tak berhenti menatap dengan cemberut. Sesekali juga ia melirik keluar jendela, tampak bosan dan jenuh. Setelah beberapa menit, akhirnya anak itu mendesah pelan, tak tahan dengan kebosanan yang melanda.
"Mama," panggil Zee manja dan tak sabar.
Ia mengulurkan handphone itu kepada Gracia, matanya tetap menatap dengan tatapan memelas.
"Aku mau pulang... udah bosen banget di sini."
Gracia yang sedang sibuk memeriksa beberapa catatan medis di dekat meja, berhenti sejenak. Ia melangkah mendekat dan menatap Zee dengan penuh kesabaran sambil meraih handphone dari tangan Zee dan menyimpannya di saku jasnya.
"Sabar Sayang, mama tau kamu pengen pulang. Tapi kita masih perlu nunggu beberapa hari lagi, mama nggak bisa bawa kamu pulang dulu. Kamu kan masih harus sembuh bener."
Zee mengerutkan keningnya, tidak puas dengan penjelasan itu. Ia mendesah lagi, wajahnya menunjukkan ekspresi kecewa.
"Kenapa sih? Aku udah mendingan kok. Nggak ada apa-apa, cuma sakit sedikit."
Gracia mengulum senyum, tangannya dengan jahil mencubit pelan pipi Zee. "Ah, yang bener? Seriusan sakit dikit doang?" tanyanya.
Bagaimana Gracia bisa percaya? Toh tadi saja anak itu menangis saat dirinya mengoleskan salep pada lukanya.
"Ish, walaupun sakitnya masih banyak aku mau tetep pulang titik."
Gracia menghela napas pelan. Ia sudah mendengar ratusan kali permintaan yang sama dari Zee, namun tetap tidak bisa memberikan jawaban yang Zee inginkan. Sebagai seorang ibu dan dokter, ia tahu bahwa keputusan terbaik untuk anaknya adalah tetap tinggal di rumah sakit hingga keadaan Zee benar-benar stabil. Meskipun hatinya tergerak melihat betapa kesalnya Zee, ia tetap harus mengutamakan kesehatan anaknya.
"Mama paham kamu bosen, sayang. Tapi mama takut kalau kamu pulang sekarang, nanti ada yang nggak beres. Di rumah kan nggak ada alat-alat rumah sakit yang lengkap. Kita harus pastiin kamu bener-bener sembuh dulu."
Mata Zee mulai berkaca-kaca, perasaan kesal dan kecewa masih tersisa di wajahnya, tapi dia tahu mamanya hanya ingin yang terbaik. Dengan pelan, dia mengangguk, meski tanpa kata-kata.
Gracia mengusap kepala Zee dengan lembut, menatap anaknya dengan penuh kasih.
"Ada saatnya kita pulang, sabar ya? Kan mama temenin."
Zee akhirnya menarik napas panjang, meskipun dalam hati masih ada sedikit ketidakpuasan. Sebuah senyum tipis mulai muncul di wajahnya, walaupun tetap cemberut.
"Nah gitu dong senyum, kan cantik jadinya." Gracia mencium gemas pipi Zee.
"Males sama mama," Zee mendorong tubuh Gracia pelan, seolah benar-benar malas dengan mamanya.
"Kenapa ih? Kan mama ada disini mulu sama kamu."
"Mama sibuk, aku nya di anggurin. Cuma dikasih hp doang, lama banget ish sibuk sama kertasnya..." adu Zee sedih, matanya pun berkaca-kaca.
Gracia reflek memeluk tubuh anaknya, tak tega sekali melihatnya.
"Uluh uluh kacian... maaf ya sayang, mama cuma periksa catatan medis aja kok."
"Ah aku ndak suka,"
"Iya iya maaf, mau mam ndak hm?"
Zee hanya menggeleng, memeluk erat tubuh Gracia. "Maunya eskrim, please..."
"Oke, mama pesenin dulu ya."
Zee sontak menatap Gracia dengan binarnya. "Seriusan boleh?"
"Iya dong, boleh kok."
![](https://img.wattpad.com/cover/374467209-288-k831804.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved S2 [END]
RandomCinta dan kasih sayang yang di miliki oleh Gracia hanya boleh di berikan untuk Zeevara. Note: Agar tidak bingung, silahkan baca dulu season 1 nya.