07

23 5 0
                                    

♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!

***

"Lail menangis, dia habis menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lail menangis, dia habis menangis."

***


Hari ini, semua mahasiswa baru berpakaian selayak mahasiswa pada umumnya. Mereka tidak lagi dengan seragam sekolah, seperti mengenakan kaos hitam dan jaket denimnya atau Hana yang mengenakan terusan biru laut di bawah lutut. Rambut hitam sepunggung Hana juga dibiarkan tergerai, tidak lagi mengikuti peraturan yang mengharuskan rambutnya diikat rapi. Ospek Jurusan memang hanya diadakan Kamis dan Sabtu. Di hari selain itu, mereka menjalani perkuliahan sebagaimana biasanya.

Saat melewati lorong gedung perkuliahan yang ramai, tubuh Hana merapat, ia hampir menyembunyikan wajah di balik lengan Harsa. Hana merasa suhu badannya tidak karuan, panas dan dingin di saat bersamaan. Keringat seakan membasahi sekujur tubuhnya. Jantung Hana berdegup kencang cepat, helat napasnya memburu cepat.

Untuk kesekian kali, Harsa dapat mengerti dengan baik perasaan Hana tanpa perlu mendengar adiknya berbicara. Bahasa tubuh Hana sudah lebih dari cukup baginya.

Harsa tidak akan pernah menyanggah ketakutan Hana, apalagi sampai menghakiminya. Harsa tahu betapa besar rasa takut dan cemas yang Hana alami. Ini baru hari keempat mereka berkuliah. Masih terlalu dini. Hana hanya belum terbiasa berada di tengah banyak orang yang tidak ia kenal dengan baik. Wajar jika Hana merasa gugup, dan khawatir. Pasti banyak sekali hal-hal buruk yang bercokol di kepalanya.

"Kenapa?" Harsa bertanya saat langkah Hana tiba-tiba berhenti tepat di depan pintu kelas mereka.

"Banyak orang ..." Hana menyahut dengan suara pelan.

Hana merasa kelas ini jauh lebih ramai dari biasanya. Kemarin tidak seramai ini, suaranya tidak sekeras ini, tidak seribut ini. Jantung Hana berdegup lebih kencang, napasnya memburu lebih cepat, kulit wajahnya tiba-tiba berubah pucat.

"Kita kuliahnya digabung kelas A sama kelas B, jadi banyak orang. Gak papa, nanti kita duduk di belakang, kamu di sisi tembok nanti." Harsa memberi pengertian.

Hana menatapnya dengan ragu, tetap enggan melangkah masuk.

"Gak papa, nggak lama kok," Harsa kembali menenangkan adiknya.

Lewat sudut matanya, Hana melirik ke dalam ruangan yang entah kenapa menjadi semakin ramai semakin sejak pertama ia melihatnya. Hana tidak ingin masuk. Sungguh. Berada di satu ruangan tak luas berisikan banyak orang yang tidak dikenalinya, orang-orang yang akan menatap asing kepadanya. Tidak. Itu menyeramkan.

Bahagia, HarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang