I Had A Dream About You Last Night

3 1 0
                                    

Music: All Too Well (10 minutes version) - Taylor Swift

"Selamat datang di kedai kop—" Juni mati kutu waktu Hael Ivalo muncul di pintu kedainya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat datang di kedai kop—" Juni mati kutu waktu Hael Ivalo muncul di pintu kedainya.

Lelaki itu memakai t-shirt polos biru laut dengan celana katun pendek berwarna putih, alasnya memakai slip on senada.

"Hai, Jun," sapanya dengan senyuman maut itu.

Apa coba? Emang bisa kayak gini?"

"Ha? What are you doing here?" Juni meremas apronnya, gugup dan bahagia di waktu yang sama.

Ha memasukkan kedua tangannya ke saku, tersenyum.

"Ini, sesuai janji gue."

"Pardon me? Kamu bilang 'gue'?"

"Kenapa? Ada yang salah? Nih, ambil."

Juni melihat selembar kertas kecil. Sampai Juni menyadari ada kesepakatan antara mereka yang belum selesai meski keduanya sudah terpisah sebulan ini.

"Oh, ini tiket yang kamu janjiin."

Ha mengangguk.

"Kapan konsernya?" Juni bergumam sambil menatap lembaran di tangannya.

"Itu bukan tiket konser."

"Terus tiket apa?"

"Itu tiket ke neraka penderitaan. That's where you belong," tutur Ha santai.

Juni tersentak mendengar. "Ha??"

Lelaki itu tertawa dengan santainya, senyum lebarnya terlihat jahat dan berbeda dengan kali terakhir.

"C'mon, Jun. The hell of misery is your true place. Atas apa yang kamu lakukan sama orang-orang di sekitar kamu ... kamu layak untuk menderita karena meninggalkan orang yang kamu sayang."

"Waw .... I should hate you," ujar Juni tak habis pikir. "Why do I love someone like you ...."

"Wrong again, Jun. Yang benar adalah kenapa orang seperti kamu masih punya seseorang yang sayang dan peduli. Kamu seharusnya ditinggalkan, sama kayak kamu meninggalkan banyak orang di sekitar kamu. That's exactly what you deserve."

Juni terbangun dari tidurnya dengan dada bergejolak dan peluh memenuhi pelipisnya. Napasnya tersengal-sengal, sambil meraup kembali seluruh kesadarannya, ia bernapas pelan-pelan.

Kemudian rasa pusing di kepalanya datang lagi.

"God, kadang rasanya aku kayak dikutuk." Juni menuruni tempat tidurnya, berjalan ke dapur untuk melahap dua atau tiga butir obat sakit kepala.

Matanya menyisir tiap sudut lemari, mencari di mana lagi stok obatnya. Namun, nihil. Juni beringsut berjongkok, membuka lemari lainnya. Nihil juga.

Ia bangkit berdiri dan—

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang