04

3.9K 447 150
                                    

Semalam setelah selesai menyampul buku-buku Zeevara, mereka berdua langsung pindah ke kamar sebelah tentu saja ke kamar Gracia karena itu keinginan Zee. Katanya tidur di kamar sang Mama lebih nyaman, Gracia sendiri pun no komen, ia mengikuti kemauan Zee saja.

Merasakan perutnya yang terasa sakit Zee terbangun membuka matanya dan langsung melihat ke arah jam dinding, ternyata jam menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Sungguh sakit sekali rasanya membuat ia tidak kuat dan menangis pelan, wajahnya mulai mendongak melihat Gracia yang seperti biasa sedang memeluknya.

Melihat wajah Gracia yang begitu lelap membuat Zee tidak tega untuk membangunkan Mamanya itu, tapi rasa sakit di perutnya ini sungguh begitu sakit.

"M-mama sakit Mah..." lirih Zee terbata, tangan kirinya terus meremas perutnya.

"Mama hiks," Zee mengguncang tubuh Gracia membuat Gracia perlahan terusik dan menyipit seraya memijat pelipisnya.

"Zee? Kenapa nak?" wanita itu belum tersadar sepenuhnya, hingga telinganya mulai mendengar isakan tangis Zee spontan matanya membelak.

"Maa sakit hiks..."

Gracia terduduk dan mencepol asal rambutnya dan memfokuskan tatapannya pada Zee.

"Sakit? Apanya yang sakit hm?" tanya Gracia khawatir, tangannya spontan memegang dahi Zee hingga terdengar helaan nafas berat setelahnya.

"Perut aku hiks sakit mah sakit."

"Kamu demam juga, tunggu bentar Mama mau amb-"

"Ngga, Mama jangan pergi hiks sakit mah jangan tinggalin aku." rengek Zee menahan lengan Gracia, anak itu menarik keras.

"Ssshuutt tenang sayang, mama cuma mau ambil stetoskop sama termometer."

Mendengar itu Zee pun melepaskan cekalannya, matanya terus memperhatikan setiap gerak gerik Gracia hingga kini sudah ada di sampingnya lagi mulai memeriksanya.

"Ssshh sakit maah hiks..." tangis Zee yang terus meluruh itu membuat hati Gracia hancur, sungguh tak bohong, dari tadi ia menahan mati-matian rasa sesak itu.

Di sisi lain Zee pun merasakan gejolak yang tidak enak di perutnya. "Perut aku sakit banget Mama... mual juga."

Gracia yang tengah fokus memeriksa suara detak jantung Zee, dan itu ternyata normal. Beralih sedikit ke bawahnya, ia menyingkap piyama Zee yang menutupi perut dan langsung saja mengarahkan bagian diaphragm nya.

Beberapa menit ia memeriksa, setelah mengetahui penyebab yang membuat anaknya merasa kesakitan ini ia menghela nafasnya. Kedua tangannya melepas earpieces yang terpasang pada kedua telinganya lalu ia beralih pada termometer untuk mengecek suhu tubuh Zee, melepas beberapa kancing piyama Zee dan mengarahkan termometer itu di ketiak Zee.

Sambil menunggu alarm tanda pengukuran suhu selesai Gracia mengusap lembut perut Zee, hatinya bertambah sedih kala mengetahui anaknya itu terserang diare.

"Sakit hm?" tanya Gracia, raut wajahnya saat ini datar sedangkan Zee hanya mengangguk dengan sedihnya.

Beep!

Bunyi pertanda pengecekan suhu terdengar, segeralah Gracia meraih itu dan melihat angka yang tertera.

"38,9°C, ya tuhan... tinggi banget demamnya." batin Gracia putus asa, ia menatap Zee sekejap lalu turun dari ranjang berniat akan menyimpan dulu alat-alatnya lalu mengambil kebutuhan Zee yang di perlukan.

Sementara di kasur, dahi Zee mengkerut, rasa gejolak di perutnya ini semakin dahsyat hingga ia tak kuat menahan apapun yang ingin keluar ini.

Dengan tertatih ia bangun dan berjalan cepat menuju kamar mandi, Gracia yang sedang menyimpan alat-alatnya pun sontak langsung mengikuti anaknya.

Beloved S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang