Bab 12: Hidup dan Mati

32 5 0
                                    

Qing Yan memasuki kamar setelah berbincang-bincang dengan sang kakak dan tuan Xiwu. Dahinya tiba-tiba mengerut, merasa ada yang aneh dengan kamarnya.

Pandangannya berpendar, menelisik seksama. Tapi ia tak tahu apa yang salah. Semua masih tertata seperti sebelum ia pergi.

Mencoba acuh, dirinya berjalan menuju jendela. Semakin memasuki kamar, perasaannya semakin resah seolah ada yang salah.

"Apa yang kau lakukan?"

"Yang mulia? Salam hormat yang mulia." Qing Yan menundukkan kepala saat mendapati Jian Yang diambang pintu kamar yang terbuka.

"Sejak kapan kau suka bunga lili?" Jian Yang membuka suara saat aroma asing menyeruak hidungnya.

Qing Yan melengkungkan alis, "bunga lili? Saya tidak ada memiliki bunga lili yang mulia."

Jian Yang berjalan mendekat. "Lalu wewangian kamar ini?"

"Pewangi kamar?" Gumam Qing Yan bertanya-tanya. Cepat-cepat ia melangkah mengambil wadah wewangian lalu membukanya, menghidu secara cermat. Tidak salah lagi.

Lili of valley bercampur bunga wisteria, dua bunga beracun yang bisa menghambat kinerja jantung dan melemahkan otot. Dia tidak menyadari karena terdapat bunga ylang-ylang kesukaannya sebagai pengalih wangi bunga-bunga itu.

"Adakah yang salah?" Tanya Jian Yang disamping Qing Yan. Tanpa kata, lengan kokoh pria itu mengambil wadah wewangian di tangan perempuan yang saat ini terdiam membisu.

Ctakkk

Sekali jentikan jari, wadah itu hancur tak bersisa lalu tangannya mengayun pelan membuat pelindung tipis agar mereka tidak menghidu asap beracun itu.

Sorotnya menggelap menatap kearah asap yang perlahan menghilang. "Ada yang mau kakek bicarakan. Datanglah ke ruangan kakek." Titahnya beranjak pergi. "Sebelum itu, gantilah pakaianmu terlebih dahulu."

"Xiao Lang, cari tahu siapa yang menaruh wewangian itu!" Titah Jian Yang kepada pengawal kepercayaannya yang berdiri dibalik pintu.

Xiao Lang mengangguk, menyatukan tangan di depan dada kemudian berlalu.

Di luar, Jian Yang menatap tajam kamar perempuan yang saat ini terus-menerus mengisi pikirannya.

"Jangan sampai kau berhenti bernapas, A'ner! Karena kau takkan tahu apa yang akan kulakukan pada dunia ini!"

*****

"Bagaimana? Sudah kau taruh racun-racun itu? Tidak ada yang melihat?"

"Sudah tuan puteri, hamba pastikan tidak seorangpun yang melihat." Jawab seorang dayang bersujud di depan orang agung di depannya.

Puteri itu tersenyum puas sembari menyesap tehnya, "bagus. Sekarang pergilah!"

"Mohon ampun puteri, hamba sudah menjalankan perintah anda. Tolong tepati janji anda untuk membebaskan adik hamba." Berulangkali dayang itu mengetukkan dahinya diatas lantai.

Sebuah tawa menggema di ruangan, "tentu. Tentu saja. Jemputlah adikmu di dekat danau. Puteri ini selalu menepati janji."

"Terimakasih puteri. Terimakasih." Dayang itu lalu pergi dengan perasaan membuncah, setelah sekian lama akhirnya dia bisa berkumpul bersama adiknya.

Beberapa menit kemudian, seekor burung merpati datang membawa secarik kertas. Puteri itu bangkit lalu mengambil kertas di leher merpati dan membiarkan merpati itu kembali terbang.

"MATI!!!!"

Satu kata ditulis dengan darah membuat bibir dilapisi pewarna merah itu tersungging.

Return with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang