PROLOGUE

23 3 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Membicarakan yang pergi // Bagian Juni

"La, kenapa dunia gak adil, ya? Orang kayak kita perlu mendaki mati-matian, belum tentu akhirnya puncak yang tinggi. Tapi beberapa orang cuman perlu mendaki tiga-empat kali udah sampai di puncak tinggi mereka."

"Dunia selalu adil, Jun."

Semerbak aroma kopi menguar di sekeliling. Bunyi mesin kopi terdengar, seperti nyanyian teratur yang melengkapi percakapan mereka.

Juni mendongak menatap wajah kawan seperjuangannya. "Atas dasar apa lo bilang hidup selalu adil?"

"Karena semua orang merasa hidup gak adil, makanya hidup itu adil."

Terkadang, saking dalamnya Ela merasakan banyak hal—Juni tak bisa membantah kalimat kawannya, sebab kalimat Ela tidak salah. Nyaris tidak pernah salah.

Lalu lintas Jakarta akan selalu sama, beberapa ruas jalan tetap sibuk dengan mobil dan motor yang bergerak lambat menuju rumah atau destinasi lainnya. Sorot lampu kendaraan dan lampu jalan memberikan cahaya yang memantulkan ke dalam gedung-gedung tinggi di sepanjang kota.

"Do you think I will meet him again?" Juni bertanya seraya menengok ke jendela, menatap cahaya bulan di malam patahnya.

"Just believe in your fate." Ela menjawab terlampau santai.

"What if ... nasib bilang kalau gue gak akan pernah lihat wajahnya lagi? Secara nyata di depan mata gue?"

Ela terkekeh. "Easy, change your fate. Gue salah satu orang yang gak yakin kalau takdir itu nyata. Bagi gue, jalan hidup akan selalu bisa lo ubah."

Juni menggeleng pelan, menarik napas dan menanggapi. "Cuman tetap aja, La ... kita gak bisa melawan Tuhan."

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Carota Oct's Notes:

Aku selalu bilang sama diriku, ketika kamu punya sesuatu untuk diceritakan, bicara kalau kamu mampu, tulis kalau kamu ragu. 

Fate ditulis bermodalkan imajinasiku semasa SMA waktu awal jatuh cinta dengan salah satu boyband. Aku dan angan-angan bebas mulai berimajinasi:

"Gimana, ya, kalau pacaran sama member ini?"

"Gimana, ya, kalau mereka berdiri di hadapan kita?"

Berangan-angan soal hal yang sulit untuk jadi nyata.

Sampai akhir-akhir ini aku bergumul akan satu hal, yaitu nasib/takdir/providence/probabilitas (banyak hal ternyata). Sesuatu yang aku yakin akan selalu bisa diubah selama Tuhan kasih izin. Makanya aku mencoba menuliskan angan-anganku sebagai gadis SMA dulu dengan dibumbui beberapa hal yang ingin aku sampaikan.

Semoga ceritanya bisa menjadi rumah, ya. 

Selamat datang dan selamat jatuh cinta, ya𐙚

- Carota October 

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang