♡ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!
/tw⚠️/
sexual and sexual verbal abuse content***
***
Harsa tersenyum dari kejauhan, ia melihat lingkaran yang biasa hanya terdiri dari mahasiswa baru saja itu kini terdapat di antaranya beberapa orang panitia. Mereka berbincang dan tertawa, tidak secanggung biasanya yang untuk sekedar menyapa satu sama lain pun merasa segan. Jarak antara peserta dan panitia mulai terkikis dan memudar.
Hari itu, suasana ospek bisa dibilang berlangsung dengan baik. Panitia tidak lagi berprilaku buruk. Beberapa dari mereka yang berprilaku dingin, tapi sebagian lainnya berprilaku baik. Harsa bahkan sudah bisa berbincang dengan beberapa panitia. Mereka berkata jika memang dipaksa untuk berprilaku sewenang-wenang, karena jika tidak mereka akan dikucilkan.
Harsa tentu tidak begitu saja mempercayai hal itu. Hanya saja, itu pendapat yang bisa diterima. Tidak mudah tetap kering jika berjalan di dalam air. Tidak akan tetap bersih jika berkubang di genangan lumpur. Harsa bisa memaklumi jika pasti ada sebagian orang yang melakukan hal itu karena terpaksa. Mungkin, panitia yang berbincang bersamanya tadi salah satunya.
"Kalau tahu mental mereka kayak tahu gini, kita koordinasi buat mogok ospek dari hari pertama aja, anjir." Jeffri membuka suara.
Semua yang mendengarnya tersenyum saja. Mereka membenarkan perkataan Jeffri, tapi tidak memiliki keberanian lebih menyetujuinya dengan lantang. Gejala post-kolonialisme itu nyata. Penduduk koloni akan tetap tiarap, meski melihat seorang serdadu tak bersenjata.
Mereka—delapan orang itu—duduk melingkari api unggun yang baru saja menyala beberapa menit lalu. Harsa duduk di samping Hana, dengan Jeffran, Davian, Ambar, dan Sapta yang duduk melingkar ke sisi kiri mereka. Di sana juga ada Lail. Dia duduk tepat di samping Melati.
"Itu permen jahe. Rasanya agak aneh, tapi anget buat badan."
Melati menatap permen di telapak tangannya ketika mendengar penjelasan Laila. Melati tersenyum tipis, kemudian memakannya.
"Pedes," Melati berkomentar. Permen pemberian Davian sangat tidak cocok dengan lidahnya.
Lail sempat tertawa. Lail mengeluarkan sebungkus tisu dari saku jaketnya, kemudian mengambil beberapa helai dan memberikannya kepada Melati.
"Muntahin aja," Lail memberi saran dan Melati menurutinya.
Lail menjadi begitu dekat dengan Melati selepas Harsa bercerita tadi malam. Lail mengerti seberapa dalam trauma dan luka psikis yang Melati alami saat ini, karena ia juga mengalami hal yang sama. Hanya saja, Lail yang keras dan terlampau biasa memanipulasi diri ini bisa dengan baik berpura-pura untuk terlihat baik-baik saja di hadapan semua orang. Padahal, hati dan jiwa mereka sama hancurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia, Harsa
Teen FictionJika dunia hadir dalam wujud manusia, maka bagi Harsa itu adalah Hana. *** _________________________ /tw⚠️ - mature content (18+) - bullying - mental, physical, and sexual abuse - harsh words