Bab 41

14 1 0
                                    

Suara gedoran pintu terdengar sampai ujung lorong. Sedari tadi Ye Xi memanggil Qing Yan namun tak ada jawaban. Kamarnya gelap, dia yakin perempuan dua tahun diatasnya tengah marah, kecewa, sedih atau apapun yang pasti bukan hal yang menggembirakan.

Dua jam lalu, tepatnya setelah makan malam. Tanpa hujan atau badai, tiba-tiba Qing Yan bersitegang dengan Jian Yang bersama Xiao Lang.

Apa-apaan wajah seribu topeng itu ikut memperkeruh suasana. Membahas wanita licik itu?! Dan apa katanya tadi? Meminta ijin mencari keberadaan Nan Yan. Cih.....

"Jia-jia... Tolong buka pintu... Aku tahu kau sakit hati, tapi jangan mengurung diri dikamar. Nanti, akan ku berikan racun paling mematikan untuk mereka."

"Apa yang kau lakukan?" Jian Yang yang baru selesai dari ruang kerja dan mendengar bunyi gaduh, mendekat. Di belakangnya, Xiao Lang senantiasa mengikuti.

Menghiraukan dua orang di belakang, Ye Xi terus menggedor pintu berharap sang empu di dalam segera keluar.

"Ye Xi... Yang mulia bertanya!" Sentak Xiao Lang justru mendapat delikan.

"Apa?! Gara-gara kalian.. jia-jia mengurung diri di kamar! Dan kau otak udang, apa-apaan menyuruh yang mulia mencari gadis licik itu! Ah... Jangan-jangan kau salah satu antek-antek dari mereka! Cih...!" Cecar Ye Xi.

"Salahnya dimana, kalau mencari gadis itu? Dia kun........"

"Salah!! Karena perempuan itu sumber masalah!" Potong Ye Xi cepat. "Kalian hanya memikirkan keuntungan kalian tanpa memikirkan perasaan Qing Yan!"

Di lain tempat, sosok yang sedang diperdebatkan tengah asyik menatap ciptaan Tuhan paling sempurna.

Ditemani keheningan malam, Qing Yan terus mengamati tubuh kekar di depan, kedua tangannya menangkup pipinya yang kian memanas.

Pedang dan dada bidang pujaan hatinya adalah satu kesatuan yang sulit di abaikan. Setelah makan malam usai, niatnya yang ingin pergi tidur, tiba-tiba ia melihat pangeran Xiao Heng sedang latihan.

Buliran keringat di sekujur tubuh membuat tubuh maskulin itu kian panas.

Sampai pagi pun dia rela di suguhi pemandangan ini. Tidak sia-sia dirinya menyelinap keluar setelah dayang Tan pergi. Dan berkat jentikan jari, pintu terkunci dari dalam. Pasti semua orang berpikir kalau ia sudah tidur.

Tiba-tiba dilihatnya pengawal pribadi Jian Yang mendekati pujaan hatinya, matanya menyipit saat raut muka pangeran Xiao Heng berubah, entah membicarakan apa membuat Xiao Heng pergi dengan tergesa.

"Puas mengintip pria lain, istriku?!"

Deg.....

Suara berat dan dalam mengalun bak musik kematian.

Mati gue!

*****

Qing Yan meregangkan badannya yang luar biasa kaku, netra jingganya menatap miris telapak tangannya yang berubah menjadi sabut kelapa. Kasar.

Telapak kakinya pun merah-merah, rambut indahnya yang biasa tersisir rapi dan halus berubah kusut dan mengembang layaknya surai singa.

Mencoba duduk, lagi-lagi dia meringis saat pinggangnya bergetar ketika mengubah posisi.

Tidak sanggup! Keluhnya merebahkan lagi badannya ke atas kasur.

Keterlaluan! Hanya mencuci mata dan menjernihkan hati dirinya dihukum semalaman. Kalau tidak mendengar bunyi kokok ayam mungkin mereka bisa seharian adu banting.

Setelah dirinya tertangkap basah mengintip, Jian Yang dengan baik hati dan penuh perhatian memberikan hadiah istimewa yang tidak bisa di dapatkan perempuan lain. Hadiah yang sanggup membuat siapapun mati 'kepuasan'.

Teriakan dan rintihan tak membuat pria itu berhenti. Di bawah temaramnya bulan tertutup awan, pria itu tanpa ampun menyerang bertubi-tubi, mengacuhkan perempuan yang menggelepar kepayahan di atas tanah. Bulir keringat menetes di sepanjang permukaan kulit, dadanya bergerak cepat naik-turun.

"Ka-kau... Keterlaluan, hah---hah....!" Ucapnya tersendat-sendat.

"Bukankah kau bilang sampai pagi pun tak masalah?" Jian Yang tersenyum miring.

"Bukan seperti ini!!!" Makian yang hanya bisa dilakukan dalam hati.

"Sekarang bangun! Bukankah kau sanggup duduk termangu disini selama berjam-jam lalu kenapa sekarang banyak mengeluh?!"

"Anda gilaaaa!!! Kita melakukannya terus menerus tanpa jeda istirahat?!"

"Kau pikir aku peduli?! Kau masih bisa berteriak, tandanya kau masih memiliki banyak tenaga. Sekarang bangun!"

Qing Yan menggerutu dan memaki dalam hati. Berharap angin puyuh menerjang suaminya sampai ke negeri antah berantah.

"Hei, yang mulia.. bukankah anda akan menikahi Puteri Nan Yan?"

"Hem. Lalu? Kalau kau melarang, aku tak peduli. Pernikahan akan tetap terjadi."

"Melarang? Tentu saja tidak." Alis Jian  Yang terangkat. "Kalau anda menikah dengannya bukankah puteri ini mati? Jadi, bagaimana kalau kita melakukan gencatan senjata?"

"Gencatan senjata?"

"Iya.. saya dengar anda akan menikah dengan Puteri Nan Yan dan itu adalah keharusan. Bagaimana kalau melakukan dua keuntungan sekaligus?"

"Anda tetap menikah dengan Puteri Nan Yan dan anda biarkan saya juga menikah dengan pangeran Xiao Heng. Gimana? Ide saya bagus kan? Dengan begini, anda tetap menepati janji anda dan saya pun tidak akan mati karena saya bukan pasangan anda lagi."

Sedetik perkataannya selesai, suasana berubah suram, angin berhembus kencang, bulan pun memilih bersembunyi di balik kumpulan awan. Guratan samar terlihat di leher pria yang memandang Qing Yan tanpa kedip.

Sedangkan sang empu belum menyadari suasana telah berganti, terus memberikan saran dan petuah agar perkawinan bisa tetap langgeng dan berumur panjang.

"Jadi, ayo kita menemukan kebahagiaan kita masing-masing yang mulia." Ucap Qing Yan sembari membayangkan saat-saat menikah dengan pangeran idolanya. Tidak bisa bersatu di dunia nyata setidaknya di dunia khayalan mereka bisa bersatu.

Brakkkk

Tanpa aba-aba Jian Yang langsung mengukung tubuh mungil Qing Yan di atas tanah. Qing Yan yang terkejut semakin terkejut ketika lengan kekar itu menghalau lehernya, menekan ke tanah membuatnya tercekik.

"Kau berani mengatakan itu lagi?!" Desis Jian Yang tajam. "Ulangi sekali lagi!" Lengannya semakin di eratkan.

"Aa--apa yang anda lakukan?! Lepaskan!"

Tanpa melembutkan tatapan, Jian Yang mengeratkan cekalannya membuat Qing Yan semakin kepayahan. Ingat, dia baru saja mendapat hukuman. Dalam kondisi normal mungkin dia bisa membalas.

"Anda gila, hah?! Anda ingin membunuh istri anda sendiri?!" Qing Yan mencakar lengan Jian Yang meninggalkan goresan merah.

"Kau berani ucapkan omong kosong lagi, lebih baik kau mati. Ingat A'ner, nyawamu ada di tanganku. Selain karenaku, kau tak bisa mati." Desisnya menghunus tepat di bola jingga yang juga menatapnya tanpa rasa takut, melepaskan cekikan dengan kasar dan berlalu pergi.

Niat hati menjahili perempuan itu justru berakhir menguras emosi.

"Dasar gila." Qing Yan meraba lehernya yang pasti memerah.

Tangannya meraba pedang di samping yang tadi digunakan untuk bertarung sebagai hukuman dan peringatan.

Dengan tertatih, ia berjalan menuju kamar, meninggalkan jejak hangat di setiap iringan langkah kaki.

*****

Tbc......

Haloha....

Maafkan 🙏🏻🙏🏻 baru up... kucingku sakitt jadi ngga ada ide buat ngetik.

See you next part...

Jangan lupa bahagia...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Return with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang