Jika dunia hadir dalam wujud manusia, maka bagi Harsa itu adalah Hana.
***
_________________________
/tw⚠️
- mature content (18+)
- bullying
- mental, physical, and sexual abuse
- harsh words
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Saat itu, Harsa menyadari dari mana luka yang selalu menghiasi tangan ibunya dari hari ke hari. Luka itu berasal dari pisau yang sama, yang mengacung dan mengarah tepat pada ia dan Hana."
***
Tujuh tahun silam. Usia Hana masih sangat belia kala itu. Dan usia belianya, Hana harus menghadapi situasi yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.
Hari di mana Hana berdiri dan meremat boneka yang dipeluknya kuat-kuat. Hari di mana ia menyaksikan pertengkaran hebat kedua orang tuanya dengan bibir bergetar, dada yang sesak, dan tangisnya yang ia tahan sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan suara.
Satu tangisan berarti satu tamparan, teriakan berarti satu pukulan.
Cukup. Cukup untuk hari ini. Hana Tidak ingin dipukul lagi, tidak ingin ditampar lagi.
Hana tidak tahu alasan kenapa ayah dan ibunya bertengkar. Hana bahkan tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Hana terbangun dari tidurnya dan hanya mendengar seputar tentang kehancuran, pengkhianatan dan penyesalan. Hana masih terlalu belia saat itu untuk tahu apa yang hancur, siapa yang berkhianat, atau apa yang disesalkan siapa. Satu-satunya hal yang Hana pahami adalah ketika nama ia dan kakaknya disebut-sebut dalam pertengkaran mereka.
Anak sial, beban, tidak seharusnya hidup, begitu kata mereka. Ibu yang lelah mengurus dan ayah yang tidak ingin melihat wajah mereka lagi. Hana juga berharap ia salah dengar, tapi memang begitu kenyataan yang ibu dan ayahnya sampaikan.
"Kamu bawa Harsa sama Hana!"
"Kamu ibunya! Kenapa harus saya yang urus?"
Hana mengartikan jika inti perdebatan orang tuanya adalah penyesalan mereka atas kehadiran dirinya dan kakaknya. Tapi, kenapa? Apa memang semerepotkan itu dan semenyulitkan itu memiliki anak sampai-sampai ayah dan ibunya sendiri menganggap jika kehadiran mereka sebagai beban?
"AGHR!!!"
Hana terperanjat begitu mendengar ibunya berteriak keras dan mulai mengamuk, membanting dan menghancurkan semua barang di sekitarnya, meraung memanggil-manggil ayahnya yang sudah berjalan keluar meninggalkan rumah mereka.