19. Yayah Yiku

1.1K 131 78
                                        

Keributan tadi membuat Riku dengan terpaksa menjadikan ruang kerjanya sebagai area tempat bermain. Riku sibuk dengan laporan mengenai cafe sedangkan Iyo dan Uya kembali anteng bermain setelah tadi menangis karena lapar.

Dering tanda panggilan masuk mengalihkan perhatian Riku. Tertera nama Jaehee sebagai pemanggil, rasa gugup mulai mendatangi Riku. Si pemilik ponsel memilih abai dengan panggilan, sampai hingga nada dering ketiga. Riku menyerah tangannya menggeser ikon hijau hingga terpampang wajah cemas Jaehee.

"Lama banget, mana Iyo sama Uya?"

"Ada lagi main," Riku berusaha menyembunyikan kegugupannya. Jaehee membuat panggilan video disaat dirinya belum menyiapkan penjelasan apapun.

"Mana liat dulu."

"Ah lo sekolah mah sekolah aja, gak usah pikirin anak. Belajar yang bener," Riku hendak mematikan sambungan video sebelum akhirnya Uya memekik memanggil Jaehee.

"Jee!!" seru Uya sambil menghampiri Riku, Uya berusaha untuk naik kepangkuan.

"Uyaa?"

"Jejeee tangenn, Yikuu pangkuu!" rengek Uya karena Riku dengan sengaja mempersulit usahanya untuk duduk dipangkuan Riku.

"Bang Rik?" susah payah Riku menelan ludah saat wajah serius Jaehee tertampil dengan jelas.

"Bang gue gak tenang. Tunggu disana gue mau izin pulang cepet," Mata Riku membola saat mendengar suara grasak-grusuk dari ponsel, terlihat jelas wajah panik Jaehee terlihat dari bawah, sepertinya Jaehee menyimpan ponselnya diatas meja.

"Jee Jee tunggu dulu, biar gue jelasin. Lo jangan kesini. Gue jalasin sumpah," ucap Riku membuat Jaehee menghentikan kegiatannya membereskan buku-buku. Riku berjalan dengan menuntun Uya kearah Iyo yang masih asik bermain. Ponselnya dianggat tinggi agar mereka bertiga bisa masuk satu frame.

Alangkah terkejutnya Jaehee saat melihat plester luka membalut pelipis Iyo, serta mata sembab dan hidung Uya yang sangat berbeda kontras dengan kulit putihnya.

"Bang ... " Riku mengangguk mengerti maksud panggilan Jaehee.

"Gue teledor. Tadi cafe rame, gue juga lagi cek laporan keuangan cabang lain. Sampe akhirnya ada keributan gue kira apa ternyata ada bocil yang berantem. Mereka gak salah kok, anak itu mulai duluan gue liat dari cctv. Maaf ya Jee," jelas Riku dengan hati-hati, dirinya sampai memasang wajah melasnya agar Jaehee mau memberi maaf.

"Iya yaudah, Lo lanjut kerja aja. Gue mau sama Iyo Uya,"

"Ihh gitu ya, gue ikutan lah. Emang Lo gak kangen gue apa? Jeyii jeyii Yiku kangen tau!"

"Alay!"

"Nihh emak lo pada kangen katanya," Riku menatuh ponselnya diatas sofa dengan tas sebagai penyanggah agar tetap berdiri. Kedua balita itu sibuk berdadah-dadah ria pada Jaehee sambil tersenyum senang. Mengabaikan keberadaan Riku yang sedikit sakit hati karena di sebut alay, tapi memang begitu kenyataannya.

"Senang tidak ikut bang Riku kerja?" tanya Jaehee yang membuat Iyo dan Uya heboh.

"HEPII!!! Jeje liyatt ni," tunjuk Iyo pada pelipisnya.

"Sakit ya? Nanti biar Jeje usir sakitnya ya,"

"Jee Uyaa cini,"

"Hallo Uya, kamu kenapa? Abis nangis?" Jaehee menangkup pipinya ,mendengarkan ocehan terus menerus dari dua Bocil Yang ada dilayar ponselnya

"Anak na-kal tu ambil oti Uya Jee. Uya lapel!"

"Ho'oh ya lapel, ya ngis!" (Ho'oh Uya lapel Uya nangis!)

"Jejee Yiku Yiku pukul dia buk buk buk," Uya berkata dengan memukul-mukul angin, memperagakan gerakan orang yang tengah berkelahi.

"Heii HEII bohong mana ada kek gitu? Jee jangan percaya," Riku dibuat kelabakan saat mendengar Uya memulai skenario palsu.

"Yiku keyenn Jee, Yiku telbang wushh," tambah Uya yang semakin membuat Riku tertekan. Mana ada adegan dirinya terbang?

Jaehee tertawa mendengar setiap cerita palsu Uya dan Iyo. Sejujurnya adegan yang Uya ceritakan padanya adalah adegan film Kamen raider yang semalam mereka tonton. Pikiran luar biasa Uya yang membuat seakan-akan Riku adalah seorang Super Hero seperti dalam film yang mereka tonton, ditambah Iyo yang menjadi sosok diselamatkan.

Cukup lama Jaehee melakukan panggilan video, pada saat jam pelajaran dimulai pun Jaehee tak mematikan panggilannya. Melihat betapa antusiasnya Iyo dan Uya bercerita membuat Jaehee tak tega untuk mematikan panggilannya. Beruntung mejanya tak terlalu depan dan berada dibarisan pojok, jadi Jaehee tetap bisa melangsungkan panggilan mendengarkan segala ocehan melalui headset yang dia pasang.

"Jee," Riku mengambil alih panggilan.

"Mereka tidur," dapat Riku lihat disebrang sana Jaehee tengah mengangguk dengan senyum. Riku mematikan panggilan atas persetujuan Jaehee.

Ruang kerja yang biasanya terlihat rapi dan jarang dibersihkan kini terlihat berantakan. Banyak mainan serta bungkusan roti dan permen yang berserakan. Akan Riku bereskan setelah memindahkan Uya dan Iyo keatas sofa panjang,  yang telah tersedia bantal juga selimut tipis disana.

"Yiku ... Ayah,"

"Yayah Yiku,"

Gumam kedua balita itu dalam tidur lelapnya. Senyum haru terbit, dia belum pernah merasa sehangat ini mendengar kata ayah. Riku menyelimuti kedua balita itu tak lupa memberikan kecupan singkat disetiap kening Uya dan Iyo.

"Gue kehilangan peran ayah, Cil. Tapi tenang aja, gue usahain kalian berdua ga bakal kehilangan peran ayah,"

Foto mendiang sang Ibu terpajang dengan apik diatas meja kerja Riku, hanya foto sang Ibu. Karena seperti yang Riku katakan dia kehilangan peran sosok Ayah, jadi untuk apa Riku memajang foto orang yang sama sekali tak peduli pada dirinya.

Kehilangan peran ayah sama sekali tak membuat Riku buta akan peran seorang ayah dalam pertumbuhan anak. Ayah berperan sebagai pelindung, pembimbing, cerminan, sosok kuat yang menjadi garda terdepan keluarga untuk menghadang setiap pengganggu. Sosok tegas, gagah, berwibawa tapi juga memiliki sisi lembut untuk menyalurkan kasih sayang, gambaran ayah yang Riku pikirkan.

"Mereka bukan anak gue, tapi gue ayah mereka,"






Okee sekian paiipaiii~~

HOUSE No.24 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang