♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!
***
"Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus? Omong kosong, ini perundungan. Perundungan yang disokong universitas dan dibalut dengan legalitas. Ironisnya, semua diam tidak bersuara karena menganggapnya sudah sebagai hal biasa."
***
Harsa menatap tangannya yang digenggam erat oleh tangan seorang yang dingin dan berkeringat. Harsa bisa merasakan bagaimana tubuh Hana bergetar hebat dan helat napasnya memburu cepat. Kulit wajahnya terlihat pusat pasi. Rasa gugup dan ketakutan Hana mengalir pada Harsa lewat jemari mereka yang saling bertaut erat.
Harsa tersenyum tipis. Ia mengusap lembut punggung tangan adiknya, kemudian berbisik pelan.
"It's okay, Kakak di sini," Harsa berucap menenangkan.
Sayangnya, Hana tidak mendengar jelas apa yang Harsa katakan. Atensi Hana sepenuhnya tertuju pada orang-orang yang berlalu-lalang; menatap kepadanya, tidak menatap kepadanya. Mereka yang sibuk dengan urusan masing-masing, atau sibuk saling memperhatikan satu sama lain.
Detak jantung Hana menggila. Bola matanya bergetar. Hana melihat sekelilingnya yang bising dan ramai, Hana merasa kepalanya semakin berat dan tubuhnya bergetar hebat. Langkah kakinya tertahan, tidak lagi melangkah, membeku, dan diam di tempat.
Harsa menyadari hal itu, juga mengerti betul apa yang menyebabkan Hana merasa sedemikian takut dan gugup. Sudah lebih dari satu minggu ini, tidak ada yang dipertontonkan dari dunia perkuliahan—sejak ospek universitas sampai fakultas—tidak lebih dari ketimpangan relasi kuasa antara mahasiswa baru dan kakak tingkatnya. Hana pasti merasa takut, Hana pasti merasa gugup.
Tidak ada sambutan hangat, hanya teriakan, bentakan, dan sikap gila hormat yang ditunjukkan pada mereka. Harsa sampai bertanya-tanya, apakah itu sikap yang patut dari seorang yang menyandang gelar Maha dari para Siswa?
Tubuh Hana terperanjat ketika Harsa melepaskan genggaman tangan mereka dan beralih merangkul bahunya sesaat sebelum mereka menuruni trotoar, bersiap untuk menyebrang jalanan.
Hana meremat tali tas ransel kakaknya dengan erat, menyeimbangkan langkahnya, dan berjalan bersisian—melewati kendaraan yang berlalu-lalang—dari halte bus menuju gerbang belakang universitas.
"Wah... kalian pacaran, ya? Sweet banget!"
Suara sopran yang terdengar asing membuat Harsa menoleh. Harsa mendapati seorang gadis berperawakan mungil dengan kulit putih susu berjalan menghampiri dirinya dan Hana; seorang gadis dengan sepasang kelopak mata monoloid yang kini tersenyum manis pada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia, Harsa
Teen FictionJika dunia hadir dalam wujud manusia, maka bagi Harsa itu adalah Hana. *** _________________________ /tw⚠️ - mature content (18+) - bullying - mental, physical, and sexual abuse - harsh words