06

26 4 0
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

***

"Jiwa mereka telah bersahabat dengan sunyi, berteman baik dengan sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jiwa mereka telah bersahabat dengan sunyi, berteman baik dengan sepi."

***


Tidak ada hal yang Hana lakukan pagi ini selain menatap punggung Harsa yang dengan telaten mengeluarkan bunga-bunga dari satu-persatu pot di halaman rumah mereka. Beberapa darinya rusak akibat hujan deras dua hari lalu.

Hana tersenyum tipis. Entah, rasanya senang saja melihat Harsa melakukan sesuatu yang disenanginya. Hana cukup tahu diri untuk tidak mengelak jika selama ini Harsa lebih banyak melakukan sesuatu untuk Hana daripada dirinya sendiri. Dan, satu dari banyak hal yang tidak diketahui orang perihal kegemaran Harsa adalah mengurus tanaman.

Harsa pernah bercerita, melihat hijau dedaunan dan indah warna bunga memberikan ketenangan batin baginya. Jika mengira Harsa seorang yang cinta keramaian, mendapat saluran damai dengan bercengkrama dengan banyak manusia, itu salah besar. Dalam hal ini, kepribadian Harsa dan Hana nyaris tidak berbeda. Jiwa mereka telah bersahabat dengan sunyi, berteman baik dengan sepi.

Sinar matahari tiba-tiba mengenai sampul buku berwarna merah di atas meja, membias, memercik kilauan cahaya yang menarik pandangan Hana untuk tertuju kepadanya. Hana meraih buku itu, ingin tahu apa kiranya yang membuat Harsa sampai menghabiskan tidak kurang dari dua jam duduk di teras hanya untuk membacanya pagi tadi.

"Hai, Han!"

Sapaan seorang dari luar pagar membuat Hana terperanjat, nyaris membuat buku di tangannya terlempar. Hana memang tidak asing dengan suara itu. Hana hanya terkejut. Terlebih, seorang tadi melambaikan tangan kepadanya saat itu. Dia, Laila.

"Loh, lo tinggal di sini, Il?"

Kebingungan Hana diwakili oleh Harsa. Meski bukan ia yang disapa, posisi Harsa lebih dekat—hanya terhalang bidang pagar besi yang rapat.

Sebelumnya, Lail tidak menyadari keberadaan Harsa. Itu sebabnya, ia hanya menyapa Hana. Pagar rumah mereka sangat tinggi juga rapat, dilapisi sebuah bidang berwarna hitam yang berbahan baja. Jika tidak lewat celah kecil dari besi yang renggang di dekat gembok pagar, Lail pasti tidak akan melihat keberadaan Hana di teras rumah; apalagi Harsa.

"Iya. Itu! Di rumah gue yang lama," jawab Lail sambil menunjuk rumah tempat ia tinggal.

Rumah Lail tidak berjarak dari mereka kecuali selebar bahu jalan. Benar-benar saling berhadapan. Lail besar di sana, di rumah itu, setidaknya sampai berusia delapan tahun.

Saat keluarga Lail kembali ke tanah kelahirannya, Iran, hunian itu disewakan. Bulan lalu, masa sewanya habis. Lail tidak berpikir dua kali untuk menerima tawaran sang ibu tinggal di sana, tidak lagi di hunian yang ia sewa. Lail kembali ke rumah masa kecilnya itu sekitar dua hari yang lalu.

Bahagia, HarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang