♡︎ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ♡︎
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!!
***
"Menjijikan. Manusia dengan inkonsistensi dan kemunafikannya memang selalu menjijikan."
***
Siapa sangka sebuah institusi pendidikan tinggi dan modern yang bercokol di peringkat 400 terbaik dunia dengan luas keseluruhan kampus lebih dari dua ratus hektar lengkap dengan bangunan-bangunan pembelajaran yang megah sejajar gedung mewah di kawasan elit ibukota ternyata masih diisi sekumpulan manusia feodal yang gila hormat?
Jika mengumpat tidak dilarang, Harsa barang tentu sudah melayangkan selusin sumpah-serapah pada pria dan wanita berbaju rapih yang sedang berbincang di parkiran mobil itu. Paling tidak, ia akan mengangkat tinggi-tinggi jari tengahnya sambil meneriakkan dengan lantang ucapan pedas Rocky Gerung kepada Presiden tempo lalu yang hampir membuatnya tersandung undang-undang ITE.
Adalah tatkala Harsa melihat para dosen yang tengah asik berbincang dengan sesamanya tanpa melakukan apapun atas kesewenang-wenangan yang dilakukan mahasiswa mereka kepada adik tingkatnya. Bahkan, ada di antara mereka yang tertawa dan mengangkat ponselnya mengabadikan momen di mana ia susah-payah berjalan jongkok menuju lapangan. Tampak puas sekali wajahnya, tanpa menyayangkan apalagi menatap iba.
"CEPET! LELET BANGET!" Harsa meringis saat Edwin menendang punggungnya dengan keras, memintanya untuk mempercepat langkah.
Harsa ingin melawan. Sangat. Harsa bukan seorang yang terbiasa diam ketika diperlakukan semena-mena. Ingin Harsa berdiri menatap orang itu. Tidak dengan menunduk terhina, melainkan kepala yang terangkat tegak.
Memang apa yang harus Harsa takutkan? Dia manusia, sama sepertinya. Sama-sama punya harga diri. Tidak sepatutnya seorang manusia menggadaikan wibawa dan kehormatannya untuk tunduk pada sistem feodalisme pendidikan ini yang mengklasifikasikan derajat seseorang hanya berdasar tahun masuknya berkuliah.
Hanya karena mengkhawatirkan kondisi Hana dan ingin cepat bertemu kembali dengan adiknya saja Harsa tidak banyak melawan. Harsa tidak ingin membiarkan adiknya sendirian terlalu lama.
Usai berjalan menuruni tangga yang cukup curam—masih dengan masih tidak diperbolehkan berdiri tegak—Harsa sampai ke sebuah lapangan terbuka. Menurut pengalaman Ospek Fakultas, lapangan ini dibangun khusus untuk jurusannya. Hanya ada dua jurusan di ini, tiap-tiap jurusan dibangunkan sebuah lapangan yang sama baik dari segi luas maupun fasilitas.
"Masuk barisan sana! Awas kalau bikin masalah lagi." Kalimat ancaman dari Edwin menandai akhir hukumannya.
Harsa tidak mengindahkan kalimat itu. Ia berdiri tegak dan cepat berlari memasuki barisan. Harsa memeriksa satu-persatu banjar, mencari keberadaan saudari kembarnya. Bersyukur, tidak sulit baginya untuk menemukan Hana. Usai sedikit berbasa-basi meminta izin pada beberapa orang yang ada di barisan itu lebih dulu, Harsa akhirnya bisa berdiri tepat di belakang Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia, Harsa
JugendliteraturJika dunia hadir dalam wujud manusia, maka bagi Harsa itu adalah Hana. *** _________________________ /tw⚠️ - mature content (18+) - bullying - mental, physical, and sexual abuse - harsh words