Jika dunia hadir dalam wujud manusia, maka bagi Harsa itu adalah Hana.
***
_________________________
/tw⚠️
- mature content (18+)
- bullying
- mental, physical, and sexual abuse
- harsh words
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Manusia memang lebih senang membangun konflik horizontal daripada fokus mencari dan menyelesaikan inti dari masalah yang mereka hadapi"
***
Mahasiswa baru menunggu di pelataran fakultas mereka tidak kurang dari empat jam lamanya. Sejak matahari hampir tenggelam, sampai pukul sepuluh malam sekarang. Selama itu, tidak ada satu pun batang hidung panitia yang terlihat. Semua mahasiswa jurusan lain pun sudah lama pulang. Bahkan, parkiran pun terlihat kosong saat ini. Hanya Harsa dan teman-teman jurusannya yang sekarang ada di fakultas.
"Tunggu sebentar, ya, ini kata Koorlap acaranya jadi, kok." Sherina, selaku Penanggungjawab Ospek Jurusan memberi penjelasan pada teman-teman seangkatannya.
"Kalau jadi kenapa belum datang juga? Kita di sini dari sore, ini udah jam sepuluh! Lo salah baca kali, Rin! Baca yang bener!" Seorang mahasiswa baru yang terlihat sangat kesal memarahi Sherina.
"Nggak, kok! Gue barusan telepon Kak Edwin, dia bilang kalau Osjurnya emang jadi." Sherina tetap berusaha memberi pengertian.
"Terus kenapa jam segini belum dimulai?!"
Sherina menunduk dalam. Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi. Peran Sherina di sini hanya sebagai perantara. Sherina hanya bisa menghubungi Edwin selaku koordinator lapangan, sisanya hanya menurut. Jika bisa marah, Sherina juga ingin balik berteriak pada orang-orang yang menyalahkannya. Namun, Sherina tidak ingin membuat keadaan yang sudah panas ini menjadi semakin kalut dengan menuruti emosi pribadinya.
Harsa, Lail, dan Hana tidak ikut dalam perdebatan itu. Mereka hanya duduk di bangku depan gedung B fakultas dan menyaksikan teman-temannya saling adu mulut dari kejauhan. Mereka juga kesal, sama, tapi sadar bahwa dengan beradu mulut saja masalahnya tidak akan selesai. Toh, mereka juga tidak seberani itu untuk meninggalkan area fakultas.
"Gue benci banget sama situasi kayak gini, sumpah. Panitia yang punya salah, malah kita yang berantem. Daripada salah-salahin PJ, mending kita labrak aja panitia itu rame-rame.." Lail menyuarakan kekesalannya ketika melihat teman-teman seangkatannya malah sibuk bertengkar.
Atas pernyataan Laila, Harsa mengangguk setuju. Manusia memang lebih senang membangun konflik horizontal daripada fokus mencari dan menyelesaikan inti dari masalah yang mereka hadapi. Akar masalah di sini adalah ketidakcakapan dan kesewenang-wenangan panitia dalam penyelenggaraan acara, tidak seharusnya mereka malah saling menyalahkan satu sama lain seperti saat ini.
"NGAPAIN PADA DUDUK! BARIS! JALAN KE GERBANG C SEKARANG! KUMPUL DI DEPAN SHALTER!"
Rombongan panitia datang dari arah pintu utama fakultas. Edwin yang memimpin langkah mereka. Para panitia itu langsung menghampiri adik tingkat mereka, mendorong dan tidak sedikit menendangi beberapa di antaranya agar segera meninggalkan area fakultas dan menuju tempat yang susah Koordinator Lapangan mereka perintahkan. Kalimat dan kata-kata kasar saling bersahutan membuat keadaan di sana semakin keos dan mencekam.