"kakak lo udah punya pacar belum Rep?." tanya Olla.
"nggak mungkin secakep itu jomblo La. emang kaya lo." ucap Lulu.
"eee... gue slepet juga lo Lu." ucap Olla.
Reva hanya menampakkan kekehannya saja.
"dia mah udah punya pacar." ucap Reva.
"yahh... Flora patah hati dong." ucap Lulu.
gadis itu memutar bola matanya malas."eh, gimana keadaan lo Rep?." tanya Flora.
"udah mendingan kok."
"syukur deh kalau gitu." ucap Olla.
dari arah pintu utama, terlihat Shani yang baru saja pulang dari rumah sakit. wanita itu terlihat menampakkan senyuman manisnya di hadapan ke empat gadis yang sedang menatap ke arah nya.
"eh, ada temen temen Reva ya?." ucap Shani.
"iya tante." ucap Lulu. ketiga gadis itu pun menyalam tangan Shani.
"wahh...asik banget nih Reva ada temen yang jengukin. biasanya anaknya nggak mau di lihat orang." ucap Shani kepada ketiga gadis itu.
"kenapa tante?." tanya Flora.
Shani pun ikut duduk di sebalah Reva sambil bercerita kepada anak anak gadis ini.
"Reva suka nggak pede dengan penampilannya. orang keren gini kok. ya kan?." ucap Shani.
"iya, lo masih kelihatan keren kok Rev." ucap Olla.
"masa sih?." ucap Reva.
"iya. kagak mungkin kita boong ama lo." ucap Flora.
Reva pun langsung menampakkan senyuman lebaranya.
"nah, gitu dong, senyum. ya udah, kalian lanjut deh cerita cerita manjanya. tante mau kedalem dulu. mau ketemu sama tiga anak lakik tante yang lainnya. kakak kakak kamu udah pada pulang kan Rev?." ucap Shani dengan hebohnya.
"udah ma. Zizi baru aja pulang tuh." ucap Reva.
Shani pun mengangguk dengan senyumannya hangat nya. ia pun berlalu dari hadapan ke empat gadis itu menuju ke lantai atas.
"perasaan anak lakik emak lo kan ada dua?, yang atu lagi mane?." ucap Olla.
"Zee. lo kagak liat apa bentukan Zee tomboy kaya lakik gitu." ucap Reva.
"oh iya ya." ucap Olla ketiga gadis itu pun terkekeh saat setelah tau siapa anak laki laki dari kelurga ini yang satu nya lagi.
-
-
-
kini acara makan malam sedang berlangsung. di meja makan itu, tidak ada satupun yang mengeluarkan suara satu pun.Gracio pun menghembuskan nafasnya kasar. ia meletakkan sendok dan garpunya lalu meneguk air putih itu hingga tersisa setengah.
ia pun menatap satu per satu anak anak nya yang masih asik menikmati makanan mereka masing masing.
"oke, semuanya, perhatikan papa dulu." ucap Gracio. seketika ke empat anak itu melihat ke arah Gracio yang memperlihatkan wajah seriusnya. begitu juga dengan Shani.
"kenapa sayang?." tanya Shani kepada suaminya.
"aku mau ngasih anak anak nasehat dulu."
Shani pun mengangguk setuju.
"dalam sebulan ini, Zizi udah sering banget berantem di sekolah. dan tadi, papa mama di panggil kesekolah karena Zizi berantem lagi dan lagi. papa tau Zee itu sulit untuk mengatur emosi, tapi kalau kaya gini, mau sampai kapan nak?. papa lihat juga belakangan ini obat penenang nya udah jarang di minum ya?. bener gitu Zee?." ucap Gracio dengan nada bicara yang tegas nya.
Zee menganggukkan kepalanya saja sebagai jawaban.
"kenapa Zee?, kenapa kamu sampai nggak minum obat itu. kapan kamu mau sembuhnya nak?."
Zee hanya diam saja sambil menundukkan kepalanya.
"sayang, nanti aja ya bicarain masalah ini. kita makan dulu." ucap Shani menggenggam tangan kanan suami nya itu.
"nggak bisa Shan. selama ini aku diem doang bukan berarti aku nggak bisa marah. kita harus tegas sama anak anak."
"iya, tapi kan bisa nanti bahas masalah ini. biarkan anak anak makan dulu sayang."
Gracio pun menghembuskan nafasa nya kasar.
"ya udah, makan nya di lanjut dulu. papa tunggu Zizi di ruang keluarga lantai atas." ucap Gracio berdiri dari duduk nya dan berlalu dari hadapan anak dan istrinya itu.
setelah kepergian Gracio. kini semua mata tertuju pada gadis tomboy itu.
"kamu berantem lagi Zee?." tanya Zean.
"iya. tapi tadi itu diam yang salah. dia udah ngata ngatain aku anak culundan aku nggak terima dong." ucap Zee.
"siapa sih?." tanya Reva.
"adik kelas."
"terus keadaan nya gimana sekarang?, kamu nonjok dia kak?." tanya Adel.
Zee mengangguk lemah."aku nggak tau keadaan dia sekarang kaya mana. tadi waktu aku di panggil kekantor, dia udah di bawa ke UKS."
Zee pun melihat ke arah mama nya yang hanya diam saja.
"mama, gimana dong?. papa pasti marah sama aku kan ma?." ucap Zee. gadis itu terlihat sangat sedih bahkan ia seperti sedang menahan air matanya.
"papa cuma mau nasehati kamu doang kok. papa nggak akan marah sama Zee."
gadis itu pun hanya diam saja.
kini Shani, Gracio dan juga Zee sedang berada di runag keluarga lantai dua. Zee terlihat masih tertunduk.
"lihat papa Zee." ucap Gracio.
Zee pun menegakkan kepalanya.
"jadi apa kenapa kamu bisa nonjok anak orang lagi Zee?." ucap Gracio.
"dia yang mulai deluan pa. bukan aku."
"tapi harusnya kamu bisa ngontrol emosi kamu Zee."
Zee menghembuskan nafasnya kasar."aku nggak bisa pa!!. aku nggak bisa. sampai kapan pun aku nggak akan bisa ngontrol emosi aku sendiri."
"kamu pasti bisa Zee!!. jangan lemah jadi orang. papa nggak pernah ngajarin kamu kaya gini ya."
kini Zee dan juga Gracio terlihat sudah mulai emosi.
"mas... tahan emosi kamu." ucap Shani.
"dia ini nggak bisa di lunakin terus Shani!!. sesekali kita harus tegas biar kejadian ini nggak terulang lagi."
Gracio pun menatap tajam ke arah Zee."papa nggak mau tau, pokoknya kamu harus bisa berubah."
"tapi kaya mana caranya pa!!. kaya mana?!. papa bisa nya nyuruh aku untuk berubah, sedangkan papa nggak pernah tau gimana rasanya jadi aku. aku juga nggak pernah mau kaya gini pa. tapi... tapi .... AAAAA aku.. aku...aku nggak bisa nahan semua emosi itu!!."
"Zee...tahan emosi kamu nak." ucap Shani.
"kenapa semua orang selalu menyalahkan aku ma!!. di sekolah, di rumah, semua orang nganggep aku salah. aku tau aku punya kekurangan kaya gini, tapi bagaimana pun caranya aku tetap nggak bisa untuk nahan emosi itu ma. percuma juga aku bolak balik ke psikiater kalau aku nggak akan pernah sembuh!!."
nafas Gracio terlihat sudah memburu."SIAPA YANG SELALU MENYALAHKAN KAMU ZEE!!. bilang sama papa siapa!!."
"mas!!. kamu tahan emosi kamu. kalau kaya gini, kamu sama aja kaya Zee. kalian sama sama dalam keadaan emosi." ucap Shani.
"SEMUA NYA!!. SEMUA ORANG SELALU NGANGEP AKU SALAH!!. setiap aku berantem, pasti aku yang selalu di introgasi dan di bawa ke kantor. kenapa mereka nggak pernah mengintrogasi orang itu. aku nggak pernah nyari musuh di luar sana ma, pa. aku nggak akan mau nonjok orang kalau bukan mereka yang mulai deluan."
gadis itu terlihat sudah mulai menangis.
"aku juga mau hidup normal kaya mereka pa. aku nggak pernah mau punya gangguan mental kaya gini. lama lama aku bisa gila kalau di salahkan kaya gini terus. aku... aku capek ma."
Shani pun mendekat dan memeluk anak nya itu. Gracio menghembuskan nafasnya kasar mencoba untuk mengatur emosinya.