16

23 2 0
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

/tw⚠️/
sensitive content

***

"Power tends to money

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Power tends to money. Absolute money, power absolutely."

***


Sebuah surat datang kepadanya tadi pagi, disusul pesan singkat dari seseorang yang membuat Lail terpaksa harus meminta izin pada panitia untuk tidak mengikuti ospek jurusan. Uniknya, permintaan izin Laila langsung disetujui. Hal itu semakin menguatkan dugaan jika yang mengirim pesan—juga surat—padanya adalah orang yamg memiliki pengaruh kuat di kepanitiaan. Mungkin bukan hanya sebatas kepanitiaan, tapi juga jurusan, fakultas, atau lebih tinggi dari pada itu. Kelindan kekuasaan yang menjijikan.

Setelah bertanya pada resepsionis terkait di mana ruangan orang itu—karena dia sendiri bersikeras tidak mau memberitahu—Lail langsung menaiki lift dan menuju lantai delapan rumah sakit. Ruangan yang digunakan adalah ruangan yang elit, tentu saja, memang apa yang ia harapkan dari seorang yang bahkan bisa memanipulasi kasus sampai di Dekanat? Pastilah dia adalah anak orang berada. Tidak mungkin orang miskin sampai punya kuasa.

Power tends to money. Absolute money, power absolutely. Begitu prinsip dunia hari ini, bukan?

"Hai. Apa kabar?" Bastian menyimpan kembali buah apel yang hendak ia makan. Bastian ingin membagi perhatiannya dari gadis yang menatapnya dengan tatapan tajam dan menusuk itu. 

Tidak apa, Bastian menyukainya.

Ada kepuasan tersendiri ketika melihat perubahan emosi Lail akibat ulahnya. Bastian merasa dirinya sudah berhasil mengambil kendali. Emosi Lail kini bergantung kepadanya. Apakah dia akan marah, kesal, atau tenang, semuanya berada di tangan Bastian. Itu hal yang sangat menyenangkan, memuaskan ketika dirinya berhasil mendominasi atas diri seseorang.

"Ini apa?" Lail menunjukkan sebuah amplop berwarna putih yang Bastian tahu persis apa isinya.

"Just a game." Bastian menggedik acuh sambil tertawa.

"Lo mainin gue?" Lail tidak habis pikir dengan apa yang ada di kepala Bastian.

Pagi ini, seseorang yang mengaku pengacaranya mendatangi rumah Lail dengan membawa selembar surat laporan kepolisian atas tindakan percobaan pembunuhan. Dan ternyata itu hanya sebatas permainan? Bastian merancang semua hal sampai seserius itu hanya untuk mempermainkannya? Apa dia gila?

"Kenapa marah? Lo seharusnya bersyukur itu cuma permainan," Bastian tersenyum kecil. "Kalau gue mau, gue bisa aja bikin lo masuk penjara sejak tiga hari lalu. Itu 'kan balasan yang pantas buat orang yang udah buat perut gue sekarat karena hampir kehabisan darah?" Bastian menunjuk luka di perutnya dengan isyarat matanya, mengingatkan Laila atas apa yang sudah diperbuatnya empat hari yang lalu.

Bahagia, HarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang