Bab 18: Lembah Kabut

13 2 0
                                    

Sepuluh tahun lalu

"Cari sebelah sana! Jangan biarkan dia kabur atau nyawa kita taruhannya! Bocah sialan!" Seru seorang pria kepada rekan-rekannya. Mereka berpencar, sampai akhirnya mereka sampai di depan pintu gua menuju lembah kabut. Mereka kemudian saling lirik dan saling dorong.

"Bagaimana ini, bocah sialan itu masuk kesana. Kita masuk, kita bakal mati sia-sia." Tukas Pria gondrong bertubuh kurus.

"Kita laporkan kalau bocah itu masuk ke lembah kabut. Sudah pasti dia tidak akan bisa keluar hidup-hidup. Kalaupun bisa keluar, dia tetap akan terkena racun." Timpal seseorang lainnnya, tak lain pemimpin dari mereka.

Sedangkan di dalam, gadis cilik tadi berjalan perlahan. Meraba-raba dinding gua, tatapannya awas memindai sekitar. Hanya terdengar suara napasnya yang terengah. Tidak ada seekor hewan pun disekitarnya.

Semakin kedalam semakin dingin suhu yang dirasakan. Tangannya mencoba memeluk diri sendiri guna menghantarkan rasa hangat di balik tubuhnya yang menggigil.

Langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara tetesan air, memastikan sekali lagi, badannya seketika membeku saat mendengar langkah kaki. Perlahan ia melangkah mundur, menghindar dan menjauh.

"Apa yang kau lakukan disini?!" Sebuah suara dari arah belakang menghentikan kinerja jantungnya.

Deg....

*****

"Jadi, kau dikejar orang-orang suruhan bibimu?" Tanya Qing Yan cilik. Gadis cilik di sampingnya mengangguk dengan pipi penuh buntalan roti.

Qing Yan terkekeh pelan, "makanlah perlahan."

"Lalu apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau bilang tempat ini berbahaya?" Gadis cilik itu bertanya di sela kunyahannya.

"Tadinya aku ingin menemui kakakku, tapi ternyata mereka hanya ingin kematianku." Qing Yan mengambil sesuatu dari balik bajunya dan membaca ulang apa yang tertulis di kertas. Napasnya memberat. Karena surat sampah ini, dirinya berada disini. Mengatakan kakaknya sekarat dan ingin bertemu untuk terakhir kalinya. Siapa sangka ternyata ini hanyalah siasat seseorang.

"Lalu bagaimana cara kita keluar?"

"Aku sudah menyusuri semua jalan, semuanya tidak ada sedikitpun perbedaan. Jalan terakhir yang belum dicoba adalah jalan di sebelah kanan dekat dengan aliran air." Qing Yan beranjak lalu menepuk bagian belakang bajunya. "Apa kau sudah selesai makan? Kita pergi sekarang."

"Omong-omong siapa namamu?"

"Qing Yan. Kau?"

"Ye Xi."

Ye Xi pun menceritakan seluruh kisah hidupnya, sampai pada satu cerita dia tak menyadari sorot jingga menatapnya lamat.

Qing Yan mengangguk sembari memegang tangan Ye Xi hati-hati saat jalan di depannya semakin terhalang kabut. Tangan satunya ia gunakan untuk menyingkirkan tanaman yang menghalangi jalan mereka.

 Tangan satunya ia gunakan untuk menyingkirkan tanaman yang menghalangi jalan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Return with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang