27

3K 536 354
                                    

Pagi hari Gracia terbangun dengan tiba-tiba, dadanya berdegup kencang. Ia terkejut mendapati dirinya ketiduran, sesuatu yang tidak pernah ia niatkan. Sesaat, kepalanya terasa bingung, namun dengan cepat kesadarannya kembali sepenuhnya.

Setelah itu ia langsung berdiri dan berjalan cepat menuju monitor yang menunjukkan kondisi Zee. Jantungnya berdetak lebih cepat ketika melihat angka di layar, kemajuan yang ia harapkan justru berkurang 5%. Kepanikan merayap perlahan di tubuhnya, itu membuatnya semakin tegang.

Dengan tangan gemetar, Gracia memeriksa kondisi anaknya. Alat-alat medis yang mengelilingi tubuh Zee seolah memberi tanda bahwa segala sesuatunya semakin memburuk, ia menggenggam tangan Zee yang dingin dan lemah.

"Zee... maafin mama. Mama ketiduran, seharusnya mama terus jagain kamu tadi malam," gumamnya, penuh penyesalan.

Gracia terus memeriksa, mulai dari suhu tubuh Zee hingga laju pernapasannya. Wajahnya tak bisa menyembunyikan kekecewaan dan rasa kesal pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia tertidur? Sebagai dokter, dia tahu bahwa kondisi Zee bisa berubah dengan cepat, tapi sebagai ibu, dia merasakan sesal yang mendalam.

"Maafin mama... maafin mama sayang."

Tangannya dengan lembut menyentuh dahi Zee, berharap bisa mengirimkan kekuatan yang anaknya butuhkan. 5% mungkin terasa kecil, tapi ini adalah perjuangan hidup dan mati.

"Maaf, maaf banget mama nyesel banget sayang... kamu bertahan ya? Mama akan selalu ada untuk kamu, mama janji nggak akan ketiduran lagi."

Namun, meski kata-kata itu ia ucapkan, jauh di dalam hatinya, Gracia tahu betapa berat perjuangan ini. Sambil menghela napas panjang, ia kembali duduk, terus memandangi Zee dengan tatapan penuh kasih dan harapan yang tak pernah padam.

"Aargghhh Gracia bodoh!" umpatnya di dalam hati.

Seketika Gracia merasa darahnya mendidih, amarahnya meledak tanpa bisa ia kendalikan. Wajahnya memerah, matanya berkilat dengan luapan emosi yang tak bisa ditahan lagi. Bagaimana mungkin? Bahkan jika 1% saja berkurang, ia tak rela. Apalagi ini 5%, hatinya seolah diremukkan.

Amarah membakar setiap sudut pikirannya. Rasa sesal yang tadi memenuhi hatinya karena ketiduran kini berganti dengan kemarahan yang mendalam.

"Zee gak boleh ninggalin gue!" batinnya tegas.

Dengan napas memburu, Gracia mulai berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana Zee bisa terjatuh dari rooftop? Pertanyaan itu berkecamuk, memenuhi pikirannya. Semakin ia mencoba memikirkan kembali peristiwa itu, semakin amarahnya meningkat.

"Di rooftop itu Zee gak mungkin sendirian." pikir Gracia dengan penuh amarah, tangannya mengepal erat.

"Apa kejadian ini emang di sengaja? Bukan sekedar kecelakaan?"

Jika memang hal ini di sengaja dan ada seseorang di balik kejadian ini, Gracia bersumpah dalam hati bahwa ia tidak akan pernah memaafkan orang itu. Siapa pun yang bertanggung jawab atas penderitaan ini akan menanggung akibatnya.

Gracia menghela napas, berusaha mengendalikan emosi yang menggelegak. Tetapi pikiran itu terus menghantuinya. Zee tidak akan jatuh begitu saja. Ia tahu anaknya, Zee bukan tipe anak yang ceroboh.

Dengan penuh kemarahan dan tekad yang semakin menguat, Gracia memutuskan bahwa ia akan menyelidiki semuanya. Mulai dari siapa yang bersama Zee di rooftop, hingga semua detail kecil yang mungkin terlewatkan.

"Gue harus cepet-cepet selidiki ini, gue gak rela anak gue berjuang mati matian sedangkan orang jahat itu masih bebas berkeliaran." tegasnya lagi dalam hati, saking kesalnya sosok Gracia yang lembut kini tidak ada.

Beloved S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang