♡ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!
***
"Ini gimana, Harsa ... Aku harus apa?" Melati bertanya dengan suaranya yang lemah. Ia benar-benar putus asa.
***
Semuanya mulai berangsur normal. Area perkemahan tidak setegang dan semencekam tadi. Bahkan, saat ini panitia sedang membagikan makanan—bukan sepotong roti lagi, melainkan sekotak makanan, entah darimana asalnya. Harsa menduga kuat jika memang ada jatah konsumsi yang layak untuk peserta. Namun, itu masih spekulasi. Jika pun benar, maka itu hanya akan Harsa simpan untuk dirinya sendiri, ia tidak ingin menambah keributan lagi.Panitia tampaknya terpisah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang memang sejak awal tidak setuju dengan kegiatan perpeloncoan dan terpaksa melakukannya Mereka mengaku akan dikucilkan bahkan dirundung oleh sesama panitia lainnya jika bersikap terlalu baik pada peserta. Mereka ini yang sekarang keluar dari barak, membagikan makanan, dan meminta maaf. Sementara kelompok kedua adalah mereka yang sampai saat ini masih berdiam di dalam barak panitia dan enggan menunjukkan batang hidungnya.
Tidak hanya itu, semua barang-barang yang mahasiswa baru disita pun dikembalikan. Sedang untuk makanan, yang tidak mungkin dicari siapa pemiliknya, disimpan di sebuah stan dan dipersilahkan kepada siapa pun yang ingin—atau merasa memiliki—untuk mengambilnya.
"Makasih." Harsa berterimakasih pada seorang panitia yang memberikan dua kotak makanan kepadanya, untuk dia dan Hana yang duduk di sampingnya.
"Sama-sama," jawab panitia itu, kemudian pergi dari sana tanpa berkata apa-apa lagi.
Harsa melihat pada Hana yang belum mau mengangkat kepala dari bahunya yang dia gunakan untuk bersandar. Harsa tersenyum, mengusap surai adiknya lembut.
"Makan dulu, ya? Biar tidur kamu nyenyak."
Hana melepas lengan sang kakak yang tengah dipeluknya sedemikian erat. Sebenarnya, Hana tidak berselera untuk makan. Sejak Harsa menemuinya, duduk bersamanya lebih dari belasan menit lalu, hal yang ingin Hana lakukan tidak lain hanya diam, menyandarkan diri pada bahu kakaknya, selama yang ia bisa.
Namun, Harsa berusaha keras hari ini. Harsa sudah melakukan banyak hal dan juga sedang terluka. Hana tidak ingin energi Harsa terbuang percuma untuk sekedar membujuknya. Maka dari itu, atas permintaan kakaknya, Hana mengangguk pelan.
"Kakak suapin mau, ya?" Harsa membuka sebuah botol minum, lalu memberikannya pada Hana.
"Nggak usah, Hana bisa sendiri." Hana menerima minuman yang Harsa berikan, tetapi menolak tawarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia, Harsa
Teen FictionJika dunia hadir dalam wujud manusia, maka bagi Harsa itu adalah Hana. *** _________________________ /tw⚠️ - mature content (18+) - bullying - mental, physical, and sexual abuse - harsh words